Pagi ini adalah pagi terburuk yang pernah Ale alami. Dia terbangun dengan mata bengkak dan sembab, serta adanya lingkaran hitam di sekitarnya. Wajah Ale kusut. Penampilannya berantakan dengan rambut yang terlihat habis disambar petir. Dia terlihat seperti zombi yang baru saja dibangkitkan.
Jangan ditanya kenapa Ale terbangun dengan kondisi seperti itu, semuanya disebabkan oleh CINTA.
"Cebol! Psst ... Cebol Gila!" Ale menghentakkan kakinya. Dia mengeram.
Sudah sepuluh menit Ale bersembunyi di balik tembok bercat hitam. Tembok sebuah toko pakaian bermerek di salah satu mal besar di Jakarta. Berdiri dengan sebagian kepala menyembul keluar, sedangkan sisa bagian tubuhnya dibiarkan tak terlihat.
Ale sengaja mengintip seseorang yang sedang mondar-mandir di dalam toko. Memilah-milih pakaian sesuka hati di kala para penjaga toko itu tak melihatnya. Untung tidak terlihat. Coba sekali saja ketahuan, bisa-bisa para perempuan itu jatuh pingsan melihat baju-baju yang berterbangan sendiri.
"Cebol Gila!" Ale masih berusaha memanggil orang itu dengan nada sepelan mungkin. Ya, bisikan saja sudah cukup. Bahkan, jika Ale melakukan panggilan lewat telepati, orang itu masih bisa mendengarnya.
Ale mencak-mencak. Mulai tak sabar. Apalagi orang yang dipanggil 'Cebol' itu malah mengambil satu setel pakaian, kemudian berjalan dengan santai keluar dari toko. Astaga!
"Lo gila yah? Kenapa dibawa ke sini bajunya, Cinta?" Ale hampir saja mengamuk andai dia tidak ingat sedang berada di tempat umum.
Cebol alias Cinta, hanya nyengir kuda dengan memasang ekspresi wajah tanpa dosa. "Beliin ya, Ale-aleku sayang. Abang ganteng tunggu di rumah."
Setelahnya, Ale ditinggal Cinta begitu saja. Tanpa pamit. Tanpa penjelasan. Tanpa pertanggungjawaban.
Begitu Ale keluar dari tempat persembunyian untuk membuang baju yang diberikan Cinta, Ale tertangkap basah lebih dulu oleh penjaga toko. Ale terpaksa membayar satu setel baju itu dengan uang tabungannya. Jika menolak, Ale akan diserahkan pada pihak berwajib dengan tuduhan pencurian.
Kalau mengingat kejadian kemarin sore, Ale jadi ingin melakukan ritual untuk menyantet orang. Sayang, orang yang disantet tak akan mempan meski disantet dengan santet jenis apa pun. Ale jadi dongkol sendiri.
"Eh, Pecel Lele udah bangun," sapa Cinta riang setelah muncul tiba-tiba di dalam kamar Ale. "Gimana, Beb? Abang makin ganteng 'kan?"
Cinta sengaja memamerkan baju yang kemarin dicurinya di depan Ale. Cinta berputar-putar layaknya seorang model. Berjalan ke kiri dan ke kanan seperti berada di atas catwalk.
Jangan tanya ekspresi apa yang akan ditunjukkan oleh Ale. Sejak tadi, Ale menahan diri untuk tidak memakan orang di hadapannya itu. Ups! Itu pun kalau Cinta masih layak disebut 'orang'.
"Ish! Lihat Abangnya gitu amat. Tahu kok tahu, Eneng makin cinta 'kan sama Abang? Eneng terpesona lihat Abang yang makin ganteng ini 'kan?" Cinta menaik turunkan alisnya dengan senyum merekah. Tak merasa bersalah, bahwa dia yang menjadi penyebab Ale kehilangan sebagian uang tabungannya. Padahal Ale mengumpulkan uang-uang itu sejak SMP dengan susah payah.
"Tahu gak? Gue ... lagi pengen nonjok orang sampai gue puas. Tapi gue pikir lagi, kayaknya gak usah deh. Ngotor-ngotorin tangan gue aja soalnya." Ale berjalan melewati Cinta. Dia mengambil handuk yang tergantung di dekat lemari pakaian.
Ale hendak masuk ke dalam kamar mandi. Namun, gerakannya terhenti tepat di depan pintu. Tersadar akan sesuatu. Ale berbalik badan dengan bola mata yang nyaris melompat keluar. "DASAR MESUM! Lo masih belum keluar dari kamar gue?"
Cinta terkekeh. "Sadar aja. Padahal tadi gue mau intip-intip dikit ... ya, ya, ya, gue pergi."
Begitu Cinta menghilang, Ale mengembuskan napasnya pelan. Dia mengelus dada. Hampir saja Ale melempar pot kecil berisi tanaman Baby Toes kesayangannya itu pada Cinta.