Tears

swafaiss
Chapter #3

Jus mangga

Ami berjalan menyusuri koridor dengan senyum yang terlukis indah diwajahnya. Hidupnya terasa ringan tanpa beban. Padahal ia murid baru di SMA Pahlawan, namun sikapnya sudah seperti senior pada umumnya.

Ami melambaikan tangan kala melihat Asha berada diujung koridor sedang menatapnya. Ia segera menghampiri Asha.

"Lo pake apa tuh di pipi?" Tanya Asha kala melihat pipi Ami yang sedikit merah.

Ami langsung memegang pipinya. "Oh, ini kayaknya tadi kepanasan. Emang suka gini."

"Ohh. Yaudah kuy ke kelas." Asha merangkul pundak Ami. Mereka memang menjadi dekat setelah pertemuan mereka yang pertama. Keduanya merasakan kecocokan satu sama lain. Hingga terjalinlah pertemanan seperti sekarang ini.

"Oh iya Sha, lo kenal Nichol gak?" Tanya Ami yang tiba-tiba teringat lelaki di minimarket bernama Nichol itu. Sebenarnya ia sudah ingin menanyakannya sejak lama, namun pertanyaan itu baru keluar sekarang. Sifat pelupanya itu yang membuat Ami menunda pertanyaannya.

"Nichol anak IPA-1?" Asha memastikan.

"Dia anak IPA juga?"

"Setau gue nama Nichol cuma satu sih disini."

"Dia seangkatan sama kita?"

"Heem. Dia masuk anak unggulan di sekolah kita. Kenapa? Lo suka?" Goda Asha.

"Hah? Enggak. Kepo doang." Elak Ami.

"Hati-hati, pesonanya luar biasa. Banyak korban patah hatinya juga." Asha memperingatkan.

"Lo masuk?"

"Enggak lah, enggak doyan gue ama bekasan."

"Bekasan? Maksudnya?" Tanya Ami tak mengerti.

Asha hanya tersenyum sebagai balasan.

***

Kelas 11 IPA-1 sangat hening. Tak ada satupun yang bersuara kecuali guru di depan yang tengah asyik menorehkan tinta pada papan tulis. Ami sibuk mencorat-coret bukunya karena merasa bosan dengan pelajaran. Satu-satunya pelajaran yang tak pernah ia suka sejak dulu adalah matematika. Ia rasa otaknya tak memadai jika disuruh untuk berhitung terlalu lama. Biasanya baru satu soal saja ia sudah langsung angkat tangan duluan.

Lain lagi dengan Asha yang sibuk memperhatikan sambil menulis penjelasan-penjelasannya. Ya, ia memang menyukai pelajaran berhitung ini. Walaupun katanya ia tak pandai, namun ia tetap menyukai pelajaran bermain angka ini. Kalau kata Asha sih, suka aja dulu, masalah bisa atau enggaknya urusan akhiran.

Saking bosannya, Ami rasa matanya mulai tak bisa diajak kompromi. Ia sudah menguap beberapa kali. Namun sebisa mungkin ia tahan agar tak kenal omel.

Hingga akhirnya ia menyerah. "Sha, kalau ada tanda-tanda bahaya bangunin ya." Pesan Ami pada Asha sebelum akhirnya benar-benar terlelap.

***

"Mi, bangun Mi." Asha menggoyang-goyangkan tubuh Ami.

Dengan ogah-ogahan Ami membuka matanya. Dilihatnya kelas sudah kosong, berarti jam istirahat sudah tiba. Ia mengucek matanya, memfokuskan penglihatannya.

Lihat selengkapnya