Hari-hari di sekolah tak pernah terasa menyenangkan bagi Raka. Di ruang kelas, ia duduk di pojok paling belakang selalu sendiri, selalu diam. Bangkunya tak pernah didatangi siapa pun, kecuali guru yang sekadar memeriksa buku tugas. Anak-anak lain sibuk bercanda, tertawa, saling bertukar cerita tentang ayah mereka yang baru pulang kerja atau ibu mereka yang memasak makanan kesukaan. Raka hanya bisa menunduk, pura-pura mencoret-coret kertas kosong agar tak terlihat kesepiannya.
Pernah suatu hari, ia berani mencoba mendekati seorang teman. Namanya Rino, anak yang ramah dan pintar menggambar. Raka menawarkan bekalnya nasi goreng sisa semalam yang dipanaskan neneknya pagi-pagi buta. Tapi Rino hanya tertawa kecil dan menjauh.
"Makasih ya, tapi aku udah bawa bekal. Lagian… itu kan nasi kemarin,” ucapnya, tanpa niat jahat, tapi cukup menyayat hati Raka.
Sejak saat itu, Raka tidak pernah mencoba lagi.