Proses persidangan kembali membuat hidupku jadi jelimet. Aku tak mengerti apa maksud Kang Aji enggan menalakku. Proses mediasi tak lagi berhasil. Di ruang mediasi, aku tiba-tiba meneriaki Kang Aji dengan kesalahannya. Membeberkan segala kesalahan. Aku tak mengira, ketika semua yang kutahan selama 11 tahun akhirnya terlontar dari mulutku. Sempat ku tunjuk muka Kang Aji dan dia tak percaya dengan sikapku diruang mediasi. Jika Kang Aji terkejut denagn perubahan sikapku, lain dengan Amak. Amak malah tertawa terbahak-bahak ketika mediasi selesai.
“Anak Amak, jadi singa,” kata Amak sambil tertawa terbahak-bahak.
“Sifatmu, seperti Ibumu. Sekali marah, satu keluarga akan terdiam. Kau mewarisi sifat Ibumu, San. Amak tak mengira, kau akan meledak-ledak seperti singa betina yang marah,” kata Amak yang masih tertawa terkekeh-kekeh mengingat kejadian di ruang mediasi.
“Aku akan tetap maju, Amak. Jika dia tak mau menjatuhkan talak. Sania akan mengajukan khuluk,” kataku mantap.
Masa persidangan akan dilanjutkan dua minggu lagi. Dalam waktu dua minggu, aku tak berniat untuk tinggal lebih lama di Bandung. Aku masih membutuhkan uang untuk hidup dan aku masih membutuhkan ketenangan pikiran untuk bertempur dengan Kang Aji.
***
“Satenya untuk seribu porsi ya, mbak. Kebetulan, satenya untuk hajatan empat bulanan di rumah saya. Oh ya, kalau mbaknya ga di Bandung, pengirimannya bagaimana ya mbak?” kata seorang wanita di ujung telpon.
“Kalau acaranya pagi, biasanya saya akan menyiapkan sebelum shubuh. Jadi ketika sampai di rumah mbaknya, dalam keadaan fresh. Kebetulan, saya mengambil daging untuk sate, langsung dari peternak, jadi sekitar jam tiga pagi, saya sudah mengambil pesanan daging,” kataku menjelaskan.
Alhamdulillah, hari ini pesanan sate untuk hajatan aku terima lagi. Selama dua minggu ini, aku memang tidak membuka warung makanku. Aku sering menerima orderan untuk hajatan di luar kota. Mungkin, ini adalah cara Allah, untuk menghiburku ketika kepalaku penat dan penuh dengan beban berat.
Selesai shalat shubuh, aku sudah mulai memasukkan sejumlah sate ayam dan sapi ke dalam mobil. Beberapa peralatan untuk membakar dan peralatan lain sudah siap semua. Setelah kupastikan semua tak ada yang tertinggal. Aku mulai melajukan kendaraan menuju ke Bandung. Mengendarai mobil ke luar kota memang sudah sering aku lakukan. aku memang bekerja seorang diri, bukan tak ingin merekrut karyawan, tapi belum saatnya aku mempunyai seorang karyawan untuk membantuku. Mungkin karena aku yang sudah terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
“Alhamdulillah, satenya udah datang nih,” kata seorang pria yang menyambutku di depan gerbang rumahnya.