Tell Me Your Secret

Risda Ully Safitri
Chapter #2

2. Murid Baru

BAB 2 – Murid Baru

“Nih!” setelah mengembalikan kemeja milik si muka rata. Ulya berpaling begitu saja.

“Eh, cewek bawel,” lagi-lagi si muka rata membuat Ulya geregetan. “Mana permintaan maafnya?”

“Sialan nih makhluk!” kesalnya dalam hati.

Sontak Ulya langsung balik badan menatap si muka rata yang memandangnya datar. Menambah kekesalan di hati Ulya.

Ulya menghela nafas panjang. “Sabar deh ya, ngadepin orang yang gak kebagian ekspresi dari asalnya,” kali ini, Ulya berusaha untuk tersenyum. Dengan catatan, senyuman itu terpaksa.

“Maaf ya, muka rata!” wajahnya memang tersenyum. Tapi ada penekanan diakhir kata.

“Sama-sama.” Jawaban yang benar-benar menjengkelkan.

“NGESELIN BANGET!”

Sebelum Ulya pergi dari hadapan si muka rata itu, tangannya tertahan lagi oleh tangan kekar milik si muka rata.

“Heh, lepasin tangan gue. Ngapain lagi sih? Gue kan udah minta maaf. Gue juga udah tanggung jawab sama kemeja lo itu, kan? Terus ngapain lo masih nahan-nahan tangan gue? Serasa gue tuh kayak tahanan lo deh,”

“Nama.” 

Ulya mengerutkan dahinya heran. “Nih anak nanya gue apa gimana sih?” 

“Nama lo siapa, cewek bawel?”

“Nih!” tanpa menjawab, Ulya memperlihatkan name tag yang ada di jas seragamnya.

“Oh.”

“JUST IT? Gila! Si muka rata ini ngeselin banget sih! Ya Tuhan, ampunilah dosanya!”

“Gue murid baru. Elvodesta Raffi.”

Ulya tersenyum kecut. “Gue nggak tanya!”

####

Murid baru?

“Kalau dia murid baru, kenapa si Sishi kayak udah akrab gitu sama si muka rata?” monolognya seorang diri.

Suasana kelas yang tadinya kayak suasana pasar mingguan, sekarang jadi tenang ketika seorang guru yang terkenal garang memasuki ruang bertuliskan XI IPA 1-1 itu –Kelas Ulya.

Guru itu tak datang seorang diri. Dia bersama dua orang siswi yang memakai seragam sekolah yang berbeda. 

“Murid baru? Lagi?”

“Perhatian! Kalian kedatangan teman baru, mohon perhatiannya!” semua siswa mulai mengunci bibir mereka masing-masing. “Silakan perkenalan satu-persatu,” dua siswi itu hanya mengangguk.

Seorang siswi berkacamata maju satu langkah lalu tersenyum kepada seisi kelas. Dia benar-benar terlihat cantik dengan senyumannya.

“Hai, kenalin ... gue Dhirankha Sora Khazanya. Bisa panggil gue, Dhira. Gue pindahan dari SMA Sakti. Semoga kita bisa berteman dengan baik,” setelah siswi yang bernama Dhira itu mundur, salah seorang siswi lainnya maju.

Dia memakai topi yang bertuliskan XOXO. Rambutnya di kuncir kuda dan style-nya benar-benar keren.

“Style-nya oke juga!” gumam Ulya dalam hati ketika melihat sosok murid baru itu. 

“Hall—“

“Tunggu, buka topimu dulu,” perintah Pak Jordan –guru killer itu.

“Ja-jangan, Pak. Ini topi kesayangan saya,” rengek siswi bertopi itu.

“Hoi, anak baru! Turutin aja kata Pak Jordan, daripada topi buluk lo itu jadi angus!” celetuk salah satu siswa yang membuat seisi kelas tertawa terbahak-bahak, kecuali Ulya.

“Cih! Apa lo bilang? Topi buluk? Sini lo! gue angusin muka pasaran lo itu!”

“DIAM!” satu kata yang berhasil membuat seisi kelas hening seketika. “Lepas topi itu, atau saya akan—“

“Oke, Pak!” siswi itu langsung melepasnya dan tersenyum menggelikan. “Hallo, Guys! Gue Ferliza Adni Athkeyta, tapi cukup panggil gue Adni. Gue se-SMA sama si kacamata ini. dan juga sekelasnya. Alasan gue pindah ke sini, karena gue ik—“

“Woi! Kita gak tanya alasan lo pindah kali,” sahut Sishi jutek. Membuat si siswi yang lagi memperkenalkan diri itu tekanan darahnya naik drastis.

“Dasar kambing lo! Ganggu orang lagi perkenalan aja! Cih!”

“Sudah Adni, Dhira, sekarang kalian duduk di bangku yang sudah di siapkan dan ikut pelajaran selanjutnya dengan tenang. Saya permisi dulu,” Pak Jordan menengahi pertikaian yang terjadi antara kedua murid bandel itu dan menyuruh kedua murid baru itu untuk duduk tenang selama pelajaran berlangsung. Kedua murid baru itu mengangguk mengerti dan Pak Jordan pun meninggalkan kelas.

Keduanya saling melihat ke arah bangku kosong yang sudah disediakan. Dua bangku itu berada di barisan terakhir, sederet dengan bangku milik Ulya. Mereka berdua pun duduk di bangku yang sudah disediakan itu dan mengeluarkan buku kosong tanpa melihat ke Ulya yang terus menatap mereka.

“Idih, mereka songong amat ya?”

Lihat selengkapnya