Kehebohan langsung menyeruak di rumah keluarga besar Salim.
“Yueyin hamil? Bagaimana bisa!”
“Memangnya selama sepuluh tahun pernikahan, kamu tak pernah menyentuhnya? Sampai harus menunggu orang lain yang menghamilinya?. Astaga Lim!” Meilan, kakak tertua Salim, tak sanggup menahan ledakan amarahnya ketika mendengar kabar kehamilan Yueyin setelah dirudapaksa penjarah di ruko mereka.
“Kamu selalu bilang, everything is okay, kamu sehat, tidak mandul. Ingat! Tak ada satu pun riwayat keluarga kita yang terindikasi mandul. Kamu lihat, Lim, aku, adikmu, kakak-kakakmu yang lain, saudara dari Ibu dan Ayah, semuanya masing-masing punya paling tidak dua anak. Bagaimana mungkin kamu menjadi satu-satunya yang keluar dari jalur? Ibu jelas-jelas perempuan subur. Ini benar-benar memalukan!”
Kemarahannya beruntun, mulutnya terus menyerocos tanpa henti. Sementara Salim sama sekali tak berkutik, hanya menunduk menunggu satu hal penting yang dikuatirkannya—keputusan keluarga besarnya.
“Jadi bagaimana ini?” tanya Meilan akhirnya kepada semua anggota keluarga yang hadir.
Tak ada jawaban atau sangkalan. Semuanya terdiam. Sudah menjadi kebiasaan, jika Meilan sudah berbicara, tak ada satu pun dari keluarga besar Salim yang berani menyela, apalagi melawannya. Apalagi ini sebuah keputusan yang sulit.
“Kita harus memilih, dua pilihan yang sama-sama sulit—membuang ibunya atau membunuh bayinya!”