Teka-Teki Mimpi

Rafasirah
Chapter #9

Dobrakan Pintu

Pintu terhempas dengan kencang. Menyambut tiga orang gadis yang sudah berdiri sejak tadi. Ketika pintu itu terbuka dengan lebar, menerobos lah Kara, Amel dan juga Yumi ke dalam rumah.

"Luas juga ya, rumahnya," sahut Yumi sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan.

Rumah kontrakan Amel dan Kara memang sudah jauh lebih baik dibandingkan ketika mereka baru pertama kali tiba di sana. Tembok-tembok yang terkelupas sudah dirapikan bahkan dicat dengan warna bernuansa putih bersih hingga membuat ruangan itu nampak luas. Halaman di depan rumah pun sudah tertata rapi dan terlihat layak huni berkat kerja keras tukang kebun sewaan Bu Inggih.

"Makanya lo tinggal di sini aja bareng kita. Daripada harus nge-kos segala, kan jatuhnya malah buang-buang uang saja. Mending uangnya dipakai buat nanggung biaya makan gue sama Amel selama sebulan. Lo dapat pahala, perut kita juga senang. Iyakan, Mel”

Terlihat senyum Amel mengembang. “Dasar Kara. Pengennya makan gratisan mulu. Sepupu gue sendiri pake acara dimanfaatin segala.”

“Kayak lo enggak aja.” Diliriknya Yumi yang sedang mengamatinya adu mulut bersama dengan Amel.

“Nggak usah dimasukin ke hati ya, Mi. Gue bercanda doang kok.” Kara berusaha meralat perkataannya tadi, sebelum Yumi menanggapi sarannya dengan serius.

“Gue justru senang banget kalau lo bisa tinggal di sini. Kalau Amel lagi ada kegiatan organisasi di kampus, gue nggak bakal khawatir lagi sendirian di rumah. Kan udah ada lo yang nemenin.” Kara berkata dengan suara yang terdengar samar. Mulutnya sudah penuh dengan kunyahan gorengan yang masih panas.

“Eh, by the way lo udah ngomong sama Bu Inggih kalau Yumi bakal tinggal di sini selama dua bulan ke depan?” tanya Kata kepada Amel.

“Kemarin sih gue udah sempat ngomong sama Bu Inggih. Dia fine-fine aja kok. Udah acc pokoknya, jadi aman.”

Kara manggut-manggut. “Syukur deh kalau udah dapat restu dari si empunya tempat ini.”

Tahu dengan isian sayur, kini menghadirkan sensasi baru di dalam mulut Kara. Rasa panas menjalar di sekitar mulutnya. Namun tidak sedikitpun membuat niatnya surut untuk tetap lanjut menikmati makanan itu.

Beberapa menit setelahnya, Kara baru sadar jika sejak tadi hanya ia seorang yang sibuk makan. “Mi, nggak usah sungkan. Makan aja. Raska yang beli ini. Jadi gue nggak bakal minta bon sama lo kok. Nih makan,” canda Kara dengan diiringi sebuah senyuman.

Yumi mengangguk pelan. Walau tampak malu-malu, ia berusaha berbaur dan ikut menikmati tahu isi yang ada di atas meja.

“Lo dari mana aja, Ra? Kok kita hampir samaan sampai rumahnya?”

Dengan mulut yang masih sibuk mengunyah, Kara menelan makanannya lebih dulu sebelum menjawab Amel.

“Habis muter-muter dulu. Beli es krim di supermarket, terus lanjut nemenin Raska cek gitar baru di toko langganannya, baru deh beli gorengan di dekat kampus terus langsung pulang ke rumah. Untung lo udah keburu datang juga, jadi Raska nggak harus capek-capek lagi nemenin gue sampai lo pulang.”

Awalnya Raska memang hendak mengantar langsung Kara kembali ke rumah. Tetapi karena dasarnya Kara malas pulang sebab ujung-ujungnya ia hanya akan berakhir sendirian di tempat ini, jadilah ia memaksa Raska untuk mengajaknya jalan-jalan dulu sebelum benar-benar pulang ke rumah. Walau Kara pun tahu jika Raska tak akan mungkin meninggalkannya seorang diri di rumah kontrakannya sebelum Amel datang.

 “Oh... habis jalan-jalan dulu ternyata.”

 Kara mengangguk mengiyakan. Lantas lanjut menikmati gorengan yang ada di atas meja.

Amel dan Yumi pun melakukan hal yang sama. Mereka masing-masing mengunyah gorengan yang ada. Tak lagi berlanjut obrolan yang semula tercipta. Suasana kembali hening digantikan suara kunyahan yang saling beradu di antara mereka bertiga. Sepintas, mereka hanya mencoba menghayati gorengan yang sedang nikmat-nikmatnya beradu di dalam mulut masing-masing.

Lihat selengkapnya