Elisa menatap dirinya di pantulan cermin, sore ini dia hanya memakai kaos oblong berwarna biru langit di balut sweter rajut putih dengan celana panjang berwarna hitam. sepatu kets senada dengan celana dan hijabnya menutupi hampir sempurna.
Tak lupa juga ia memoleskan sedikit make up natural dan lipglos stroberi favorite nya. Setelah semua nya beres ia menyambar tas selempang hitamnya handphone dan dompet mini.
"loh non Elisa mau kemana cantik begini" tanya seseorang setengah baya.
"ah mbok lastri bisa saja, aku mau ke perpustakaan kota mbok."
"sama nak Arka yahh," tebak nya sambil main mata sebelah.
aku hanya nyengir kuda menaggapinya. kemudian pamit padanya.
Saat sampai di bawah Arka sudah sampai di gerbang rumah. dengan senyuman tiada banding itu membuat Elisa nyaman.
hampir satu jam perjalanan menuju perpustakaan kota. tidak terasa sudah sampai, Arka terus bercerita tentang kegoblokan teman kelasnya yang hanya di balas senyuman oleh Elisa.
belum cukup sebulan mereka pacaran, hati Elisa sudah mantap untuk mencintainya. perasaan aman dan nyaman membutakan dirinya.
Setelah menemukan buku yang Elisa inginkan, ia pun ke kasir untuk membeli buku tersebut.
"setelah ini kita mau kemana" tanya Arka sambil mengandeng telapak tangan Elisa.
"bagaimana kalau kita ke cafe, aku ingin makan cake."
Arka mengangguk menandakan setuju. sesekali ia mengacu hijab Elisa.
=cafe=
Arka memesan cake coklat bertabur kelapa dan cake stroberi campur krim vanila yang menggoda. lalu duduk di bangku kosong dekat jendela kaca milik cafe itu.
"hei Arka, lama yahh tidak bertemu" tanya seorang perempuan tidak berhijab memegang pundak Arka.
"ah ternyata kamu, apa kabar luna" tanya Arka mencium pipi kiri dan kanannya.
"baik, gimana ayah dan ibu. apakah beliau sehat" tanyanya kemudian dengan genit memegang paha Arka ketika sudah duduk di samping Arka.
"kamu kemana saja aku kangen tahu, oiya mama ngadain syukuran dirumah yuk kerumah" tawar gadis itu sambil memeluk lengan Arka.
Dan anehnya Arka tidak terusik dengan perilaku Luna terhadapnya. Dengan susah payah Elisa nemelan salivanya, perasaannya begitu sakit melihat pemandangan yang sungguh intim menurut nya. Dia saja tidak pernah merangkul Arka sampai seprti itu.