Teman 3 Hati

Eva Fadilah
Chapter #1

#1. First Meet

Semilir angin berhembus kearahnya, menerbangkan daun-daun kering yang tak lagi berwarna hijau segar. Cuaca panas yang masih mendukungnya untuk tetap berada dibawah pohon rindang bersama buku catatan yang biasa dibawanya kemanapun ia pergi. Arin bukan perempuan yang hobi bermain liar bersama laki-laki, masih lemah rasanya harus berurusan dengan hati. 

Wushh...

Selembar kertas mengawang ke udara, untungnya hanya ke arah samping dan diambil oleh seorang pemuda seumurannya yang baru saja datang. Jangan sampai dia membacanya, apalagi meremasnya menjadi bola. Dengan cepat, ia merebut kertasnya sebelum ditertawakan dengan isi curahan hati yang dituangkannya dalam cerita. 

"Gue pengen baca boleh?" pintanya tanpa basa-basi.

Arin menggeleng, mana mau jika kisahnya diumbar pada orang yang tak dikenal sama sekali. Cukup kenangan yang tahu apa yang telah diceritakan dalam lembaran rahasia dengan diam-diam.

"Lo suka nulis?" tanyanya.

Belum dijawab, laki-laki itu bersandar pada batang pohon dan menatap ke depan tanpa alasan jelas. Yang ia tahu, rata-rata orang yang datang kesini itu pemurung dan banyak masalah, kecuali dirinya yang hanya ingin berteman sepi.

"Maaf, kalau gue sok kenal sama lo.Tapi, tenang aja kok gue nggak jahat macam cowok di luar sana. Gue lagi butuh teman aja buat cerita," tuturnya santai.

"Kenapa nggak lewat buku aja, kan kamu bisa nyeritainnya tanpa harus menutupi. Jujur, aku bukan orang yang pandai bicara. Lebih tepatnya aku pendiam," 

Daffa hanya terkekeh kecil mendengar kejujuran yang tak penting untuk diucapkan. Mungkin menurutnya ia ini berbeda dari kebanyakan perempuan yang sok kenal tapi genit.

"Pantes aja, keliatannya lo nggak ada beban sama sekali. Oh ya, kita belum kenalan," Dia mengulurkan tangannya, Arin tampak ragu untuk membalasnya.

Batal, dia malah menyakukannya ke dalam jaket. Bukannya tak mau, tapi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ia malu. Untuk pertama kalinya ada laki-laki yang mengajaknya berkenalan.

"Nama gue Daffa, kalau lo?" Namun, ia jawab saja daripada membuatnya tak enak.

"Namaku Arin."

Daffa meng'oh'kan saja, lalu memandangnya begitu dekat. Sontak ia terbelalak dengan omongan yang ia percaya. 

Plak! Ia menampar dahinya, Arin meringis sambil mengusap-usap area sakit. Ternyata, ada nyamuk yang menghisap darah dan menyisakan jejaknya disana.

 "Lo kayanya subur deh, sampe digigit nyamuk segitu lamanya," ejeknya.

Tak terima, ia pun memukul lengannya. Tak suka jika terus-terusan dibilang gendut atau sejenisnya, terlalu sensitif Arin dengan kata-kata itu. 

"Ehh iya maaf-maaf, keceplosan." Daffa terkikik.

"Nggak!"

Lihat selengkapnya