Lizzy kecil berjalan ter tatih-tatih menuju ruang kelasnya. Semenjak insiden kecelakaan itu, membuat hidup seorang Lizzy berubah. Kini, gadis kecil itu harus mengenakan tongkat untuk membantunya berjalan normal. Sedari tadi, Lizzy terus berjalan sambil menundukkan kepalanya menghindari kontak mata dengan siapapun. Hari ini ia tidak ingin berurusan dengan ‘makhluk-makhluk’ itu lagi. Benar, insiden itu tidak hanya merubah cara berjalannya saja. Akibat insiden itu, ia jadi bisa melihat ‘mereka’ yang tidak terlihat oleh manusia lain.
Langkah kecilnya itu terhenti ketika ia sudah berada di depan ruang kelasnya. Gadis kecil itu menghela nafas berharap hari ini dapat berjalan secara normal. Lizzy mulai melangkahkan kakinya kedalam kelas dan seketika pandangan teman-temannya mulai mengarah kearah-nya. Suara lirih dari teman-temannya yang berbisik membicarakannya kini menemani langkahnya menuju bangku di sudut ruang kelas itu. Lagi dan lagi hari-harinya dimulai dengan sangat menyebalkan. ‘Anak aneh’, ‘Orang pincang’, dan ‘Anak Iblis’ adalah kata-kata yang selalu Lizzy dengar setiap hari dari mulut teman-temannya dan itu membuatnya merasa sedih. Lizzy kecil mulai meletakkan kepalanya diatas meja sembari menatap ke arah luar jendela. Rintik hujan pagi itu menemani kemurungan hatinya.
Tidak lama kemudian sang guru datang kedalam kelas dan bersiap memulai pembelajaran hari ini. Tetapi, Lizzy tetap asyik memperhatikan jatuhan air hujan yang menghantam pinggiran jendela. Sang guru sadar akan sikap Lizzy yang tidak memperhatikan jalannya kelas hari ini.
“Lizzy?, apa kamu baik-baik saja?”, Sang guru pun mulai bertanya. Sontak hal itu membuyarkan lamunan Lizzy. Gadis itu buru-buru mulai merapikan cara duduknya dan membuka buku-buku pelajarannya. Ketika Lizzy menatap gurunya yang berada di depan kelas, ia merasa ada yang janggal dengan ekspresi gurunya.
“Apa kamu baik-baik saja Lizzy?”, Tanya sang guru sekali lagi sambil tersenyum lebar. Semakin diperhatikan senyuman guru itu semakin melebar dan mulut guru itu terlihat robek hingga ke telinga. Wajah guru itu berubah menjadi sangat mengerikan dengan darah memenuhi mulutnya. Melihat hal itu sontak membuat Lizzy berteriak histeris. Teriakan Lizzy membuat teman-teman sekelas-nya ikut menatap kearah-nya. Sosok menyerupai gurunya itu semakin mendekat ke arah Lizzy hingga akhirnya sosok itu berhenti tepat di depan wajah gadis itu.
“Apa kamu tidak apa-apa Lizzy?”, Tanya sosok itu dengan suara yang tidak kalah menakutkan. Hal itu membuat Lizzy semakin histeris. Sosok itu kembali bertanya dengan pertanyaan sama namun kini diselingi dengan suara cekikikan mengerikan. Suara sosok itu terus menerus terdengar di dalam kepalanya hingga membuat Lizzy menutup kedua telinganya.
“Lizzy, apa kamu tidak apa-apa?”, Kali ini sosok guru yang asli bertanya kepada Lizzy sambil mengguncangkan tubuh gadis kecil itu. Namun, hal tersebut tidak membuat suara tangisan Lizzy reda. Sosok itu terus berputar mengelilinginya sambil menanyakan pertanyaan yang berulang-ulang. Lizzy pun bangkit dari tempat duduknya dan kemudian berlari keluar kelas. Melihat hal tersebut membuat sang guru asli ikut mengejar Lizzy. Gadis itu berlari kearah loker miliknya di lorong di ujung gedung sekolah. Lizzy pun kemudian masuk kedalam loker tersebut sambil memegangi erat-erat takut hantu itu mengikutinya. Loker tersebut cukup besar sehingga bisa menampung tubuh mungil-nya itu. Lizzy tetap menangis di dalam loker itu hingga membuat gurunya itu cukup khawatir.
“Lizzy, keluarlah nak. Apa yang terjadi pada dirimu?”, Kata sang guru sambil tetap menggedor-gedor pintu loker itu.
