30
DUA HATI PEREMPUAN DUA HATI LELAKI
HATI BIMA, RIANA, MAX, TERE
Tere memandang Panji dengan marah, matanya nyalang, air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang halus, rambutnya hanya diikat oleh karet gelang yang tidak biasa dia gunakan, Tere tak perduli dengan panampilannya sekarang, dia lebih perduli dengan keputusan Max yang baru saja memutuskan perkawianannya. Tere mendatangi Panji untuk meminta pertanggungjawabannya atas perselingkuhan yang telah berlangsung selama tujuh bulan ini. Tere sudah memutuskan untuk menghentikannya namun Max malah memutuskan perkawinananya, sungguh tamparan yang sangat menyakitkan.
Panji diam sambil memandang ke arah jendela apartemennya dari lantai 20, Panji bingung kenapa Tere meminta pertanggungjawaban atas keretakan rumah tangganya bersama Max, apa hubungannya dengan dirinya? Panji mencintai Tere begitu juga sebaliknya, masalah rumah tangga Tere, itu bukan masalahnya.
“Setidaknya kamu berbuat sesuatu untuk aku yang telah berkorban karena berhubungan denganmu, Panji! Sekarang aku harus bagaimana?”
“Kamu mau menuntut apa dari aku, Te?”
“Kamu harus menikahi aku!”
“Mana mungkin?! Kita beda keyakinan! Kamu tahu itu! Dari awal hubungan kita, kita sudah sepakat bahwa tak akan ada pernikahan dari semua ini, ini hanya senda gurau dan mainan belaka, jadi kamu jangan berharap lebih Te!”
Sialan kamu Panji! Seenaknya saja berkata ‘ini hanya senda gurau belaka’? kamu tahu, Tere sudah begitu banyak berkorban untuk hubungan ‘tahi kucing’ ini, bahkan untuk semua yang dia punyai, termasuk tubuhnya, sekarang kamu bilang hanya senda-gurau? Bagaimana dengan hati? Hati lelaki seperti Max Sebastian yang dikotori hatinya oleh Tere dan Panji? Tere itu istrinya, cintanya, kemudian kamu senda guraukan? Sialnya Tere malah ikut-ikutan dalam senda-gurau tersebut. Luar biasa dua manusia yang punya hati ini?
“Kita saling mencintai! Itu saja dulu!”
“Dengan cara bagaimana aku menikahi kamu Te? Kamu mau ikut agamaku?”
“Tidak! Tidak mungkin!”
Panji bangkit dari duduknya dan menatap Tere dengan biasa, lalu berjalan membelai Tere seperti biasa, penuh cinta dan penuh nafsu, Panji mencoba menenangkan Tere yang nampak stress menghadapi permainannya yang sekarang berada di ujung tanduk, langkahnya yang biasa mulus mengelabui Max kini malah terganjal di akhir cerita, Tere tak dapt lagi memohon pada Max, Max sudah begitu kukuh pada keputusannya menceraikan dirinya, setidaknya pengajuan cerai sudah sampai di catatan sipil, tinggal menunggu pemanggilan untuk sidang. Tere tak berdaya!
Tere mengibaskan lengan Panji dari rambutnya, ini bukan lagi untuk berkasih-kasihan, ini saatnya memutuskan!
“Kamu harus berbuat sesuatu untuk aku, Panji!”
Panji menatap tajam ke arah Tere yang bermuka sedih, tatapan Panji seakan meyakinkan Tere bahwa Panji akan berbuat untuk menjegal Max, agar tak menceraikan Tere, toh Tere sudah mau kembali ke pangkuan Max dan meninggalkan Panji? Jadi masalah apalagi buat Max untuk tidak menerima Tere? Panji juga sudah lelah dengan permainan ini meski masih menikmati gairahnya.