TEGURAN MISTERIUS

Virgorini Dwi Fatayati
Chapter #11

Terungkap


Aku mencari Adho sampai ke dapur atas, yaitu dapur ibu-ibu. Adho tadi bilang mau coba-coba mengikuti jejakku dan Adib belakangan ini. Anehnya yang kudapati hanyalah Mak Ipah yang sedang termangu di depan tungku yang apinya menyala dengan nyalang. Kedua tangan mak Ipah bergerak dengan lincah bergantian, sesekali mengaduk di atas wajan besar, dan sesekali pula membetulkan letak potongan kayu di dalam tungku, anehnya raut mak Ipah berbeda. Mata lamurnya memandang wajan dengan muram, tangan keriputnya nampak bergairah, namun aku merasa ada dendam di sana, seolah mak Ipah tengah meleburkan segala amarah dengan aksinya itu. Saking asyiknya memperhatikan mak Ipah, aku sampai tidak tahu kalau mak Ipah sudah menyadari kehadiranku.

"Cari apa? Makan?" Tanyanya sambil mengeluarkan arang dari kumpulan kayu yang sudah terbakar lalu mematikan baranya.

"Sudah kecokelatan ini, sudah matang," ujar mak Ipah sambil mengaduk isi wajan dengan puas.

"Apa itu, Mak?"

"Jagung, tinggal ditumbuk, sudah bisa dimakan untuk cemilan." Aku mengintip isi wajan, nampak di sana sesuatu yang baru pertama kali ini kulihat, yakni kumpulan jagung yang sudah kecokelatan akibat proses sangrai.

"Dari mana, Mak? Beli di pasar?"

"Biasa, ada hamba Allah yang ingin berbagi."

Mak Ipah lalu meninggalkan dapur, masih dapat kulihat keringat yang membanjiri wajahnya. Kerudungnya juga setengah basah. Aku mengikutinya dari belakang, rupanya mak Ipah menuju gazebo lalu duduk di bangku.

"Masya Allah meni sejuk, tadi meni panas pisan," katanya entah padaku, entah bicara pada dirinya sendiri. Aku duduk di hadapannya.

"Kenapa pula harus ada jagung itu," ucap Mak Ipah beberapa saat kemudian, seolah mengeluh.

"Jagungnya punya salah apa, Mak?" Mak Ipah menoleh cepat padaku.

"Bocah kecil mau tahu saja," sahutnya setengah kesal. Aku nyengir.

"Mak Ipah semangat sekali tadi sangrai jagungnya, tenaganya seperti sedang berlipat-lipat kekuatannya." Mak Ipah menarik napas lelah.

Meluncur juga akhirnya kisah mak Ipah, yang dilakukannya tadi bukan sedang menyangrai jagung, melainkan menyangrai kenangan. Bukan jagungnya yang salah, ataupun kenangannya, karena keduanya tidak pernah menyakiti. Namun takdir jua yang seolah mengkhianati.

Lihat selengkapnya