“Lizzy?”, Kata sang guru lagi tetapi tetap tidak ada respon. Berkali-kali sang guru mencoba membujuk Lizzy untuk membuka pintu loker tersebut. Namun, permintaan tersebut tidak digubris oleh Lizzy sama sekali. Gadis kecil itu terus menangis ketakutan sekaligus kesakitan menahan rasah ngilu dikakinya. Sosok tadi merupakan hantu paling mengerikan yang Lizzy lihat sepanjang satu tahun ini. Selama ini, Lizzy hanya melihat hantu dengan bentuk seperti manusia hidup lainnya. Entah mengapa akhir-akhir ini, Lizzy selalu melihat hantu dengan bentuk yang tidak normal. Mereka tidak hanya menampakkan diri, tetapi juga mengganggu kehidupan Lizzy hingga membuatnya terlihat aneh di mata manusia-manusia lain. Mereka berusaha menjauhkan Lizzy dari orang lain dan hal itu berhasil. Lizzy semakin terlihat aneh dan dijauhi oleh anak-anak sebayanya. Seperti halnya itik si buruk rupa, tidak ada yang ingin berteman dengan dirinya lagi. Kini, hanya kedua orang tuanya saja yang mau menerima kekurangannya itu.
“Lizzy sayang?”, Kini suara familiar ibunya terdengar dari balik loker. Tetap tidak ada jawaban. Lizzy tetap saja menangis.
“Tolong bukalah loker ini sayang”, Pinta ibu Lizzy sambil memelas.
“Aku tidak mau, aku takut mom”, Jawab Lizzy sambil terisak. Ibu Lizzy kini mulai berjongkok di depan loker.
“Apa yang kau takutkan Liz?”, Tanya Ibu Lizzy dengan lembut.
“Semuanya mom, hantu-hantu itu dan tatapan orang-orang. Semuanya sungguh menjengkelkan”, Jawab Lizzy sambil terus terisak.
“Kenapa kau harus takut dengan semua itu?. Ketakutan hanya akan memakan waktumu. Hidup ini sungguh singkat Liz. Jika kamu terus hidup dalam rasa ketakutan, kamu akan melewatkan semua peluang hidup dan momen favorit yang seharusnya bisa kau lakukan. Lihatlah kamu sudah melewatkan jam pelajaran sejarah dan melewatkan makan siang favoritmu di kantin. Kamu telah membuang waktumu dengan menangisi rasa ketakutanmu di dalam loker ini. Hadapi rasa takut itu Lizzy, kamu anak yang hebat dan pasti akan bisa melaluinya”, Kata Ibu Lizzy berusaha menenangkan anak kesayangannya itu. Mendengar semua penjelasan ibunya membuat Lizzy tersadar, ia telah berjam-jam menangis di dalam loker. Merasa bersalah dengan perbuatannya itu, Lizzy akhirnya membuka pintu loker. Wajah ibunya yang tersenyum menyambutnya membuat Lizzy memeluk ibunya erat-erat. Ibunya juga membalas pelukannya dengan lembut.
***
10 tahun kemudian…
Lizzy merasakan tubunya terasa berat, ia pun mengerjap-ngerjapkan matanya melihat sesuatu yang menindihnya itu. Betapa terkejutnya ia melihat sesosok hantu bocah laki-laki sedang duduk diatas perutnya. Setelah sadar sepenuhnya Lizzy pun mengibaskan selimut yang membukus tubuhnya dan seketika sosok hantu bocah laki-laki itu menghilang. Gadis itu kemudian duduk di samping tempat tidur sambil mengatur nafasnya. Meskipun hantu bocah laki-laki itu tidak menyeramkan, tetapi tetap saja wajah pucatnya membuat Lizzy sedikit terkejut di pagi hari. Lizzy lantas mengambil segelas air yang berada di nakas samping tempat tidur untuk menetralisir rasa terkejutnya itu.
“Tolong carikan ibuku”.
Mendengar suara itu, Lizzy berhenti meneguk air dan tatapannya kini beralih pada hantu bocah laki-laki tadi yang kini tengah berdiri di depannya. Dengan memutar bola matanya malas, Lizzy kemudian mengambil tongkat berjalannya kemudian pergi menuju kamar mandi.
“Tolong carikan ibuku”.
Lagi dan lagi, Lizzy melihat hantu bocah laki-laki itu telah duduk di atas wastafel. Lizzy lantas membanting pintu kamar mandi dan tetap tidak menghiraukan hantu bocah laki-laki itu, ia kemudian mengambil sikat gigi di rak samping wastafel bersiap untuk menggosok giginya.
“Aku tahu kau bisa melihatku, tolong carikan ibuku. Aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi”. Kata hantu bocah laki-laki itu sambil memelas. Mendengar perkataan itu membuat Lizzy buru-buru menyelesaikan kegiatan paginya itu.
“Hey, hantu bocah jelek. Sudah berulang kali aku katakan bahwa aku tidak tahu dimana keberadaan ibumu itu!”, Kata Lizzy dengan kesal sambil mengacungkan sikat giginya kearah hantu bocah laki-laki itu.
