“Kita harus segera bertemu dengan Chang, laki-laki pengantar surat itu secepatnya “ Mei mengatakannya setelah memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk mulai membereskan urusan itu, berkejaran dengan waktu kepulangan Chao yang masih beberapa hari lagi.
“Kita harus mencegahnya bergerak terlebih dahulu menghubungi Chao, karena itu sangat berbahaya. Dan foto-foto itu akan menjadi bukti untuk membungkamnya. Jika tidak, ia akan ikut didakwa berkomplot membantu penipuan uang dan orang”.
“Kita harus membereskannya terlebih dulu sebelum melangkah mengatasi Chao, karena ini menyangkut hidup dan mati kita.”, begitu keyakinan terburuk Mei yang bisa terjadi. Xixi adalah harta karun, keuntungan tidak terduga bagi Chao, karena tidak hanya akan mendapatkan dana perwalian yang jumlahnya material, tapi juga akan mendapatkan gadis muda secantik Xixi. Dan mudah bagi seorang Chao untuk menyingkirkan Mei setelah tiga kali kegagalan memberinya anak sebagai alasannya.
Mei selalu bisa merasakan bagaimana Chao mengabaikannya setelah serangan-serangan kekerasan terhadapnya. Tidak itu saja, ia bahkan mengancamnya akan melakukan kekerasan lebih berbahaya jika Mei membeberkan kekerasan yang dialaminya. Dalam situasi ketika tidak ada seorangpun yang diharapkan bisa memberinya bantuan Mei merasa tersudut dan tidak bisa berkutik.
Padahal dulu ia berjuang begitu keras untuk bisa mencintai Chao dengan berbagai cara. Setelah salim ayahnya membuangnya, satu-satunya harapan yang bisa Mei miliki hanya dari Chao yang dengan segala keterpaksaan berusaha dicintai dengan mati-matian. Namun dengan kekerasan yang diterimanya sekarang, bahkan untuk keluar dari jerat itu Mei nyaris tidak berdaya. Kini ia tidak memiliki siapapun jika ia memutuskan untuk meminta cerai dari suaminya agar bisa terbebas dari semua belenggu.
Mei masih bisa merasakan ketika hatinya mulai runtuh, dengan semua perhatian dan kasih sayang Chao yang selalu berusaha diberikannya. Tapi seperti yang diduga Mei sebelumnya, semuanya itu hanya sebentuk modus untuk bisa mendapatkan Mei. Apalagi diawal perkawinan yang dipaksakan, berkali-kali Mei meminta kepada Chao untuk dikembalikan kepada Salim ayahnya. Satu-satunya pikirannya ketika itu hanya ingin menjumpai Paman dan bibinya kerabat Salim yang selama ini membantu merawatnya Mei dan Yueyin ibunya.
Hanya sebulan saja Mei menerima perlakuan terbaik dari Chao, dan setelah ia mendapatkan semuanya, Chao kembali menjadi monster yang menakutkan bagi Mei. Dan kini Chao menjadi lebih mengerikan.
Ia bisa melihat bagaimana Chao berusaha menggunakan modus yang sama untuk bisa mendapatkan Xixi, persis apa yang dialaminya dulu. Hanya saja sekarang lebih menyakitkan karena Chao melakukannya tepat berada di hadapan Mei yang masih berstatus sebagai istrinya. Chao bahkan memasukkan "mangsanya" itu ke sarangnya untuk disergap. Mei mengetahui dengan persis sehingga kali ini ia tidak mau hal buruk yang pernah dialaminya juga akan dialami Xixi.
"Anggap saja rumahmu sendiri" ketika Chao mengatakan itu pada saat ia membawa Xixi pertama kali ke rumah ini, Mei merasakan seperti hendak di buang. Meskipun ia sama sekali tak mengetahui rencana Chao pda awalnya, namun nalurinya sebagai seorang perempuan bisa melihat gelagat itu sebagai sebuah cara untuk menyingkirkannya. Semua peristiwa berkelindan dalam pikiran Mei.
Ketika Hong palsu tiba-tiba muncul mengaku sebagai teman pamannya, surat aneh yang bahkan Xixi sendiri merasa bingung ketika mengetahuinya menjadi sebuah potongan puzzle yang akhirnya bisa mengarahkan Mei pada satu titik untuk bisa memahami apa skenario jahat yang sedang direncanakan Chao terhadapnya, juga terhadap Xixi yang awalnya Mei anggap sebagai seteru yang akan merebut Chao darinya.
Tapi semua kejadian-kejadian itu membuatnya bersyukur bisa mengetahui sebuah kejahatan tersembunyi, dan berdua dengan Xixi kini ia merasa memiliki harapan untuk bisa bertahan dan hidup, setelah jalan buntu dan kekuatiran tak bisa lepas dari Chao.
