TEDUH DALAM BARA Dua Perempuan Dari Teluk Naga

Hans Wysiwyg
Chapter #17

Jangan Terpancing Muslihat

Sejak memasuki awal April udara terasa masih terasa hangat namun mulai berangin, meski angin muson barat menjelang berakhir, dan mulai membawa udara sejuk menggantikan hawa panas bulan-bulan sebelumnya memasuki musim penghujan penuh di bulan berakhiran "ber" yang kini sudah tak teratur lagi, bahkan perubahan cuaca telah mulai terasa sejak bulan Mei hingga memasuki tahun Imlek berikutnya. 

Bunga-bunga akasia kuning yang berguguran memenuhi hamparan jalanan di depan rumah Mei menjadikannya seperti permadani tebal. Sebagiannya masuk kehalaman, menciptakan paduan hijau rerumputan grinting berdaun tebal dan bunga-bunga kecil lembut berwarna kuning. Mei sering hanya melihatnya dari jendela, karena sari bunga akasia, sering membuat flunya kambuh, apalagi di musim angin muson seperti sekarang ini.

Menjelang sore, angin terasa makin kencang, Mei untuk pertama kalinya duduk berdua dengan Xixi, di ruang tamu. Mei menyeduh teh herbal yang bisa membantunya menghangatkan tenggorokan, dan meminumnya berdua dengan Xixi yang terlihat gelisah.

Mei bisa memahaminya kebingungan XiXi sebagai sebuah pesan, bahwa Xixi pada dasarnya tidak menyetujui keberadaan surat wasiat misterius itu. Meskipun awalnya Xixia merasa kehadiran Chao sebagai sebuah sebuah keberuntungan karena menyelamatkannya pada saat yang tepat, namun saat ini ia bisa merasakannya sebagai sesuatu yang lain, sebuah tekanan.

“Kita harus memikirkannya dengan cerdas,” ujar Mei membuka percakapan.

“Menurutku kamu harus bersabar untuk tidak menyerahkan surat itu kepada suamiku”, kata Mei menggunakan kata terakhir untuk menegaskan bahwa, surat itu akan berdampak pada suaminya, bukan hanya laki-laki yang dikenal Xixi sebagai saudara jauhnya. Jika langsung diserahkan pada Chao.

Tentu saja Chao akan menerima pesan itu dengan senang hati, bagaimana bisa ia menolak gadis secantik Xixi, ditambah simpanan uang yang begitu besar dibelakangnya.

Apalagi Mei merasa bahwa Chao sebenarnya telah muak dengan keberadaannya, meskipun ia tidak pernah mengatakannya secara langsung, apalagi setelah kematian puteranya kemarin. Mei merasakan gelagatnya di balik kebaikan Chao kepada Xixi.

Mei mengingatkan Xixi, agar kebersamaan mereka seperti saat ini harus disamarkan, mereka tidak boleh terlihat akrab setelah sebelumnya terlihat seperti kucing dan tikus. Xixi juga harus menjaga jarak lebih aman dengan Chao, termasuk dengan mengunci kamar jika ia tidur di kamarnya. Begitu juga jika mereka terpaksa harus makan bersama Chao di meja makan, mereka harus terlihat seolah masih canggung seperti enggan dan masih bermusuhan.

Mereka akan mencoba melihat batas kesabaran rasa penasaran Chao, jika seperti dugaan mereka, bahwa surat wasiat misterius itu memang direncanakan oleh Chao. Mei berani mengatakan ini semua, karena nalurinya melihat gelagat kebingungan Xixi, sebagai korban.

Lihat selengkapnya