BAB 3 – Juice
Sudah seminggu Dhira dan Adni menjadi siswi SMA Pancasila. Mereka semakin dekat dengan Ulya meskipun Ulya masih tak terlalu menganggap mereka lebih dari teman biasa. Ulya yang biasanya ke kantin sendirian, karena Dhira dan Adni, dia jadi gak sendiri lagi tiap pergi ke kantin.
Seperti biasanya, Ulya akan memesan satu jus buah naga favoritnya. Sedangkan Dhira dan Adni memesan dua jus oreo. Mungkin kesukaan mereka sama karena sudah lama sahabatan, begitulah sekiranya yang dipikirkan oleh si Ulya.
“Dhir, tolong pesenin satu jus lagi dong. Elo yang deket,” pinta Adni, “Please, Dhir ... ” Dhira hanya menggeleng pelan melihat sahabatnya itu merengek seperti anak kecil.
“Gue gemas banget tau gak sama lo. Pengen gue giling sampai rata!” Adni hanya nyengir tak berdosa.
Dhira pun menuruti permintaan sahabat setengah matangnya itu. Setelah Dhira pergi, Adni mengambil posisi tempat duduk Dhira yang berdampingan sama si Ulya.
Ulya hanya menatap malas cewek setengah matang yang cengar-cengir sendiri itu.
“Jangan ngeliatin gue mulu. Entar naksir!” sindirnya sambil menikmati jus naganya itu.
Adni menahan tawa. “Oh, jadi sekarang lo berubah pikiran ya? Gue kira lo bener-bener masih normal.”
“Bodo amat deh!” Ulya bener-bener lagi malas debat sama si Adni. “Gue males ngeladenin lo. Lagi nggak mood.”
“Ceilah, lo curhat ya? Kenapa lo? Muka udah jelek, dikusutin pula! Tambah kusam tuh muka!” Ulya hanya diam. Dia malas merespon apapun perkataan Adni. “Woi, anggep gue ada kenapa sih?!” dalam hati Ulya tertawa puas melihat Adni yang gagal menjahilinya.
Tapi di lain sisi, mood-nya emang benar-benar lagi hancur pakai banget!
####
“Bang, jus oreo satu sama jus mangga ya.”
“Oh iya, Neng, tunggu bentar ya,” Dhira mengangguk. Dia melihat ke arah tempat di mana Adni dan Ulya nunggu. “Ck! Dasar si Adni, ternyata dia mau ngejahilin si Ulya lagi.”
“Neng, ini jusnya.” Setelah menerima jus itu dan membayarnya. Si Dhira buru-buru kembali ke tempat.
‘BRUK!!’
“Kenapa adegannya selalu tabrakan sih? Terlalu mainstream tau!” gerutunya kesal.
“Dhira!!” Adni yang melihat Dhira tersungkur ke lantai langsung aja ninggalin Ulya. “Yaelah Dhir, bangun sini. Kenapa gak hati-hati sih? Seragam lo jadi lusuh gegara jus, kan.” Adni dan sosok yang ditabrak Dhira pun menolong Dhira untuk bangun.
Ulya yang baru sadar ada kejadian itu, dia langsung lari menghampiri si Dhira. “Dhira! Lo okey aja, kan?” Dhira hanya mengangguk sambil membersihkan jas seragamnya yang kotor karena jus.
“S-sorry ya. Gue bakal ganti jus lo itu kok. Tenang aja. Sorry banget ... ” sosok yang ditabrak Dhira itu membantu membersihkan jas Dhira yang kotor.
“Eeeh, udah gak usah ikutan bersihin. Biar gue aja. Masalah jusnya gak usah dipikirin. Lagipula cuma jus doang. Gak perlu merasa bersalah gitu deh. Sorry juga, udah nabrak lo tadi” Ulya dan Adni celingukan melihat Dhira dan sosok yang dia tabrak itu.
“Emh, Dhir ... itu kan jus gue. Pakai uang gue, kenapa gak boleh diganti sama nih cowok?”
Dhira langsung mencubit perut Adni sampai dia bungkam. Ia melototi Adni seolah mengatakan, “Diem aja deh, Ad!”
“O-oh, O-oke deh ... gue bakal ganti kok. Emm, nama gue Ardhi kelas XI IPA 2-1. Jadi nanti pulang sekolah, gue tunggu di depan kelas gue ya” belum sempat Dhira menolak, Ardhi –sosok yang ditabraknya tadi udah buru-buru pergi.
“Wuhuuu!! Dapet kecengan baru nih?” goda Adni dan Ulya bersamaan.
“Diem deh!”
“Uwoww, si kacamata marah!! Oh tidak!!”
“Adni jangan lebay deh!” Ulya hanya tertawa melihat Dhira yang bersemu merah digoda oleh Adni.
Ulya menatap kepergian Adni dan Dhira. Kemudian, tatapannya beralih pada sosok yang bernama Ardhi tadi. “Ardhi ... tumben banget ngajak cewek pergi berdua cuma gegara jus”
####
“Iya, Ma, tolong biarin sepedanya di halaman. Itu sepeda temanku” setelah menerima telefon dari mamanya mengenai sepeda Ulya yang sudah selesai diperbaiki. Elvo langsung menuju ke kelas Ulya.
“Dasar, cewek bawel. Pasti gue bakal diomelin lagi. Gue baik salah, gue jahat tambah disalahin. Cowok emang selalu salah dimata cewek”
“Eh? Muka rata? Mau ke mana lo?” langkahnya terhalang oleh kehadiran sosok yang ia cari.
“Mau ke kelas lo,” Ulya –sosok itu hanya mengerutkan keningnya. “Mau ketemu lo,” sebelum Ulya melempar pertanyaan lagi, Elvo langsung saja mengatakannya.
“Oh! Sepeda gue? Gimana keadaan sepeda gue? Udah jadi belum? Gak ada yang perlu dikhawatirin lagi, kan???”
“Sepeda lo udah jadi. Nanti ambil ke rumah gue,” setelah mengatakannya, Elvo langsung berbalik berniat kembali di kelas daripada harus kena omelan si poni kuda itu lagi.
“Heh, muka rata! Gue kan gak tau rumah lo mana. Jangan bego-bego amat dong jadi orang!”
Sontak Elvo langsung berbalik badan dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ulya. Membuat Ulya sedikit memundurkan wajahnya.
“Elo yang bego. Pulang sekolah bareng gue kan bisa,” mata Ulya terbelalak. Dalam hatinya sana, entah kenapa jantungnya menjadi berpacu lebih cepat dari biasanya.
“AH!! ELVO PANGERAN GUE!!!!” mendengar jeritan itu, Elvo langsung lari dengan cepat meninggalkan Ulya. Melihat siapa yang datang, Ulya menahan tawanya.
“Gila! Ternyata kelemahan si Elvo ada di Sishi ya. HA-HA!”
“Eh Ulya, kan gue udah bilang. Jangan deketin my Elvo!” Ulya hanya mendengus pelan. Tanpa merespon Sishi, dia pergi begitu saja.
“ULYA NGESELIN!!!”