Padahal Mei pernah merencanakan untuk menyerang Xixi, ketika ia melihat ia bersama Chao mencoba berkhianat di dalam rumahnya sendiri, dihadapannya. Ketika Xixi dan Chao bersama dalam satu kamar. Tapi ketika ia mengetahui sendiri dari Xixi, bahwa ia juga berada dibawah ancaman dan tekanan Chao secara halus, Mei menarik kembali semua pikiran buruknya terhadap Xixi dan berubah menjadi rasa kasihan.
Xixi juga berada dalam posisi sepertinya dulu, meskipun Xixi lebih beruntung memiliki harta yang bisa digunakannya untuk bertahan. Ia kini juga memiliki Jinxiang yang bersedia berkorban untuknya.
Hanya soal waktu saja Xixi bisa terlepas dari jerat ini. Apalagi jika Mei dan Xixi mau berterus terang soal rencana Chao untuk menipu Xixi dan berusaha mengincarnya menjadi istrinya hanya demi alasan agar bisa mendapatkan harta dan tentu saja bonus, seorang istri baru secantik Xixi.
“Xi, Ini saatnya kita berterus terang kepada Jinxiang”, ujar Mei. Kali ini tidak hanya ingin meneleponnya, tapi harus menemuinya langsung di kafe biasa. Ini sebuah rencana besar dan juga berisiko, Mei tak mau bermain-main dengan bahaya.
“Ia akan tahu semuanya!, ujar Xixi cemas
“Sudah waktunya, kita tak punya pilihan” Xixi hanya diam melihat Mei menelepon Jinxiang.
[Kita harus ketemu sekarang, ujar Mei suaranya tegas seperti mendesak Jinxiang.]
[Harus sekarang? Suara Jinxiang diseberang telepon sedikit berisik karena suasana kantor yang sibuk. Apa acaranya tidak bisa ditunda, Jinxiang mencoba bercanda].
[Jangan main-main jika tak mau kehilangan Xixi, datanglah!, Mei menutup telepon sebelum Jinxiang menjawabnya. Jinxiang sudah mulai memahami “calon kakak iparnya” jadi ia tak menganggapnya serius caranya menutup telpon yang tiba-tiba atau nada ancaman dalam kata-katanya].
“Apakah kita memang harus menjebak Mr.Hong palsu?” Xixi masih ragu-ragu kuatir mereka tak bisa melakukannya. Ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju kafe.
“Ini satu-satunya peluang, saat hari jadwal Hong mengantar paket. Jika terlambat kita terpaksa harus menunggunya paling tidak dua hari lagi. Itu artinya waktu makin sempit sebelum kepulangan Chao. Jangan sampai Hong palsu membocorkan temuannya dan itu berbahaya untuk keselamatan kita, karena bisa saja Chao merencanakan sesuatu untuk menggagalkannya.”
“Kak Mei yakin?”,
“Harus!”, jawabnya singkat. Mei terlihat gelisah, berdiri melihat sekeliling tak sabar menunggu Jinxiang datang. Yang dicari justru muncul dari arah belakang, karena ternyata Jinxiang memarkirkan di sisi kiri kafe dengan posisi mobil menghadap kearah luar, agar mudah saat keluar dari barisan parkir yang biasanya padat.
“Ada yang kangen ya” ujar Jinxiang mengagetkan Xixi dan Mei.
“Lagi serius nih!” celetuk Xixi dengan wajah yang dibuat-buat marah. Sementara Mei langsung mendorong kursi untuk Jinxiang.
“Aku perlu bantuanmu lagi, mungkin nanti juga bisa minta tolong Han” ujar Mei langsung ke titik pembicaraan begitu dilihatnya Jinxiang sudah mengambil posisi di kursinya.
“Setidaknya biarkan aku bernafas dulu” Jinxiang mencoba membuat Mei rileks.
“Aku perlu tahu ujung pangkal masalahnya”, lanjutnya.
Mei menarik kursinya mendekat agar ia bisa berbicara dengan suara normal, tanpa harus berbisik.
“Masih ingat dengan pembicaraan awal soal Xixi dan Mr. Hong alias Chang?” Mei memulainya dengan pertanyaan seolah sedang menginterogasi Jinxiang.
Jinxiang mencoba mengingat sejenak. “Lalu?”
“Sebenarnya ada soal genting dan berbahaya yang sedang terjadi. Dan, risikonya bisa mengancam “calon istrimu” Xixi.” Lanjut Mei. Xixi yang melamun mendadak menemukan moodnya ketika namanya disebut dan disangkutpautkan dengan “istri” dan “Jinxiang”. Ini pasti menarik, pikirnya dan mulai ikut nimbrung dalam pembicaraan serius.
“Sebenarnya semua berkaitan. Mr. Hong, harta warisan Xixi, dan juga suamiku” jelas Mei tegas.