“Jika kau sudah selesai mohon tinggalkan kamar mandi ini, jangan menggangguku lagi!”, Ucap Lizzy sambil berlalu pergi. Mendengar perkataan Lizzy, lantas membuat hantu bocah laki-laki itu merasa sedih. Hantu bocah laki-laki itu tertunduk lesu sambil menangis dan seketika menghilang begitu saja. Lizzy kemudian membalikkan badannya mengecek apakah hantu bocah laki-laki itu telah pergi dari kamar mandinya. Benar saja, hantu itu telah menghilang. Sebenarnya Lizzy merasa bersalah karena telah berkata kasar kepada hantu itu. Meskipun bocah laki-laki itu adalah hantu, tapi tetap saja bocah itu hanyalah anak-anak. Sudah semingguan ini hantu bocah laki-laki itu mengikuti Lizzy. Entah bagaimana bocah laki-laki itu bisa meninggal hingga tetap tersesat di dunia sembari mencari keberadaan ibunya. Hati Lizzy paling dalam sebeneranya ingin membantu bocah laki-laki itu, tetapi ia sendiri tidak tahu bagaimana cara membantunya dan harus mulai dari mana. Bocah laki-laki itu bukanlah satu-satunya hantu yang meminta bantuannya, ratusan bahkan ribuan hantu mungkin telah meminta bantuannya untuk menyelesaikan ‘hutang’ dunia mereka agar bisa pergi dengan tenang.
“Lizzy!!!”, Teriak Ibu membuyarkan lamunan Lizzy di depan cermin meja rias.
“Iya Mom, aku baru selesai bersiap!”, Balas Lizzy sambil setengah berteriak. Lizzy kemudian buru-buru memasukkan buku-bukunya. Kemudian, ia turun menuju meja makan untuk bergabung dengan ibu dan ayahnya.
“Pagi Mom”, Kata Lizzy sambil mengecup pipi ibunya.
“Pagi Dad”, Kata Lizzy sambil mengecup pipi ayahnya.
“Pagi Honey”, Balas ayahnya sambil membantu Lizzy untuk duduk.
Pagi itu diawali dengan sangat hangat. Hanya ada Lizzy, Ayah, dan Ibu. Kedua orang tuanya sangat menyayangi Lizzy dan begitupun sebaliknya, Lizzy sangat menyayangi kedua orang tuanya. Dia anak satu-satunya di keluarga itu, sehingga keluarganya terlalu memanjakannya. Perlakuan yang diterima oleh Lizzy membuatnya semakin lama semakin tidak nyaman. Ia ingin sekali hidup mandiri seperti anak-anak lain, apalagi di usianya saat ini. Lizzy paham, sikap orang tuanya sebenarnya hanya mengkhawatirkan keadaannya yang tidak bisa berjalan normal. Orang tuanya hanya ingin melihat Lizzy tidak berkecil hati atas keadaanya. Tetapi Lizzy harus sadar bahwa dia tidak bisa bergantung seumur hidup dengan orang tuanya. Sambil melihat kedua orang tuanya sedang menikmati sarapan pagi itu, Lizzy akhirnya membulatkan tekat untuk memulai hidup mandiri.
“Mom…Dad…”, Kata Lizzy ragu.
“Hmmm Honey, Ada apa?”, Jawab Ibunya. Lizzy pun meneguk air liurnya bersiap diri untuk mengutarakan maksudnya. Kedua orang tuanya kini menatap Lizzy, membuat gadis itu semakin gugup.
“Se…sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini sejak lama. Mmmm, aku ingin hidup mandiri dengan bekerja part time. Jika kalian mengizinkan, mulai hari ini aku akan mencari-cari pekerjaan. Kalian juga mulai hari ini tidak usah mengantar dan menjemputku sekolah, aku akan pergi dengan naik bus”, Ucap Lizzy sambil memperhatikan ekspresi kedua orang tuanya. Kedua orang tua Lizzy masing-masing meletakkan alat makan mereka dan berfokus kearah anak mereka itu.
“Apakah masih ada yang merundungmu di sekolah Liz?”, Tanya ayahnya dengan nada khawatir. Mendengar pertanyaan itu, Lizzy hanya menggelengkan kepalanya. Bohong jika tidak ada yang merundungnya di sekolah. Tetapi kali ini bukan itu alasan dibalik keinginannya untuk hidup mandiri.
“Jika hal itu murni karena keinginanmu, kami tidak akan melarangnya Liz”, Kata ayah sambil tersenyum.
“Iya Honey, kami tidak akan melarang keinginanmu. Tapi ingat, jangan terlalu memaksakan jika pekerjaan itu membahayakan dirimu”, Sahut Ibu sambil mengelus rambut Lizzy.