Fisa keluar dari kamar mandi dengan langkah murung. Ia terhenti di sofa dan mulai menyalakan televisi. Sementara itu kepalanya terbungkus handuk.
"Fis, kamu gak kemana-mana hari ini?" tanya Ibu yang kebetulan sedang bertukar jaga dengan Ramka di rumah sakit.
"Oh, Fisa mau nganterin surat resign aja sih hari ini, tapi agak siang, jam 9 aja, sekarang kan masih jam 7 kurang," ujar Fisa sambil menyunggingkan senyum.
Ibu hanya tersenyum lalu menghela napas, "kamu yakin gak apa-apa mengundurkan diri? Bukannya kamu terbiasa kerja ya? Hari ini aja mandi pagi karena biasa berangkat sebelum macet kan?"
Fisa terdiam dengan pertanyaan itu. Apa yang dikatakan ibunya memang benar. Jika dipikir-pikir uangnya tidak akan cukup jika bulan depan tidak bekerja. Namun, apakah ia sanggup menerima kenyataan jika harus melihat Darma setiap hari? Fisa tidak mungkin terus bertemu saat hubungannya dengan Darma sudah tidak ada apa-apa lagi.
"Bu, aku belum masak, Ibu mau aku masakin apa?" Fisa beranjak dari kursi dan berjalan menuju dapur. Tidak ingin berlama-lama dalam pembahasan yang ia sendiri tidak mampu menjelaskan.
"Ibu hanya ingin kamu mendapatkan apa yang membuat kamu bahagia. Kamu mungkin bisa memperbaiki semua. Setidaknya tidak perlu memiliki hubungan buruk dengan Darma," kata Ibu dengan suara yang penuh kecemasan. Ia tahu betul putrinya berada dalam kebimbangan. Siapa yang tidak sakit hati jika orang yang dicintai menyematkan cincin pertunangan di tangan orang lain.
Fisa menghentikan langkah. Kalimat itu terasa menusuk hatinya. Ibunya bahkan begitu cemas atas dirinya. Fisa terdiam membelakangi ibunya.
"Ibu mau dimasakin nasi goreng aja. Setelah itu kamu pikirkan kata-kata Ibu ya," ujar Ibunya yang kini berjalan keluar rumah.
Fisa menengadah sementara matanya tertutup. Bingung dengan keadaan ini. Entah apa yang harus ia lakukan dengan semua hal membingungkan ini.
***
Adifisa berhenti di depan pintu ruang direktur. Ia melihat mejanya yang biasa ia gunakan. Kali ini apakah Darma akan mencari pengganti seperti ia mengganti dirinya dengan gadis yang ia jadikan tunangan? Fisa membulatkan tekad, ia harus menuntaskan kisahnya dengan Darma. Setidaknya ia harus berpamitan dengan baik.
Saat akan mengetuk tiba-tiba pintu terbuka lebih dulu. Sosok yang membuka pintu terlihat sedikit terkejut melihat kehadiran Fisa di depan ruangannya. Dia orang itu saling pandang beberapa detik. Mata lelaki itu lalu melihat pada sebuah amplop putih di tangan Fisa.
"Selamat pagi, Pak. Saya mau memberikan surat pengunduran diri. Maaf saya baru bisa hari ini soalnya …."
"Simpan di meja saya aja," potong Darma yang langsung melangkah. Fisa merasa begitu terluka.
Langkah lelaki itu terhenti saat lengannya di pegang olrh Fisa yang masih menghadap pintu.
"Segitunya kamu benci sama saya? Kamu pernah berpikir kalau kesalahan kecil yang terjadi di antara kita membesar seperti samudera. Berapa kali pun saya mendayung kamu gak pernah bisa saya temukan," ujar Fisa.
Lelaki itu menengok ke arah Fisa, "Berapa kalipun saya menyelam kamu gak pernah bisa ditebak. Lupa kalimat yang kamu katakan waktu di hari pertunangan saya?"
tanpa menunggu lelaki itu melepas paksa lengan Fisa dan pergi meninggalkannya.
Fisa membeku. Merasakan denyut jantung yang melemah. Kalimat yang dikatakan saat hari pertunangan sangat ajaib. Dapat memutus rantai hati yang pernah Sling terkait. Bodohnya Fisa yang mengatakan kalimat termunafik sepanjang hidupnya. Dia mana pernah tidak memikirkan lelaki itu. Saat hilang dicari, saat ada selalu didekati, dan saat ia pergi perlukah ia mengejar lagi?
Pelupuk mata yang menampung air kini tak sanggup lagi menahan hingga meneteskannya. Fisa menangis sambil memegangi dadanya yang terasa begitu nyeri.
Ia diam di sana beberapa menit hingga tangisnya mereda. Perlu waktu untuknya untuk menghentikan sesak di dada. Mengapa ia begitu hancur saat Darma meninggalkannya? Apakah Fisa bisa mencintai orang lain sedalam perasaannya pada lelaki itu?