Teduh Dalam Bara

hanif sofyan
Chapter #1

Chapter #1 Semua Bermula Disini

Prolog, Semua Bermula Disini!

Asap mengepul, membumbung dari bangunan dan mobil-mobil yang dibakar para penjarah yang makin liar dan beringas. Paramedis yang kelelahan, dan sepasukan polisi-polisi muda tak berkutik diantara korban yang bergeletakan, menjerit setelah serangkaian serangan. Para jurnalis bergerak seperti pasukan khusus, masuk ke dalam barisan para penjarah, menghamburkan beratus-ratus jepretan, seperti bombardir tembakan yang membuat para penjarah brutal merasa jengah dan urung bertindak anarkis di depan mata kamera.

Di bagian lain blok pertokoan tanpa penjagaan, serombongan laki-laki merangsek, menggedor pintu rolling door toko, membongkar kunci-kunci dengan batang-batang besi dari potongan portal jalan yang berada tepat di depan toko. Yueyin sendirian di dalam tokonya, bajunya semakin basah dengan keringat, karena perasaan cemas, takut, dan panik, yang membuatnya tak punya pilihan selain memilih bersembunyi setelah mengunci gerbang tokonya. Tapi penjarah yang kalap terus memaksa mendobraknya. Yueyin yang panik berlari cepat ke ruang atas, melemparkan semua benda untuk menahannya dan memberinya waktu menyembunyikan diri sebelum akhirnya para penjarah menjebol tokonya. Mereka berhamburan seperti air sungai lepas dari bendungan yang diterjang bandang, masuk ke setiap ruangan, menarik apapun barang berharga. Seorang laki-laki memilih berlari ke lantai atas, mendobrak pintu, dan menemukannya meringkuk bersimpuh ketakutan hanya mengenakan baju tidur di pojok balkon dengan nafas tersenggal terserang panik.

Tepat di seberang balkon tokonya, api mulai berkobar, Julian tetangga depan tokonya berteriak histeris saat kobaran api membumbung melahap tokonya. Tak ada jalan keluar dari lantai empat tokonya, Yueyin menyaksikan sendiri, Julian nekat melompat dan jatuh tepat di atas mobil yang tengah dibakar massa. Kejadian itu membuat dunia tiba-tiba seperti berputar di kepalanya, dan setelahnya Yueyin tak mengingat apapun.

Suara gaung deru sirine ambulan memecah kerumunan kawanan serigala penjarah yang menggila di depan toko yang teralinya telah dibongkar paksa, menahan para penjarah membakarnya, memaksa berhenti tepat di depan pintu untuk menghalau kerumunan. Menarik pintu bagasi ambulan, menurunkan brankar lipat, berlari ke lantai atas dengan bergegas ke arah teriakan para korban yang berteriak dari atas bangunan dengan luka berdarah-darah. Petugas membiarkan mayat yang tergeletak setelah seluruh kekacauan meledak di jalanan kawasan Klender yang dipenuhi bangunan-bangunan toko dengan pintu-pintu rollingdoor dan kaca-kaca pecah yang berhamburan. Dan di ujung bangunan depan, penembak jitu mengawasi, bersiap membidik para perusuh kalap.

***

 Di lorong bangsal rumah sakit yang dipenuhi para korban, Yueyin sendirian. Pikirannya berkecamuk, kesadarannya baru pulih dan merasakan sesuatu yang buruk baru saja menimpanya. Pakaiannya compang-camping, dan tangannya berlumur darah mengering. Nyeri denyut di tubuh bagian bawah ditahan sekuatnya. Setidaknya brankas-brankas itu telah membuat para penjarah membiarkannya tetap hidup hingga sekarang.

 

***


Tujuh belas tahun kemudian

Chapter #1 Penjara Gunung

Hidup gadis itu memang tidak pernah bisa lepas dari gunung, hutan pinus jarum, jurang, dan sungai di sisi timur rumah yang menghadap matahari, hingga waktu yang ia sendiri tidak tahu entah sampai kapan. Ini seperti hukuman tanpa batas waktu, mungkin sampai mati.

Di tahun keenambelasnya pun, ia masih terkurung disana karena kesalahan masa lalu yang tidak pernah dilakukannya!. Ia menyadari sebutan penjara itu, ketika mendengar Yueyin, ibunya ribut karena merasa dibuang dari semua kehidupan normal, yang pernah menjadi haknya, setelah kerusuhan melemparnya ke titik paling rendah dalam hidupnya.

***

Hamparan padang rumput di lereng pinggiran jurang itu luas sekali. Meilani--Mei yang berdiri di atas tumpukan kayu bakar dari kayu pinus di batas pagar rumah paling tinggi, bisa melihat punggung bukit di kejauhan diselimuti rumput grinting hijau berdaun lebar yang berkilau dipagi hari dengan pucuk dipenuhi tetes embun. Diantara kaki pohon-pohon randu muda yang berjajar rapat.

Sudah enam kali Mei bolak-balik tidak sabar menunggu burung-burung pipit berhamburan dari ilalang, pertanda Salim datang. Hari Sabtu, minggu kedua dan keempat, menjadi hari kunjungan Salim yang paling ditunggu Mei. Laki-laki yang selalu Mei sebut sebagai ayah kesayangan, padahal ia juga yang telah menjebloskannya ke penjara, tempat Mei dan Yueyin-ibunya berada sekarang ini.

Mei sudah berusia dua belas tahun saat pertama kali mendengar ibunya, selalu berteriak menyebut rumah mereka sebagai penjara saat bersungut-sungut kesal, apalagi saat alzeimer-nya kumat, tapi Mei tidak pernah tahu mengapa ibunya selalu memaki dengan umpatan begitu.

Lihat selengkapnya