Sudah setengah jam Ale beserta Cinta menunggu di luar, dan sejak sepuluh menit setelah mereka diusir oleh Keni, keadaan di dalam rumah besar itu mendadak hening. Sunyi. Sepi. Tanpa suara sedikit pun.
Ale mulai gusar. Dia tidak tahu serta ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Keni dan Baby Cira di dalam sana. Menerka-nerka sendiri justru membuat Ale tambah dongkol di dalam hati.
"Gue gak bisa ngebiarin ini lebih lama lagi." Cinta tiba-tiba berkata sambil menatap pintu bercat putih berukiran indah yang sedang dijadikan sandaran oleh Ale. "Gue gak mau dibikin kepo sampai mati."
Ale mendengus. Lo udah mati kali, keluh Ale saat Cinta mulai lupa peran lagi. Tapi, dia tidak ingin membahas itu. Ale ikut menegakkan badannya dan memandang Cinta dengan serius. "Setuju! Gue mau masuk ke dalem. Mana bisa gue diem aja sementara Cira dibiarin berdua sama cowok yang gak pernah bisa ketebak jalan pikirannya. Gimana kalau Cira diapa-apain? Ya 'kan?"
"Lo kebanyakan negatif thinking." Cinta mengangguk setelahnya. "Tapi bener juga. Gue duluan."
Cinta menembus pintu di depannya dalam satu detik, kemudian Ale menyusul dan berjalan dengan langkah panjang menghampiri Keni yang sedang ... asyik menonton TV, lagi? Ngomong-ngomong, Cinta telah bergabung bersama Keni dan duduk manis di sebelahnya.
"Di mana Cira? Lo apain dia?" tuduh Ale setelah mematikan layar kotak yang cukup besar di depannya.
"Lo kalau mau berisik mendingan tunggu di luar sampai pemilik rumahnya balik." Keni dengan santai merebut remote yang tadi diambil paksa oleh Ale, lalu menyalakan TV kembali.
Ale merengut lalu menengok kamar yang tadi ditinggalkannya saat ingin mengganti baju Cira. Dibukanya pelan-pelan hingga terdapat sedikit celah pada pintu. Dari celah itu Ale bisa melihat Cira sedang tidur terlelap dengan nyaman.
"Lo kasih Cira obat tidur yah? Sampai pulas gitu tidurnya. Awas lo kalau bener bakal gue laporin."
Cinta terkikik geli melihat Keni dituduh begitu. Dilihatnya bola mata Keni sudah mengunci bola mata Ale yang berwarna coklat terang dengan penuh makna. Kalau keadaan sudah begini, Cinta lebih memilih untuk tidak ikut mengambil andil pada 'prahara rumah tangga' di antara kedua temannya. Dia sibuk menonton sambil menunggu apa yang akan dikatakan Keni untuk membalas tuduhan si cewek dengan jangkung lebih 3 cm dari Cinta itu.
"Kalau Cira masih di tangan lo, gue sih yakin iya. Sayangnya, lo lupa berhadapan sama siapa?" Keni tersenyum miring. "Masih ingat 'kan julukan yang lo kasih ke gue?"
Si Tuan Serba Bisa, jawab Ale dalam hati. Dia berdecak sebal sambil membuang muka. Sedikit tidak terima dengan kesombongan Keni, tapi Ale memang mengakuinya. Dia jadi teringat saat interaksi pertama mereka yang membuat Ale menjuluki Keni seperti itu.
"Hei! Hei! Lo mau ke mana sih Kale-ng Sarden?"
Ale tak menanggapi pertanyaan seseorang yang bahkan tak bisa dilihat oleh orang lain. Ya, siapa lagi kalau bukan seorang hantu yang mengenalkan dirinya bernama Cinta yang baru dikenal Ale selama dua bulan ini. Tepatnya setelah tiga bulan ruang klub tari resmi berganti nama menjadi 'area kosong'. Sejak saat itu, setan sialan bernama Cinta ini menguntit dan memaksa untuk tinggal di rumah Ale.
Ale sudah sering mengusirnya. Tapi Cinta selalu kembali lagi, kembali lagi dan kembali lagi. Ya sudahlah. Akhirnya Ale membiarkannya saja. Namanya juga setan tidak tahu diri dan tidak tahu malu.
"Istirahat dulu yuk, Upil Lele. Cinta cape. Cinta gak kuat. Apalagi kalau harus lihat si dia jadian sama orang lain, Cinta belum sanggup."