Tears

swafaiss
Chapter #4

Masih Berlanjut

Ami menatap pantulan dirinya pada cermin, memperhatikan noda kekuning-kuningan yang terlihat jelas di seragam putihnya. mengingat wajah pelakunya, membuat Ami mengacak rambutnya frustasi. Noda seperti ini tak akan mudah hilang, dan ini tentu saja masalah untuk Ami yang harus melakukan semua pekerjaan sendiri. Ia heran, kenapa selalu bermasalah dengan makhluk bernama Nicholas itu.

"Awas aja lo, Nichol." Geramnya. Sedetik kemudian, ia langsung mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengirim pesan kepada Nichol.

10 menit lagi gue tunggu di parkiran. send.

Tak ada jawaban. Membuat Ami kembali mengirimnya pesan.

3 detik ga jawab, gue buka kartu lo.

Satu.

Ami menunggu sebentar, kemudian melanjutkan hitungannya.

Dua.

Belum ada balasan. Ia masih menunggu. Hingga saat ia hendak mengetik 'tiga' sebuah pesan masuk.

Nichol: Y

Jawaban singkat tersebut membuat Ami mengangkat sebelah bibirnya, tersenyum simpul. Tatapannya tak seperti biasanya, seolah mengartikan sesuatu. Entah apa yang ia pikirkan, tapi ia mengatakan ini.

" Lo unik, NIchol."

******

10 menit kemudian, Ami sudah berada di parkiran. Sebenarnya jam pelajaran belum berakhir, namun ia merasa bosan dan ingin segera pulang untuk melanjutkan drama yang semalam ia tonton. Sekaligus untuk membalas nichol atas insiden jus mangga tadi. Ah, ia memang pendendam.

Ami duduk di kursi yang tersedia di sana. Pandangannya tak berhenti menatap lorong yang menjadi tempat keluar dari koridor kelas, berharap orang yang ia tunggu segera datang. Namun nihil, ini sudah 11 menit lebih 25 detik sejak ia mengirim pesan, namun orang yang ia tunggu tak kunjung datang.

Dalam hati ami menyumpahi nichol, kalau sampai tidak datang. Ia akan menjamin besok nichol tak akan masuk sekolah karena menahan malu.

Sambil menunggu, Ami mengeluarkan catatan dari tasnya, kemudian mulai menuliskan beberapa barang yang harus ia beli pekan ini. Mulai dari bahan untuk praktek biologi, sampai barang - barang tak penting seperti jepit rambut, ikat pinggang, gelang, dan masih banyak arang tak penting lainnya.

Sebenarnya ia bukan tipe orang yang suka mengunakan uangnya unuk barang-barang seperti itu, tapi semenjak menonton drama korea, ia selalu tertarik membeli barang yang dipakai oleh pemeran dalam drama tersebut. Dan sialnya, barangnya tak ada yang murah, yang mengharuskan Ami untuk menanbung uangnya agar keinginannya tercapai.

Ami membuka aplikasi banknya, dilihatnya saldonya yang ada sekitar 2,5 jt. Ia mengembangkan senyumnya, akhirnya semua list barangnya bisa terbeli. Kemudian ia mencium ponselnya, dan menatap catatannya secara bergantian.

Beberapa detik setelahnya, orang yang ia tunggu alhirnya tiba. Wajahnya berkeringat, dan nafasnya tersengal. Ami langsung berdiri dan menyilangkan lengannya di dada.

"Lo telat 15 menit lebih 53 detik." Ucap Ami sambil menatap ponsel di lengannya.

"Heh, lo pikir... gampang apa kabur pas pelajaran Bu Mita? Gue... kesini aja udah nyerahin nyawa... buat dihukum besok." Sewot Nichol dengan nafas yang masih tersengal.

Bu Mita itu guru kimia, guru yang terkenal akan ke-killeran nya. Saat tak bisa mengerjakan soal, masih mendapat toleransi dari Bu Mita. Tapi tidak jika terlambat datang, bolos, tidak mengerjakan PR, dan tidur saat jam pelajarannya. Siap-siap saja membereskan aula sekolah yang gedenya minta ampun dipelajaran Bu Mita selanjutnya.

"Oke, gua kasih toleransi. Kuy." Ajaknya sambil mengenakan helm.

"Emang lo mau kemana, sih?" Tanya Nichol. "Balik lah, cape di sini. Sekalian bersihin baju yang kena jus mangga tadi." Katanya menyindir, namun tak mendapat balasan dari Nichol.

Nichol langsung memakai helmnya dan menaiki motornya, kemudian disusul oleh Ami. Tak lama, motor pun melesat, meninggalkan pekarangan sekolah.

*******

Dalam perjalanan, Ami nampak nyaman duduk di jok belakang. Sesekali ia memperhatikan Nichol yang tengah fokus menyetir dari kaca spion. Jujur saja, ada sesuatu yang mengelitik saat memperhatikan Nichol diam diam. Sesuatu yang sudah lama tak ia rasakan.

"Lo mau kemana sih sebenernya? Daritadi kita kayak cuma muter muter doang." Pertanyaan Nichol membuat Ami memalingkan wajah, takut ketahuan memperhatikan.

"Gue bilang kan mau pulang. Rumah gue emang jauh." Balas Ami dengan suara lantang agar terdengar.

Lihat selengkapnya