“Hmh, jadi Bungi itu jagain lo ya waktu gue gak ada? Ibaratnya dia sama gue punya jadwal buat gantian. Menurut gue, lo harus temuin lagi Darma deh, mungkin aja masih banyak hal yang mau dia jelasin,” ujar Sadina setelah Fisa selesai menceritakan masalah yang baru saja dialaminya.
“Tapi, aku tuh masih gugup. Kalau aja aku gak ada di antara hubungan Darma sama Bungi mungkin aku lebih siap untuk menikah. Bahkan aku masih punya pikiran senang ketika dicintai dia yang statusnya suami orang. Jahat banget kan aku ini? Tapi karena waktu itu aku gak tahu sama sekali!” papar Fisa yang tengah berjalan bersama Sadina di lorong rumah sakit.
“Pokoknya kita harus temuin dia dulu. Gue tahu kok dia itu baik banget dan suka sama sama lo, buktinya dia nitipin lo sama gue sebelum resign. Sayangnya gue gak bisa bilang itu sama lo karena permintaan dia.”
Fisa merasa mendapat kejutan dari sebuah rahasia saat mendengarnya. Ingin sekali ia berterima kasih, tapi rasanya begitu sulit untuk sekadar bertemu dengan orang itu. Ia tentunya sedang tak mau membahas masalah pernikahan dengannya ketika bertemu.
“Sekarang kita temui laki-laki yang bertransformasi dari Darma ke Reksa itu, yuk?! Gue juga pengen lihat setelan dia kalau pakai jas gimana,” ujar sadina tanpa rasa cemas sedikitpun. Fisa pun dipaksa untuk menemui Darma hingga akhirnya mereka berjalan ke ruang rawat Bungi.
Fisa dan Sadina yang sedang berjalan ke arah pintu melihat Reksa dan Arwan yang tengah mendorong brankar bersama para perawat. Fisa dan Sadina pun segera mengikutinya hingga ke depan ruang operasi. Dua lelaki itupun terhenti dan membiarkan Bungi dibawa masuk. Dua orang itu tampak begitu kacau.
“Bungi kenapa?” tanya Fisa. Reksa yang melihatnya tak menyangka bahwa gadis itu akan kembali menemuinya.
“Dia kritis,” Arwan yang menjawab. Ia lalu fokus melihat ke pintu ruang operasi.
“Dia akan baik-baik aja kok. Ayahku juga sekarang udah membaik,” ucap Fisa berusaha menenangkan dua orang itu.
“Semoga,” ucap Reksa singkat. Fisa pun duduk di dekatnya, sementara Sadina duduk di bangku yang berdekatan dengan Arwan. Lelaki itu sempat menoleh ke arah Sadina. Perempuan itu tersenyum ramah pada Arwan. Sadina tentunya tahu siapa Arwan. Lelaki itu membalas senyuman dengan ragu-ragu.
Arwan berdiri dan bulak balik di depan pintu. Sementara Reksa tak berkata sedikitpun setelah satu jam lamanya. Meski begitu dua wajah itu tampak sangat cemas.
“Bungi, kamu harus pulih,” ucap Arwan.
Fisa melihat begitu besarnya perhatian Arwan terhadap adik iparnya. Itu berarti Bungi benar-benar sosok yang begitu dicintai semua orang di keluarganya Darma. Fisa tak punya niat apa-apa, ia hanya ingin memastikan Bungi sehat kembali dan melupakan persoalan pernikahannya. Mungkin ini yang terakhir kalinya ia menemui dua lelaki itu.
Operasi pun selesai. Dokter yang menangani pun keluar dengan wajah lelah. Semua orang yang ada di sekitarnya segera mendekat.
“Bungi tidak bisa bertahan. Kami tidak berhasil menyelamatkannya, mohon maaf kami sudah melakukannya sebaik mungkin,” ucap sang dokter.
Fisa memegangi dadanya yang terasa sesak. Kalimat yang pernah Fisa katakan tentang hal ‘baik-baik saja’ tak terbukti. Bungi sama sekali tak bisa bertemu dengannya untuk selamanya. Air matanya mengalir tanpa perintah.
Arwan hampir oleng dan memegangi dinding dengan wajah terpukul. Reksa yang berdiri tak banyak berekspresi. Ia terduduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
“Kakaaak!” teriak Reksa yang membuat seluruh ruangan dipenuhi suaranya. Fisa yang tengah menangis membulatkan mata ketika mendengarnya.
***
Pemakaman berjalan dengan lancar. Derai air mata masih memenuhi pemakaman. Arwan dan Reksa belum berdiri dari makam Bungi. Fisa bahkan tak bisa makan sejak kemarin. Tubuhnya terasa begitu lemas ketika kehilangan Bungi.
Sadina tampak memegangi Fisa bersama Ramka dan Adana. Ibu Fisa pulang duluan karena harus menjaga suaminya. Fisa kemudian melangkah mendekati dua orang lelaki itu.
“Maaf, karena aku pernah mengatakan bahwa Bungi akan baik-baik aja. Nyatanya Bungi malah pergi selamanya,” Fisa terisak. Gadis yang pernah membahas personil girl band itu kini tak akan bisa Fisa ajak bergurau lagi, Sungguh Fisa merindukannya.
“Dia pasti baik-baik aja kok di sana. Ia gak perlu lagi merasakan kesakitan. Dia kini udah menyusul orang tua kami,” ucap Arwan.
Reksa berdiri dan memandangi Fisa. Gadis itu pun lebih mendekat padanya.
“Darma, aku ....”
“Sampai di sini saja,” balas Darma memandang lurus ke arah Fisa. Wajahnya tak bisa ditebak.
“Maksud kamu?”
“Kita sampai di sini aja. Selanjutnya kita gak punya alasan lagi untuk menikah. Kak Bungi udah tiada. Lalu apalagi yang harus kuperbuat untuknya? Aku gak harus menikahi gadis yang nggak mau denganku, kan?”
“Darma, itu karena aku gak tahu kalau ternyata Bungi itu ....”
“Gak penting apa alasannya. Tapi kamu bahkan gak yakin sama sekali untuk memilih aku. Semoga kamu bahagia setelah ini,” Darma melewati Fisa.
Fisa tertegun. Mulutnya terasa terkunci meski ada begitu banyak kata yang ingin keluar dari hatinya. Fisa sungguh mencintainya. Akan tetapi, kesalahpahaman ini begitu menyesakkan hatinya. Ia berbalik dan mengejar Darma.