Meski Chao tidak ada di rumah, Xixi sendirian di kamar, dan beberapa kali Mei turun naik melalui tangga ke dapur, sekalipun ia tidak berpapasan dengan Xixi. Xixi berdiam diri di kamar dan akan turun jika Mei baru saja naik ke kamar, seolah bergantian dan telah diatur waktunya, Xixi biasanya mengambil beberapa makanan ringan, roti dan minuman dingin bersoda yang tersimpan dalam kulkas.
Hingga menjelang siang ketukan suara sandal Xixi di tangga tidak pernah terdengar, mungkin ia tertidur dalam kamarnya yang tertutup kala Chao pergi.
Mei baru saja akan menuruni tangga ketika suara ketukan itu mengusik suasana tenang di rumah. Beberapa kali ketukan berbunyi, kemudian berhenti hingga beberapa kali berulang.
“Spada!, Spada!”, suara seorang laki-laki sedikit terdengar nyaring dari pintu depan. Mei memang sedang hendak ke dapur, sehingga ia langsung bergerak cepat menuju pintu setelah sebelumnya mengintip dari sisi tirai, sementara Xixi sedang di kamarnya seperti biasa membiarkan Mei yang menerima tamu itu. Mungkin hanya gempa yang bisa membuatnya turun saat pagi hari ketika Chao sedang tidak ada di rumah pikir Mei. Karena Xixi sama sekali tidak mau bertemu langsung dengan Mei, setidaknya hingga saat ini.
Mei mengembalikan sisi vitrase yang ditariknya, memastikan sekali lagi dari sudut jendela sambil mengingat-ingat apakah ia mengenal tamunya, kali ini sambil memutar anak kunci. Seorang laki-laki baya yang terlihat kurus, berdiri membelakangi pintu menunggu Mei membukanya, setelah ia mendengar langkah Mei mendekat dan menjawab salam itu.
Dan sebelum Mei bertanya, ia telah lebih dulu menjelaskan tujuannya, “Aku ingin bertemu Xixi,” katanya langsung ke tujuannya, tanpa berbasa-basi.
“Aku kenalan pamannya yang bekerja di bank, dan aku mendapat titipan pesan yang harus aku sampaikan langsung kepadanya”, lanjutnya. Mei seperti terpaku sehingga lupa mempersilahkan masuk. Barulah ketika ia memohon agar diperbolehkan masuk, Mei tersadar dari sikapnya. Dan langsung meminta maaf sambil mempersilahkannya duduk.
Dan untuk pertama kalinya, Mei ke kamar Xixi, mengetuknya dan memintanya keluar. Mengabari seseorang ingin bertemu dengannya. Xixi yang sedang berbaring setengah terlonjak, terkejut karena untuk pertama kalinya ia mendengar Mei memanggilnya.
Xixi langsung turun perlahan, sambil matanya memperhatikan wajah tamu yang ingin menemuinya dari atas tangga, karena ia merasa tidak mengenalnya sama sekali.
“Jadi kamu tidak mengenalnya?”, Mei keheranan karena tamu itu merasa yakin jika Xixi pernah bertemu dengannya dan Xixi pasti mengenalnya. Sementara Xixi sendiri merasa sama sekali tidak tahu. Dan mereka berdua turun.
Laki-laki itu mengenalkan diri sebagai petugas bank yang sering diminta pamannya, untuk mengambil langsung tagihan ke rumah. Menurutnya beberapa kali ketika ke rumah ia melihat Xixi disana.
Meskipun mungkin Xixi tidak memperhatikannya. Sehingga, baik menurut Mei maupun juga Xixi, laki-laki ini menjadi begitu misterius. Karena ia yang bersikeras terus menjelaskan, sementara ia hampir melupakan tujuan utamanya tentang pesan itu. Dan bisa saja ia mengaku-aku, karena Xixi juga tidak mengenalnya. Sementara Chao sudah pergi ke kantor pagi-pagi sekali, dan tidak bisa dikonfirmasi, apakah ia juga mengenalnya.
Mei membiarkan mereka berdua bicara, sementara ia masuk kedalam mengambil dua cangkir dan sepoci teh yang tadi pagi baru diseduhnya dan masih sedikit hangat. Kemudian ikut duduk bersama mereka. Ia mengatakan jika ia mendapatkan alamat itu dari Chao, katanya ia harus menyampaikan sendiri pesan dari mendiang pamannya, meskipun menurutnya ia bisa saja menitipkan surat kepada Chao.
“Tapi aku sama sekali tidak mengenalmu”, ujar Xixi masih kebingungan.