"Orang-orang mestinya membangun sebuah tempat berbentuk kubah; kubah yang mengurung semuanya di bawah. Bisa kau bayangkan itu? Tapi, tempat itu hanya bisa dihuni oleh orang-orang seperti Sam dan Lily. Sebuah tempat yang punya batas; bahwa seseorang hanya boleh memasuki tempat itu jika ia tercipta dari benda-benda yang tak biasa atau tak wajar sekaligus dibenci bagi sebagian besar manusia."
Itu yang kusampaikan ke seorang teman yang lain, bertahun-tahun setelah kerusuhan itu. Dan, reaksinya hanya tersenyum kecut. "Tidakkah kau pikir itu percuma? Lagi pula tidak semua orang seperti itu."
"Memang tidak semua penghuni kota seperti itu. Maksudku, tidak semua orang membenci dan tidak semua orang layak untuk dibenci. Akan tetapi, kalau saja ada ... kalau saja ada pilihan, kubah akan memberi begitu banyak perbedaan di masa kini. Kubayangkan kubah itu akan memiliki pintu-pintu dengan kunci khusus. Akan ada kata sandi yang diubah setiap beberapa minggu demi antisipasi keamanan. Akan ada sensor pendeteksi yang mencegah barang-barang mematikan masuk ke sisi dalam kubah itu. Apa pun yang terbaik dimiliki oleh Kubah sebagai rumah yang aman untuk mereka. Pikirkan saja olehmu segala yang mungkin untuk hidup aman dan tenang sampai beberapa generasi ke depan. Kubah yang seperti itu yang mestinya kita butuhkan saat itu."
"Ide yang menarik, tetapi bangunan seperti kubah dengan segala fungsi dan pelengkapnya--seperti yang baru saja kau sebut--hanyalah akan membangun sebuah jurang. Bagaimana mungkin kita melindungi sebagian orang, sedang yang lain tidak? Orang-orang di luar kubah akan marah, bahkan mungkin jauh lebih buruk ketimbang kemarahan yang telah kita saksikan bersama."
"Aku tak bisa membantahmu. Yah, kurasa bisa jadi."
"Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, idemu tentang kubah mungkin memang akan memberi rasa aman dan perbedaan hasil di masa depan, meskipun tidak menjamin semua kejadian buruk akan berhenti sampai di luar batas, bukan? Darah selalu tertuang di buku-buku sejarah, sementara kita, para penghuni kota, juga termasuk para pelaku sejarah. Manusia, jika sudah terbakar amarah yang luar biasa hebat, akan mampu melakukan kejahatan di luar nalar! Kau bayangkan saja. Sebuah kejahatan yang tak mungkin mampu diterima oleh akal sehat. Sebuah kejahatan yang rasanya hanya mungkin terjadi di tempat yang jauh yang tak ubahnya negeri distopia semata, tapi malah akhirnya terjadi di sini, di kota kita, di mana kita hidup dengan nyata dengan napas dan darah dan daging dan tulang belulang. Dan, bangunan seperti Kubah rasanya tidak mungkin dapat seratus persen menghentikan itu. Akan selalu ada kebocoran informasi tentang kode keamanan. Akan selalu ada manusia dengan hati yang kotor yang dengan senang hati menerima suap, sedangkan tugas mereka sendiri seharusnya menjaga rahasia keamanan, misalnya. Kau sempat terpikir soal itu, kan?"
"Barangkali tidak. Ya, Kubah tidak bisa membendung seluruh kemarahan. Kalaupun benar demikian itu yang terjadi, setidaknya akan ada perbedaan tentang seberapa banyak jiwa yang bisa diselamatkan, Bung. Ayolah, kau coba bantah itu. Berapa banyak yang memiliki tempat berlindung di dalam Kubah? Berapa banyak yang tak harus mati atau dihancurkan jiwanya berkeping-keping seperti yang menimpa Sam dan Lily? Berapa banyak jiwa-jiwa yang tak harus menjadi robot atau serpihan es batu yang akhirnya leleh dan lenyap di lubang selokan?"
"Peraturan disepakati untuk dilanggar sebagaimana batas dibuat untuk dikhianati. Kita tidak hidup di tempat di mana hanya ada robot-robot canggih dengan program tertentu yang tertanam di kepala semuanya sehingga setiap individu akan mengerti bahwa jika ia tak boleh merebut hak orang lain, maka ia tak akan merebut hak orang lain, dan jika ia tak diperkenankan melawan arus jalan raya, maka ia akan tetap di jalur yang semestinya saat berkendara. Risiko terburuk tetap ada meski kita memiliki bangunan sehebat kubah yang kau imajinasikan, kawanku. Risiko itu tetap ada, meski tak bisa dimungkiri akan ada perbedaan jumlah jiwa yang bakal selamat."