BAB 1 – Muka rata
Ulyana Angeline atau Ulya, seorang gadis berponi pagar yang ceria. Dia selalu menampilkan sebuah senyuman yang entah berapa kilo gula yang terkandung. Saking manisnya, bikin diabetes! Dia itu siswi SMA Pancasila yang cukup populer. Gimana tidak populer? Pintar ... iya! Cantik ... iya! Ceria ... banget! Tapi, dia itu orangnya moody, kalau diganggu sedikit saja, dia akan mengomel panjang kali lebar dikali lagi sama tinggi. Memang sih, tidak semua orang itu selalu sempurna, pasti ada lecetnya.
‘BRUKK!’
“Oops!”
Ulya tersungkur ke lantai dan buku yang dia bawa semuanya berserakan kemana-mana.
“Dasar! Jalan gak liat-liat. Matanya merem kali ya!” gerutunya dalam hati.
“Heh! Bantuin kenapa?! Jangan melototin gitu doang dong! Tuh liat, buku gue berserakan kemana-mana. Jalan tuh pakai mata! Kalau misal tadi gue jatuh nyungsep ke selokan gimana? Lo mau tanggung jawab? Dasar cowok muka ngeselin! Muka rata!”
Ulya mengomel sendiri tapi orang yang ia omeli justru pergi seenaknya.
“WOI!”
‘PUK!’
“Well, Ulya si ngeselin datang! Dan itu salah lo sendiri, muka rata!”
“Rasain tuh! Emang enak kena lemparan buku?” Ulya menjulurkan lidahnya mengejek setelah melemparkan kamus biologi ke kepala cowok yang menabraknya tadi.
Tanpa merasa bersalah, Ulya mengambil dan menata bukunya dengan cepat, lalu buru-buru kabur daripada mati konyol dibunuh sama cowok tadi.
Ulya tertawa terbahak-bahak seperti sedang kesetanan. Membuat para siswa yang melihatnya bergidik ngeri.
“Heh, cewek rese!” langkah si Ulya terhenti. Dia langsung membalikkan badan tanpa tau siapa yang dipanggil oleh suara berat itu.
‘PUUK!’
“Aawh!”
“Uwow! Pasti enak tuh,” ucapnya datar. Terlalu datar. Bahkan kedengerannya itu kayak anak kecil yang lagi belajar ngeja, meskipun datar, tiga kata itu cukup membuat Ulya tambah geregetan.
Apalagi ngeliat beberapa pasang mata yang melihat kejadian barusan pada nahan ketawa. Kan bikin si Ulya tambah bete.
‘BRAK!’
Semua buku yang ada di tangannya sekarang jatuh semua ke lantai. Bukan gegara di tabrak orang lagi. Tapi emang Ulya sengaja menjatuhkan setumpuk buku itu.
Dia mendekati si cowok muka rata itu dengan santai. Setelah mereka berdiri berhadapan dengan jarak yang cukup dekat. Ulya mendongak menatap tajam mata cowok muka rata itu.
“Apa?”
Ulya tidak menjawab. Dia terus menatap cowok muka rata itu dengan tajam. Tapi dengan senyuman menghiasi bibir mungilnya juga.
“Cih! Dasar cowok muka rata!”
Si cowok muka rata itu pun tidak mau kalah. Dia menatap mata bulat Ulya tanpa expresi apapun.
“Nih cowok kehabisan stok ekspresi kali ya? Dari tadi gak ada ekspresinya.”
“Hei, kalian berdua! Ngapain pacaran di sekolah?!” Bu Sani yang tidak sengaja lewat pun memergoki aksi saling tatap itu. “Dan kamu, Ulya! Mana buku yang saya minta?!” nada bicaranya Bu Sani semakin meninggi dan akhirnya Ulya pun memunguti buku-buku itu lagi untuk kedua kalinya.
“Maaf ya, Bu Sani,” bukannya merasa bersalah, Ulya malah melengos pergi setelah memberi setumpuk buku pada Bu Sani, Guru Biologi yang paling ngeselin itu. Suka banget kalau disuruh bikin Ulya kerepotan.
“HAAHHH! MALU BANGET GUE! AWAS AJA SI COWOK RESE ITU! GUE BIKIN NGEMIS MINTA MAAF SAMA GUE NANTINYA! ARRGGH! DIA NGESELIN BANGET JADI ORANG!” makinya dalam hati.