Teilzeit

Hujan Pemimpi
Chapter #4

Teilzeit-3 Fenomena Antara Kalea dan Keola

Ale menyikut lengan Olin pelan. "Siapa tuh?" tanya Ale masih duduk di bangkunya sambil menunjuk seorang gadis yang berdiri di depan kelas dengan dagu.

Olin yang sedari tadi sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya mendongak lalu melihat mengikuti arah yang sahabatnya tunjuk. "Oh, itu Jena, Ketua kelasnya kelas sebelah. Hampir setiap hari kok dia ke sini. Kalau gak jam istirahat, pagi-pagi sebelum masuk, atau waktu pulang sekolah. Tapi lebih sering jam segini sih."

Dahi Ale berkerut. Sesering itu Jena datang ke kelasnya, tapi Ale baru melihat gadis itu hari ini. Ah, barangkali Ale saja yang terlalu cuek dengan keadaan sekitar. Dia lalu beralih menatap Olin yang akhirnya telah menemukan dompet yang dari tadi dicarinya. "Ngapain? Setor muka?"

"Berdasarkan penglihatan dari kacamata gue sih, yap! Jena setor muka ke si Keni."

"Keni? Buat?"

"Ya ... paling tanya tugas dari guru. Atau ada kegiatan yang harus mewakilkan ketua kelas gitu deh. Sisanya modus biar bisa deket sama ketua kelas kita." Olin mendekatkan wajahnya ke arah Ale seperti hendak berbisik. "Lihat aja, bentar lagi pasti Jena ngajak si Keni ke kantin bareng."

"Masa?" Ale tak percaya. Dia nyaris menahan tawa sekaligus takjub. Ada juga orang yang mau dengan si menyebalkan itu? Pikirnya.

"Asal lo tahu, biar agak sipit gitu ketua kelas kita cukup populer loh. Katanya baik dan senyumnya manis. Gak kalah lah sama pangeran sekolah kita si Hagi itu," sambung Olin sambil terkekeh.

"Kalah ganteng dan kalah attitude sih iya," sahut Ale tak terima melihat pangeran sekolah disamakan dengan ketua kelasnya yang menyebalkan itu.

Bicara soal Hagi, Ale kembali teringat kejadian tadi pagi, juga pesan yang didapatnya melalui aplikasi WhatsApp. Dia harus mencari tahu siapa pelakunya. Harus!

"Lo bilang si Jena bakal ke kantin bareng sama Keni 'kan?" tanya Ale sambil tersenyum miring. Matanya menatap ke arah pintu kelas lekat-lekat setelah beberapa saat lalu dia mengetikkan sebuah pesan pada seseorang. "Gue tebak hari ini hal itu gak akan terjadi."

"Kok lo bisa ngomong gitu?"

"Insting aja," jawab Ale masih dengan senyum penuh misteri di wajahnya. "Yuk cabut. Mau ke kantin atau lo mau langsung ke perpus?"

"Ke kantin bentar. Ada yang ngeluh kelaparan sampai gak fokus belajar tadi ke gue. Pastinya sekarang minta ditemenin 'kan?"

Ale tersenyum lebar lalu melangkah lebih dulu agar Olin bisa keluar dari bangkunya. Maklum tempat duduk mereka berada di pojokkan dekat jendela.

👻👻👻

"Ken, gak langsung disamperin tuh yang ada di depan pintu?" goda Arga-teman sebangku Keni-sambil tersenyum penuh arti.

"Gak sekalian disikat aja, Bos? Si Jena lumayan cantik kok. Pinter dan baik lagi orangnya." Vito yang duduk di belakang bangku Keni ikut menyahut.

Keni masih duduk di bangkunya sambil mengamati Jena sekilas. Memang benar gadis itu lumayan cantik. Tapi, Jena bukan tipe Keni, atau lebih tepatnya dia belum cukup tertarik dengan gadis itu.

Bagi Keni, perempuan adalah salah satu dari tiga hal yang harus dihindari (selain rahasianya dan masalah), karena perempuan itu terlalu berisik menurutnya. Belum lagi dengan semboyan 'perempuan selalu benar' yang membuat Keni makin malas berurusan dengan makhluk satu itu.

"Gue sebenernya males. Ada yang mau gantiin?" tanya Keni sambil menatap ketiga sahabatnya.

"Najis lo. Males, males tapi disamperin juga," cibir Bagas yang sejak tadi hanya diam memerhatikan. "Palingan nanti juga lo langsung ninggalin kita ke kantin duluan bareng si Jena kayak sebelum-sebelumnya, ya gak Vit, Ar?"

"Yoi. Kita yang jomblo mah udahlah siap terima nasib aja jadi obat nyamuknya lo, Ken."

"Elo aja, Vit. Gue sih gak jomblo yah. Secara cewek gue dimana-mana." Arga menarik kerah bajunya sambil menaik-turunkan ke dua alis.

"Alah, playboy cap belalang aja bangga lo!" Vito mencibir.

Vito bukan tanpa alasan menyebut Arga seperti belalang. Cowok itu memakai kacamata yang super tebal layaknya kutu buku sejati. Tapi sayangnya Arga benci dengan buku, dia lebih pas disebut playboy atau lebih tepatnya 'cowok seribu satu modus' mengingat banyaknya mantan cowok itu di sekolah. Yang lebih aneh, masih saja ada cewek yang mau dengan Arga meski reputasinya yang seperti itu. Mungkin Arga menggunakan semacam pelet atau sejenisnya. Ah, tidak tahu.

Sementara kedua sahabatnya sedang berdebat, Keni justru sibuk membuka ponsel setelah merasakan getaran di sakunya tadi. Dia agak terkejut begitu melihat siapa yang baru saja mengiriminya pesan. Sebelum membaca pesan di smartphone-nya, Keni bergeser sedikit agar ketiga temannya terutama Arga tidak diam-diam mengintip.

Kalea_Nirbita

Kayaknya lo udah keasyikan nganggur ya?

Ke area kosong

Sekarang

Gak pake lama

Ck! Setelah cukup lama vakum dengan tidak mengirimi Keni pesan, sekarang cewek jangkung yang baru saja melewati bangkunya bersama Olin itu melakukannya lagi. Gadis yang tak pernah saling bertegur sapa dengan Keni itu pasti ingin membicarakan suatu hal yang berhubungan dengan Teilzeit.

Lihat selengkapnya