TEGAR

Blogky
Chapter #1

Prolog

Langkah kaki membawaku sampai disini, sebuah tempat yang tak asing. Tempat yang pada masanya sering ku kunjungi. Namun, kali ini aku datang sebagai orang asing. Menghampiri beberapa orang yang sudah menduduki posisinya, terlihat saling melemparkan canda. Hingga ada yang menyadari kehadiran ku, kulemparkan senyum kepada mereka seraya mengangkat tangan pertanda menyapa.

“Sya sini, kok baru datang sih. Kami udah nungguin tau” ucap seorang teman saat aku sudah berada di dekat mereka 

Sorry” ucap ku sembari melempar senyum.

Ku lihat wajah mereka yang sedikit mulai berubah. Wajar saja, sudah tiga tahun kami tak pernah bertemu. Setelah menarik kursi dan duduk, percakapan demi percakapan mulai mengalir begitu saja. Menceritakan semua kejadian lucu yang pernah terjadi semasa SMP. Ya, kami sudah saling mengenal dari awal masuk SMP. Hingga akhirnya terpisah sewaktu masuk SMA.

Guys maaf banget aku telat, pasti pada rindu ni sama aku” seolah semua perhatian menjadi tertuju padanya. Kami semua melihat ke arahnya, tanpa ada respons. Menatap sosok lelaki, yang sangat tidak asing bagi ku. Lelaki paling jail, usil, sekaligus menyebalkan yang pernah aku kenal semasa SMP. Seolah waktu berputar kembali, mengingatkan ku tentang sebuah perkenalan yang tak mudah tuk dilupakan. Ditariknya kursi kosong yang tepat berada di samping ku, dengan sorot matanya yang mengarah padaku, bola mata kami bertemu.

“Sya...,lo Nesya Kyara kan?” tanyanya memastikan.

Aku mengangguk

“Akhirnya lo bisa ikut mengumpul juga, menghilang ke mana aja lo selama ini?”

“Gak menghilang kok, masih di muka bumi juga. Tapi, memang gak muncul aja”

Iya memutar matanya “kirain udah pindah ke planet lain”

“Ar, kamu juga satu. Tiap kumpul begini, pasti paling terakhir datang”

kenalkan nama dia Ardian, si cowok usil. Ternyata kebiasaan dia dari dulu tetap gak berubah, masih sama, si tukang telat.

“Memang gitu, pahlawan pasti datang terakhir” dan tentunya dengan alasan anehnya.

“Pahlawan kok kesiangan” sontak kami semua terlawa dibuatnya. Dia tetap saja tak berubah, masih sama seperti yang dulu.

“Eh, gimana ni rencana kuliah kalian? Mau kuliah di mana?” ini adalah sesi pembicaraan yang paling tak ku harapkan. Pembicaraan yang pastinya akan terdengar memuakkan. Dan sekarang, rasanya aku menyesal telah menerima undangan mereka untuk berkumpul disini.

Lihat selengkapnya