Teilzeit

Hujan Pemimpi
Chapter #12

Teilzeit-11 Ada Apa Dengan Hagi?

Tik ... tok ... tik ... tok ....

Kalau saja bukan suara denting jam di dinding—satu-satunya benda yang bersuara di ruang BK—yang membuat Ale tersadar dari lamunannya, mungkin sejak tadi dia masih berpikir kalau dia salah memijakkan kaki. Ruangan BK terlalu sunyi dan cukup mencekam dengan beberapa pasang mata yang menatap Ale intens dengan berbagai ekspresi.

Bu Lusi duduk di balik mejanya dengan tatapan serius menunggu jawaban. Pak Dian duduk di kursi lain, memandang Ale tajam dan dingin. Satu pasangan suami istri yang berdiri di belakang meja Bu Lusi—yang Ale yakini sebagai orang tua Hagi—terlihat tegang sambil berharap-harap cemas. Cinta ... ah entah lah apa yang sedang dia lakukan dengan menatap Hagi dari atas ke bawah sambil memutarinya seperti itu. Ale ingin menganggapnya tidak ada saja saat ini. Biarkan Cinta dengan tingkah abstrak dan random-nya.

Hanya Hagi yang terlihat tenang dan sesekali melemparkan senyum samar pada Ale. Seperti mengisyaratkan agar Ale tidak perlu khawatir, dan tentu saja itu tak membantu sama sekali. Ale justru tambah khawatir dengan kehadiran orang tua cowok itu. Jangan-jangan setelah ini ayahnya lah yang akan berada di ruangan itu bersamanya dan Bu Lusi. Duh!

“Bagaimana Kalea?” tanya Bu Lusi menuntut jawabannya atas pertanyaan, ‘Jadi ... kemarin setelah pulang sekolah kamu dihukum Pak Dian dan ditugaskan untuk membereskan buku di perpustakaan. Benar?’

Ale akhirnya mengangguk. “Iya, Bu.” 

“Benar kamu dibantu Tyaga beresin buku-buku itu?” tanya Bu Lusi lagi. Kali ini nadanya lebih lembut.

“Iya, Bu.” Kalau gak ada Hagi, mungkin sampai malam saya baru selesai, lanjut Ale di dalam hati. Ingin sekali dia menyuarakannya dengan keras. Tapi sejak tadi dia merasa Hagi terus menatapnya dalam diam. Mau tidak mau Ale harus menepati janjinya pada cowok itu untuk tidak mengatakan hal lain.

“Kamu gak bantu Tyaga balik?”

Eh? Sebenarnya pertanyaan Bu Lusi mau menjurus ke mana sih? Ale bingung, tapi dia coba mengikuti sesi tanya jawab bak terdakwa kasus besar itu sampai selesai. “Enggak, Bu.”

Hagi udah selesai duluan. Gimana saya mau bantuin? Lagi-lagi Ale melanjutkan perkataannya di dalam hati.

Bu Lusi tampak menimang jawaban Ale barusan, kemudian mengangguk-anggukan kepala dengan ekspresi wajah tak terjelaskan. “Pertanyaan terakhir, benar kamu ditemukan Pak Cipto dalam keadaan gemetar dan menangis?”

Ngomong-ngomong, Pak Cipto adalah satpam bertubuh gempal yang datang ke perpustakaan kemarin.

Ale terkejut dengan pertanyaan terakhir Bu Lusi. Lantas dia melirik Hagi sekilas, menuntut penjelasan. Tapi yang dilakukan Hagi hanya tersenyum samar padanya dan membiarkan Ale kebingungan sendiri. Akhirnya Ale menyebutkan kata ‘iya’ dengan nada lirih. Bu Lusi pun mengangguk-angguk lagi dan seketika sesi interogasi aneh ini pun berakhir.

Ale ingin sekali mengatakan alasan kenapa dia gemetar dan menangis saat itu pada Bu Lusi, juga pada orang-orang dewasa yang ada di dalam ruangan. Tapi, sepertinya tidak ada yang menginginkan penjelasannya. 

Bu Lusi seperti punya kesimpulannya sendiri. Wanita yang memiliki potongan rambut seperti tokoh Dora dalam film kartun Dora The Explorer itu memberi isyarat dengan anggukan kepala yang langsung ditangkap Pak Dian. Pak Dian pun berdiri lalu melangkah keluar diiringi Hagi dan orang tuanya.

“Terima kasih untuk keterangannya Kalea. Kamu sudah boleh kembali ke kelas,” ujar Bu Lusi membuyarkan kebingungan yang memenuhi benak Ale. 

Lihat selengkapnya