Teman Baru Winda

Mizan Publishing
Chapter #3

Teman Baru Winda

Anak perempuan itu bernama Winda. Dari kelas satu sampai kelas empat, Winda bersekolah di SD negeri di Kota Bandung. Tetapi, menjelang kelas lima, papa Winda pindah tugas dari kantornya ke Jakarta. Papa Winda bekerja di salah satu kantor telekomunikasi. Kata mamanya, di Jakarta nanti Winda akan bersekolah di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu). Mama Winda takut dengan pergaulan anak Jakarta, yang kata orang sangat bebas. Makanya, papa dan mama Winda berencana untuk menyekolahkan Winda di sekolah Islam, yang pakaiannya menutup aurat. Di samping itu, di sekolahnya yang baru nanti Winda juga harus menghafal dua juz Al-Quran. Hari ini, hari pertama Winda masuk sekolah yang baru.

“Winda Sayang ... cepetan, dong, siap-siapnya. Sudah mau jam tujuh, nih …,” mama meminta Winda untuk cepat-cepat.

“Iya, Maaa ….” Winda keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga, yang berada di lantai bawah.

“Halo, semuanya! Selamat pagi ....” Winda menyapa keluarganya.

“Senyum Winda manis, ya …,” mama memuji Winda.

Kemudian, Winda beserta keluarganya sarapan. Setelah selesai sarapan, dia segera pergi ke sekolah barunya bersama mama.

Selama perjalanan, Winda cemberut terus, sampai-sampai mama merasa heran.

“Winda Sayang ... dari tadi, kok, cemberut terus?” tanya mama.

“Ah, Mama begitu, sih! Winda paling enggak suka ketemu sama teman baru. Apalagi Mama pindahin aku ke sekolah Islam, terus murid perempuannya wajib pakai jilbab. Wah, Winda bisa kegerahan, deh! Belum lagi setiap hari harus menghafal Al-Quran.”

“Winda Sayang ... itu karena Winda belum terbiasa. Kalau sudah biasa, insya Allah Winda akan merasa senang menjalaninya,” bujuk mama.

“Tapi, kalau pakai kerudung, Winda merasa kegerahan, Ma.”

Sebelum mama berbicara lagi, mereka sudah sampai di sekolah baru Winda.

Di gerbang sekolah, ada spanduk yang bertuliskan “SELAMAT DATANG PEMIMPIN MASA DEPAN DI SDIT NUR HIKMAH”.

“Mama, aku mau pulang!” tiba-tiba Winda ingin pulang karena saat itu suasananya sangat ramai. Ya, jelas saja suasananya ramai, karena pada saat itu jam masuk sekolah. Murid-murid sedang berdatangan.

“Lho, kok, baru sampai sudah mau pulang? Mama yakin, kalau kamu sekolah di sini, kamu akan senang.” Mama berusaha membuat Winda senang, tetapi Winda tetap saja cemberut.

Kemudian, mereka masuk ke dalam dan bertemu salah seorang guru.

“Assalamu ‘alaikum, Ustazah,” mama Winda menyapa ustazah.

Kok, Mama memanggilnya “ustazah”? Ah, mungkin saja dia guru ngaji, tapi kok, mama tahu kalau beliau guru ngaji, kata Winda dalam hati.

“Oh, ini putri ibu yang mau sekolah di sini, ya?” tanya ustazah itu kepada mama.

“Iya, Ustazah, ini anak saya, Winda.”

“Ustazah, guru ngaji, ya?” tiba-tiba Winda bertanya kepada ustazah tersebut.

Lihat selengkapnya