Saat siang menjelang, seorang perempuan masuk ke kamar Mei, berkulit putih dengan rambut tergerai dengan mata tidak terlalu sipit. Mei terbangun dan duduk dipinggiran ranjang ketika menerimanya masuk.
“Aku Bao Yu”: nama dalam bahasa Mandarin yang berarti mutiara, ia memang putih bersih seperti mutiara, dengan wajah kecil yang menarik, tapi memiliki suara tegas ketika berbicara.
“Aku juga istri dari ayahmu. Hari ini kami ingin bicara denganmu, dan ini penting Mei”, ujar perempuan itu sedikit menekan di kata-kata terakhir karena seperti sebuah harapan yang kuat. Mei sejenak terdiam mencerna kata-kata itu di kepalanya, sebelum akhirnya angkat bicara.
“Tapi aku belum siap bertemu kalian”, Mei berusaha menolak karena masih merasa lelah dengan semua kejadian yang belum lama menimpanya, ia juga mengkuatirkan sesuatu yang tidak bisa dilihat tapi terasa begitu kuat menggelayut di hatinya melihat gelagat Bao Yu, istri Salim yang secara tiba-tiba menemuinya. Terutama ketika ia memberi penekanan yang kuat didalam kata-katanya yang lembut tapi tajam menusuk seperti belati.
“Kami harus bicara denganmu, segera, jadi bersiaplah, dan temui kami di bawah”, ujar perempuan itu dengan sedikit tegas meminta, dan kali ini nadanya terdengar memaksa. Seolah diliputi rasa kesal melihat reaksi Mei yang berusaha menolaknya.
***
Mereka duduk berhadapan, di sebuah meja oval panjang, dengan sebuah teko berhias bunga lili putih dengan sulur-sulur melingkar hingga ke ujung teko, begitu juga dengan beberapa cangkir mungil di sampingnya dengan sulur bunga yang sama.
Perempuan yang bernama Bao Yu, bangkit dan menuang teh dari teko ke dalam cangkir lainnya, ketika Mei datang dan dipersilahkan duduk. Ia baru tahu jika, beberapa perempuan yang berada dihadapannya ternyata juga para istri Salim. Dan ibunya adalah istri pertama diantara mereka.
Dan Bao Yu, adalah istri kedua setelah ibunya, Yueyin.
“Mei, mereka ini juga istri-istri dari ayahmu, ini, Annchi,”dalam bahasa Mandarin berarti, seorang bidadari yang cantik.
“Dan ini Fang Yin,”seseorang yang anggun dan manis, Dan memang begitulah mereka adanya. Apalagi mereka istri seorang taipan kaya.
Mei membayangkan, ibunya juga seharusnya berhak ada diantara mereka, dan juga berhak tinggal di rumah ini, menikmati segala kekayaan dan kemakmuran yang dimiliki oleh suami dari ibunya itu.
Bahkan ia akan menjadi anak satu-satunya yang dimiliki Salim, meskipun bukan dari darah dagingnya, dan mungkin itu menjadi sebuah bencana dan petaka jika benar Mei tinggal bersama mereka. Tentu saja ini menyangkut soal harta-harta keluarga besar, terutama yang dimiliki Salim sebagai laki-laki satu-satunya yang paling berkuasa.
“Kami berharap Mei merasa nyaman selama tinggal disini, meskipun kami tahu kamu baru mengalami sesuatu yang buruk dan sulit. Kami bisa memahami itu, sehingga kami tidak mengganggumu selama beberapa hari kemarin. Tapi saat ini kami perlu bicara, sesuatu yang penting”. Kali ini Bao Yu, sebagai juru bicara diantara istri lainnya yang lebih muda.
Salim, diseberangnya tidak bereaksi apa-apa, selain diam, menerawang menyapu pandangan ke seisi ruangan, lalu menunduk jika Mei berusaha melihat kearahnya, seolah meminta penjelasan, ada apa sebenarnya.
Tindakan Salim itu langsung membuat Mei, seperti tersadar dan mengingat kembali ucapan ibunya.