TEARS OF A MAN

Bhina Wiriadinata
Chapter #32

#32 BUKU AGENDA

32

BUKU AGENDA

RIANA

Riana duduk di kursi kamar sewanya, selama dia pergi dari rumah Riana mengontrak kamar semi apartemen, seminggu dia di situ tanpa Joko Purwanto yang juga sudah seminggu ini tak datang, Riana sebenarnya tak betah berada di tempat seperti ini, Riana sama dua anak gadisnya, tapi Riana takut pulang ke rumah, takut dengan Bima. Riana yang memutuskan pergi dari rumah karena kehendaknya untuk mengejar cinta Joko Purwanto.

Setelah pulang kerja malam ini, Riana duduk termenung, Riana menatap ke arah tasnya yang dibawa, yang belum dia buka, tasnya besar, seumpama orang terkena bencana untuk mengungsi, ketika mata Riana mengarah ke tas besar tersebut, Riana tersadar bahwa tas itu bukan tas yang dimaksud, tas itu milik Bima yang tak pernah dipakai, penasaran Riana menarik tas besar itu dengan tenaga sekuat-kuatnya, lalu dibukanya, Riana memegang sesautu yang keras di bagian dalam tasnya, sebuah buku kumal, seperti buku agenda kerja yang bertuliskan ‘Buku Agenda tahun 1991’ Riana pernah tahu tentang buku agenda itu, tapi tak pernah sekali pun dia sentuh, Riana tahu bahwa Bima selalu sayang membuang sesuatu yang menurutnya berharga, kali ini buku itu dia ambil, tulisan Bima yang unik mengingatkan Riana pada surat pertama Bima padanya dulu.

Riana membuka buku itu, yang ternyata sebuah diary yang ditulis Bima dengan tulisan sambung yang indah, ciri khas tulisan anak tahun 80’an yang pernah belajar cara menulis halus.  Riana mengamati tulisan itu, rupanya tulisan itu tulisan sebuah peristiwa lengkap dengan tanggal, hari dan jam peristiwa itu terjadi. Riana gemetar membacanya, seperti sedang membuka harta karun yang tersembunyi sekian lama, kemudian Riana membacanya perlahan, semula Riana membaca kata-kata yang teramat mengiris hati, untaian kata-kata dramatis bercerita tentang seorang ibu.

‘Bagaiamana aku bisa menghormati seorang ibu dan seorang ayah yang keduanya adalah sumber kekuatanku, kini sumber kekuatan itu hilang, musnah karena sebuah petaka yang Bernama, selingkuh’

Riana menarik napas, masih dalam tahap penasaran, Riana meneruskan membaca diary itu dengan hati yang deg-degan dan bertalu-talu, ada kata yang menyayat hatinya dari kalimat pertama itu, ‘selingkuh’, kata-kata yang menghujam hatinya sendiri. Riana seolah tak percaya ketika tulisan Bima itu menulis kedua orang tuanya wafat karena masalah selingkuh, air mata Riana tiba-tiba saja banjir, ketika semua kata-kata Bima mengeluarkan arti yang sangat dalam, kedua orang tunya wafat karena menabrakkan kendaraannya pada sebuah truk setelah ‘meringkus’ istri dari bapaknya yang kedapatan sedang selingkuh di sebuah hotel, lalu bapak menabrakan kendarananya dengan cara yang amat mengerikan.

Riana diam menarik napsnya, air matanya makin tak dapat dibendung, dadanya sesak seolah tabrakan itu terjadi pada dirinya, Riana menghentikan membaca diary, menutup buku itu karena tak kuasa akan apa yang sebenanrya terjadi tentang orang tua Bima. Selama ini Bima hanya cerita bahwa kedua orang tunya wafat karena kecelakaan, penyebabnya karena kendaraannya ditabrak oleh kendaraan truk, bukan menabrakkan kendaraannya karena adanya pertengakaran di dalam kendaraan lalu dengan emosi bapak menabrakkannya.

Riana merinding, dia benar-benar tak sanggup membacanya, Riana menutup matanya dengan buku usang itu, sungguh Riana tak pernah tahu akan hal ini, Bima tak pernah menceritakan apa pun, bahkan sedetail ini, Bima menutup semuanya dengan rapat rahasiahnya, Riana percaya saja dengan apa yang diceritaka Bima, ternyata inilah yang sebenarnya terjadi. Riana benar-benar malu dan amat bersalah bahwa Bima begitu banyak menyimpan misteri. Riana sekarang teringat bahwa Bima sering terbangun di tengah malam lalu keluar rumah dan merokok di teras, bahkan sampai subuh menjelang, meski tidak sering namun prilaku itu sering Bima lakukan, ketika ditanya oleh Riana, Bima hanya bilang lagi banyak kerjaan. Riana memaklumi saja.

Hal itu terungkap diakhir cerita tragedi orang tuanya, bahwa kata Bima:

Peristiwa itu begitu hinggap di kepalaku dan tak bisa dilepas, aku bertahan dalam ingatan tragedy yang tak bisa kulepas, maafkan aku ibu dan bapakku…

Riana masih menangis, dia ingin menuntaskan membaca diary itu, masih banyak yang harus dia tahu tentang suaminya. Riana benar-benar malu dan luar biasa malu.

Lihat selengkapnya