TEGURAN MISTERIUS

Virgorini Dwi Fatayati
Chapter #13

Misteri Hana

Sudah sepekan ini anak perempuan mak Atang berkunjung ke pondok pesantren kami. Informasi yang kudapat mak Atang punya lima anak, semuanya bekerja, berkeluarga dan tinggal di beberapa kota yang berbeda, kecuali anak perempuan satu-satunya yaitu si bungsu. Berarti yang berkunjung anak mak Atang yang terkecil, pantas saja usianya sepertinya masih sangat muda, mungkin masih pertengahan kepala dua. Bahkan kelihatannya mak Atang terlalu tua untuk jadi ibunya.

 

Semula kukira ceu Salma ini datang bersama suaminya, namun rupanya hanya berdua dengan sang buah hati. Anak perempuannya itu masih berumur empat tahun, gemuk, ceriwis, lincah dan sangat ramah. Setiap bertemu orang pasti sepasang matanya berbinar sambil menyapa kemudian cium tangan. Yah, meskipun adik perempuanku istimewa, namun aku berharap kelak dia bisa semenggemaskan Raihana atau Hana, panggilan sayang putri ceu Salma.

Sore ini kulihat ceu Salma sudah rapi bersama anaknya di teras depan, sebuah koper dan tas tenteng berukuran sedang berada di samping ceu Salma yang sedang jongkok di depan Hana. Wajah lucu dengan mata bulat itu mengeras, bersiap melengkingkan jeritan. Aku tidak tahu penyebab gadis kecil itu bersikap demikian. Para nini juga ada di sekitar mereka, aku penasaran juga.

Entah mengapa pula sepertinya ceu Salma terlihat tidak sabar, dengan cepat dia meraih dan membekap wajah Hana di dadanya, kulihat Hana menggelinjang-gelinjang ingin melepaskan diri.

"Sudah, jangan memaksa begitu!" Mak Atang mengambil tindakan, ditariknya tubuh Hana ke pelukannya.

"Masak mau di sini selamanya?" Tanya ceu Salma setengah membentak.

"Hayuk, keburu malam nanti sampai rumah!" Namun gadis kecil itu malah semakin kuat menggelengkan kepalanya.

"Mau di sini saja, di sana tidak ada yang mau berteman sama Hana." Dia memeluk mak Atang semakin erat. Ceu Salma menarik napasnya berat. Lalu duduk di bangku teras, pandangannya lurus ke depan.

Mak Atang mengusap kepala Hana penuh sayang.

"Dia bukan hanya butuh teman bermain, namun dia merasa tidak pernah diterima di tempatnya lahir dan tumbuh," ujar Mak Atang.

"Bukan dia merasa, Mak, tapi memang itulah yang terjadi, kami tidak diterima di kampung halamanku sendiri, mereka selalu memandang sinis padaku yang seorang janda, dan tidak mau menerima Hana padahal dia yatim," tercekat suara ceu Salma.

"Berarti di sini tempat yang tepat untuknya, dia berhak bahagia seperti anak-anak yang lainnya," kali ini Ni Jamilah menanggapi. Ceu Salma menatap Hana, lalu ke arah para nini seolah menguatkan keputusannya.

"Sudah, jangan nangis lagi, kita akan tinggal di sini sama nini sampai kau bosan," ujar ceu Salma yang disambut jerit kesenangan oleh Hana.

Aku lalu berlalu dari hadapan mereka, sore ini melelahkan hingga rasanya ingin langsung pulang saja.

Lihat selengkapnya