Teilzeit

Hujan Pemimpi
Chapter #3

Teilzet 2-Kejutan Cinta

Ale memasuki kelas diiringi Olin yang berjalan di sampingnya. Baru satu langkah saja, sebagian orang yang sudah tiba lebih dulu di ruangan itu langsung terdiam sambil menatapnya keheranan. Tak berselang lama, dalam hitungan beberapa detik tawa mereka pecah, diikuti celetukan-celetukan yang membuat Ale mengumpat sumpah serapah di dalam hati.

"Lo beneran Ale si cewek tiang itu 'kan? Gue kira tadi yang masuk ...." Ferdy--cowok yang duduk paling dekat dengan pintu kelas--menggantung ucapannya dengan sengaja sambil mengamati Ale sekali lagi dengan alis bertaut.

"Apa? Mau bilang gue kayak setan?" tanya Ale kesal sambil meletakkan tas setelah sampai di bangkunya sendiri.

"Bukan, lo lebih mirip kayak Alien." Tawa Ferdy pecah lagi disusul tawa dari yang lainnya. Kecuali Olin yang hanya mengernyit prihatin.

Tadi, saat bertemu Ale di depan gerbang, Olin juga sangat syok melihat wajah Ale yang terlihat tidak baik-baik saja. Olin bahkan sampai berteriak dan membuat orang-orang yang kebetulan ada di tempat itu menoleh ke arahnya.

Olin tahu, teriakannya tadi telah membuat Ale yang sepertinya sedang kesal semakin marah. Sekarang ditambah teman sekelas mengejeknya, Olin yakin sebentar lagi gadis itu akan meledak, maka Olin tidak berani ikut-ikutan seperti yang lain. Alasannya hanya satu, kalau sedang marah Ale lebih menakutkan ketimbang Olin melihat penampakan. Beneran deh! Apalagi sekarang wajah Ale memang terlihat seperti ... ehem, alien.

Ale menatap garang dengan dahi yang berkerut. Mulutnya terbuka siap membalas perkataan Ferdy tapi langsung urung begitu Olin menepuk pundaknya.

"Gak usah diladenin," kata Olin.

Ale mendengus lalu meraih tasnya. Dia duduk sambil mengeluarkan sebuah buku dan memberikannya pada gadis berkacamata yang menjadi teman sebangku dengannya itu. "Punya lo."

"Thank you! Gue tahu lo gak mungkin bakalan bakar buku gue, Le. Setelah gue ngasih contekan tugas gue buat lo tentunya," sindir Olin sambil terkekeh.

Ale menoleh dan menatap gadis berambut sebahu itu sejenak. "Lo bener, Lin. Daripada gue bakar buku lo gak berfaedah, mendingan sekarang gue makan banyak di kantin." Ale beranjak untuk meninggalkan bangkunya. Tapi dia tidak bergerak sedikit pun karena tangannya telah dicekal Olin.

"Jangan gila deh. Bentar lagi bel masuk bunyi tahu."

"Tapi gue laper Olin. Gue belum sarapan."

"Hari ini pelajarannya Pak Dian, inget? Lo mau dihukum sama guru Kimia itu lagi apa?"

Ale menggeleng ngeri. Dia ingat betul bagaimana Pak Dian menghukumnya. Ale diminta membersihkan toilet perempuan selama satu minggu dan dua bulan penuh dilarang mendatangi kantin pada pagi hari atau jam istirahat. Lalu setiap pulang sekolah ditugaskan untuk membersihkan ruang laboratorium hampir dua bulan lamanya. Pak Dian memang sesadis itu.

"Tapi 'kan itu waktu gue masih jadi 'penyuplai makanan gelap' Lin. Sekarang gue cuma jadi mantan. Gue udah tobat," bela Ale pada dirinya sendiri.

Ale tidak akan lupa bagaimana hukuman Pak Dian membuatnya terpaksa vakum dari kegiatan Teilzeit hanya untuk memenuhi tugas negaranya itu. Karena kejadian itu pula dia harus kehilangan pundi-pundi uangnya yang sekarang menjadi masalah besar bagi Ale. Maka, dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak menjadi bagian dari 'penyuplai makanan gelap' lagi dan kucing-kucingan bertransaksi jual-beli makanan saat jam pelajaran sedang berlangsung. Terutama saat jam pelajaran Pak Dian. Tidak akan pernah.

"Iya. Tapi lo tahu 'kan Pak Dian orangnya disiplin banget. Gak inget sama murid kelas sebelah yang dihukum karena terlambat masuk ke kelas meski satu menit doang?"

Ale mengangguk lemah. Mengiyakan perkataan Olin. Mungkin memang sebaiknya Ale tidak mencari gara-gara yang akan membuatnya berurusan dengan guru sadis berperawakan kurus berkacamata tebal itu.

Tapi Ale tetap merasa lapar. Perutnya sudah keroncongan sejak tadi. Dengan sangat berat hati, Ale terduduk kembali di bangkunya.

"Lagian lo kenapa sih pagi-pagi udah kusut gitu sampai gak sarapan segala?" Olin membetulkan kacamatanya sambil mengamati Ale yang cemberut.

"Muka lo jutek tiap pagi sih udah gak aneh buat semua orang. Apalagi kalau lo udah marah-marah, itu udah ciri khas lo. Tapi, lo sampai melewatkan sarapan lo itu baru aneh. Bukan lo banget," sambung Olin.

Ale menghela napas pelan. Belum sempat dia menjawab pertanyaan Olin, tiba-tiba seseorang muncul dan membuat Ale terkejut hingga berteriak histeris.

"Apaan sih lo KALENG NABATI? Pakai acara teriak segala. Gue kan bukan genderuwo atau kuntilanak. Gue cuma hantu ganteng pujaan seluruh kaum wanita di dunia ini," kekeh Cinta pura-pura tidak tahu kalau Ale sedang memelototinya sekarang.

Cinta memang tidak menampakkan diri dengan wujud mengerikan seperti gambaran hantu yang sering didengar Ale. Cinta terlihat seperti manusia biasa. Hanya saja wajah Cinta agak pucat. Tubuh hantu cowok itu terlihat nyata, tapi begitu Ale mencoba menyentuhnya, Cinta seperti bayangan hingga dapat ditembus dengan mudah oleh Ale.

Lihat selengkapnya