Teilzeit

Hujan Pemimpi
Chapter #5

Teilzeit-4 Baby Cira

AAAARRRGGGHHH!”

Bersamaan dengan teriakan Ale, suara jeritan tangis melengking nyaring keluar dari anak yang sedang dipangku gadis itu.

“Yah Cebol ... yah Cebol ... yaaaah tuh ‘kan ngompol di baju gue,” rengek Ale frustrasi sambil menatap jijik kaos dan celana jeans-nya yang basah beberapa detik lalu.

Sementara Cinta sudah tertawa terbahak-bahak dan Keni masih santai saja duduk di sebuah sofa sambil mengamati. Lebih tepatnya, sibuk menonton ... ehem, televisi. Uh dasar! Sialan memang. Jelas-jelas Ale kerepotan, mereka malah tak membantu sama sekali.

“Huss! Udah dong Baby Cira diem jangan nangis mulu ah. Bingung ‘kan gue jadinya,” Ale mencoba menenangkan balita perempuan berumur dua tahun yang namanya Cira itu. Merasa sia-sia karena tangisan Cira makin menjadi, Ale beralih menatap Cinta yang masih cekikikan sambil terbang ke sana kemari. Ck! “Bantuin dong lo Cebol! ‘Kan lo yang nyari kerjaan begini.”

“Gue pengen bantu, tapi coba lihat tuh, gue mendekat aja dia nangisnya makin keras.”

Ale memutar kedua bola matanya. Bagaimana Cira tidak menangis, sementara melihat Cinta terus terbang ke sana kemari lalu menghilang-muncul dengan tiba-tiba tepat lima centimeter di depan balita itu. Cira pasti syok.

Belum lagi Cinta usilnya kebangetan. Menarik-narik baju Cira, mencuri cemilannya, memainkan rambut ikalnya yang dikuncir dua, menerbangkan mainannya, mengubah barbie menjadi mirip boneka voodoo, ah ... semua itu justru membuat Ale ikut stres.

“Makanya lo diem di sini. Jadi setan kok pecicilan banget. Lo tanggung jawab juga dong. Lo juga ‘kan yang bikin Cira gak berhenti nangis.” Ale menjauhkan telinganya begitu Cira menjerit lagi. Aish! Bisa-bisa gendang telinganya pecah kalau begini terus.

“Coba lo gendong, Le. Siapa tahu mau diem. Ganti juga tuh popok sama bajunya. Basah ‘kan.” Cinta memberi saran sambil memakan sebuah keripik yang berhasil dia curi dari Keni. Ralat, lebih tepatnya dia mengemis-ngemis pada Keni untuk memberinya keripik yang dibeli cowok itu di jalan sebelum mereka sampai di sana.

“Ngomong doang sih gampang.” Ale mendengus sebal. Masalahnya dia sudah berkali-kali menggendong Cira, membujuknya, sampai bersikap konyol segala, semuanya tidak ada yang mempan. Cira tetap menangis histeris. Duh!

“Ken, enak yah duduk di situ?” tanya Ale sambil menatap sinis Keni yang tampak santai-santai saja disindir seperti itu.

“Oh enak dong. Acara di TV kebetulan lagi seru,” jawab Keni sengaja memanas-manasi.

“Dasar onta belang! Bantuin gue kek. Lihat temen kesusahan lo adem ayem aja,” keluh Ale.

“Gak! Sesuai kesepakatan, gue gak ambil andil tugas sekarang.”

Lihat selengkapnya