Telaga biru

Zaafatm
Chapter #2

Chapter 1. Dongeng Bidadari

“Ternyata seperti ini rasanya mencintai namun tak bisa memiliki.”

—Saka Alvarel Ganendra

●●●

Kediaman Ganendra begitu ramai malam ini kala satu pria muda menginjakkan kakinya di lantai marmer mengkilap rumah megah ini. Di belakang tubuhnya, satu koper berukuran cukup besar diseret seiring dengan langkah yang di hela.

Keramaian yang sesungguhnya hadir menyapa saat matanya menatap dengan penuh ke arah ruang keluarga. Di mana ada dua anak kecil yang bermain bersama, empat orang dewasa duduk bercengkerama dengan tenang dan santai. Dan satu orang gadis remaja yang asyik pada dance di handphonenya.

Hai! Im here!” serunya dengan lantang. Bibirnya tersenyum dengan lebar, memandang keluarganya penuh rasa rindu.

“ABANG AKA!!” teriak si kembar yang spontan langsung berdiri dan memeluk pria yang mereka panggil Abang. “I mic you!” ucap salah satu dari mereka.

Saka terkekeh gemas, mengecup bergantian kedua pipi chubby adik kembarnya. “I miss you to, guys!” balasnya sambil mengendong dua anak perempuan ini di masing-masing lengannya.

“Aduh, Acha, Ana ... Kakak kalian baru saja sampai, jangan minta gendong dong,” omel wanita dengan rambut yang di cepol ke atas. Segera wanita paru baya ini menuntun sang sulung untuk duduk dan mengangkat satu per satu bungsu kecil ini.

Saka mengacak-acak kedua rambut adik kembarnya dengan gemas. Merasa kasihan telah di omeli oleh sang ibu. Dan lihat, wajah manis itu cemberut.

“Apa kabarmu, Nak?” tanya ibunya dengan sorot penuh kerinduan. Usapan hangat menerpa lengan yang di balut kemeja yang tangannya sudah di lipat sebatas siku.

“Baik, Ma. Dan kalian? Kelihatannya kalian memang baik-baik saja,” sahut Saka diiringi tawa kecil. Matanya menatap senyum sang ayah dengan bahagia, lalu berganti ke arah omnya yang kini duduk bersisian bersama istrinya.

“Kami semua baik, Nak. Papamu bahkan makan lima kali dalam sehari. Dia begitu sehat,” jelas ibunya.

“Sembarangan! Mana mungkin aku makan sesering itu. Bakal gemuk aku kalau makan sebanyak itu,” ayahnya menyanggah tak terima.

“Kenyataannya seperti itu,” ibunya memutar bola mata, kemudian berdecak saat melihat satu putrinya yang begitu asyik pada dancenya. “Letta! Ini kakak kamu pulang, lho, tapi kok di abaikan gini, sih? Nggak kangen apa?” ibunya kembali mengomel.

Gadis remaja dengan rambut di gerai bebas itu hanya menoleh singkat. “Udah liat kok, Ma. Nggak terlalu kangen juga,” sahutnya dan kembali asyik pada gerakannya.

“Anak itu ...” ibunya geleng-geleng kepala.

Saka tersenyum di balik peningnya sang ibu. Adik-adiknya masih selalu membuat ibunya puyeng, dan papanya tidak pernah berubah dan tetap secerewet seperti biasanya. Selain keluarganya, ada sepasang keluarga lainnya yang hadir untuk menyambut kedatangan Saka malam ini. Mereka adalah om Delon dan Tante Ajeng. Mereka berdua masih belum mempunyai anak padahal hampir tiga tahun menikah. Maka dari itu, omnya selalu datang kemari bersama tantenya untuk menemui si kembar dan menatap gerakan lincah si jutek Letta.

Tidak terlalu banyak yang berubah di rumah ini. Kehangatannya masih sama seperti sebelumnya. Tinggal begitu lama di negeri orang membuat Saka rindu kehangatan keluarga. Di sana, ia hanya di temani oleh teman dan penghangat ruangan.

Kuliah Saka telah usai, ia mendapatkan gelar sarjana lulusan bisnis. Karena hanya Saka satu-satunya anak laki-laki yang akan meneruskan tahta seorang Kenan Ganendra.

“Let, lo nggak encok apa joget kaya cacing kepanasan gitu?” tanya Saka pada sang adik. Hobinya masih sama, kadang Saka jengkel melihat gerakannya yang begitu aneh baginya. Adiknya itu sudah gila.

“Emang gue elo yang udah tua.”

Jutek seperti biasa. Di keluarganya, hanya Aletta yang begitu jutek dan judes. Beda halnya dengan dirinya dan adik kembarnya, bahkan juga papanya yang begitu cerewet. Aletta ini hampir mirip dengan ibunya, tapi jika ibunya masih begitu hangat, maka berbeda dengan Letta yang kelewat dingin dan menyebalkan.

Bahkan, tiada hari bagi Saka dan Letta untuk tidak adu argumen dan makian. Letta si judes dan Saka yang cerewet sungguh membuat suasana rumah tampak seperti perang dunia. Belum lagi aksi si kembar yang terus melempar mainan atau menangis dengan kencang. Rumah ini tidak pernah ada kata sepi.

Maka dari itu Om Delon dan Tante Ajeng tidak pernah absen datang ke rumah ini.

“Oh iya, kamu udah makan? Mama nggak masak malam ini, karena tadi pergi ke acara Tante Rere,” imbuh ibunya kembali menatap Saka.

Lihat selengkapnya