"Elisa, jangan melamun terus" senggol Erina dengan sikunya. Itu membuatnya tersadar.
Aku menggeleng kepala, memamerkan senyuman manisnya pada sahabat sebangku. Membuka catatan kemudian mulai membacanya. Erina bukan gadis yang mudah percaya dengan sikapku yang sok tegar. aku juga bukan ratu drama seperti film drakor siaran televisi.
"Gara-gara Arka yah, kamu masih memikirkan ucapan teman kelasnya yang katanya Arka selingkuh?" ucapnya ngegas, tangannya mengepal ingin sekali melayang ke udara.
"Bukan kok, jangan so'uzon" elakku, berusaha untuk meyakinkan sahabat yang satu ini. Dia gampang emosian, selalu saja mau menyelesaikan masalah dengan kepalan dan tinju dokan.
"Lalu masalah apa, hanya dia yang selalu membuatmu galau. Sampai kapan kamu menyembunyikan perasaan cemburu yang telah terasa begitu lama. Berikan dia pengertian, jangan menyiksa diri sendiri."
Elisa diam seribu bahasa, dalam hati dia membenarkan apa yang dikatakan Erina. Tapi itu akan terasa percuma, karena baginya itu wajar. Berada di antara banyak gadis itu bukan masalah buruk menurutnya.
"Kalau kamu tidak mau bicara dengan nya, biar aku saja yang katakan. Kalau perlu di depan umum, dengan tinju harimau ini akan ku sadarkan dia" ucapnya bersemangat. Dia tidak takut siapapun, bela dirinya diatas rata-rata.
"Sudahlah Erina, ini masalahku. Dia pacarku, biarkan kami menyelesaikan masalah sendiri. Cukup doakan aku agar mendapatkan jalan keluar."
Aku ingat saat itu. melihat dia lebih memilih bermain bersama gadis lain daripada aku pacarnya. Banyak berubah pada diriku saat itu. Aku seperti sad girl yang selalu dikelilingi penderitaan. Selalu ingin menangis bila bertemu dengan nya. Organisasi kupun berantakan hanya karena dia. Aku masuk satu organisasi dengannya, itu hanya memperkeruh keadaan. Bucin ku tingkatkan kualitas tinggi saat mengenal emosi kebatinan.
Tidak lama setelah itu, Teman-teman masuk berlarian. Dengan cepat Elisa mengelap air mata nya, Pura-pura membaca buku yang sedari tadi di genggaman. padahal pikiran tidak tertuju pada buku itu. Proses belajar mengajar pun dimulai, untunglah pelajaran kali ini bukan matematika maupun kimia. Jadi kejiwaan sedikit terselamatkan.
Satu jam lebih berkutat pada buku, pendiktepun menguap beberapa kali. Dua atau tiga lembar kita masih sanggup mencatatnya. Guru ini tidak tanggung-tanggung sepuluh lembar harus selesai hari itu juga.