“Ada saat-saat ketika aku berpikir untuk menyerah,” Mei mengakuinya dengan suara serak saat mereka berkumpul di ruang tengah yang hangat di rumah harapan.
“Namun, di saat-saat itu, bayangan ibu selalu hadir, seolah berbisik bahwa kita harus terus hidup, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi untuk mereka yang tidak memiliki suara, yang tidak bisa lagi bertahan.”
Xixi yang duduk di sampingnya menggenggam tangan Mei dengan lembut, memberinya kekuatan. Dia memahami sepenuhnya apa yang Mei rasakan, karena mereka berdua telah melalui perjalanan yang berat untuk sampai di titik ini. Xixi, yang dulunya hanyalah gadis yang kehilangan arah, kini menemukan tujuan dalam membantu sesama.
Dengan suaranya yang tenang, dia menambahkan, “Setiap luka yang kita miliki adalah pengingat bahwa kita pernah jatuh, tapi juga bahwa kita pernah bangkit. Rumah ini adalah bukti bahwa kita bisa memilih untuk bangkit.”
Mei tiba-tiba teringat potongan syair dari penyair terkenal, Lang Leav, seolah menjadi gema dari kehidupan mereka yang penuh perjuangan, "There is a light within you, brighter than the sun. When all around you is darkness, just remember to turn it on." [Ada cahaya di dalam dirimu, lebih terang dari matahari. Ketika di sekelilingmu gelap, ingatlah untuk menyalakannya].