Kalo ditanya mengenai tipe cewek idamanku, aku selalu menjawab dalam hati seperti Prisa Andara. Yap! Sahabatku semenjak kami sama - sama masih dalam kandungan, kepribadiannya yang menyenangkan dan selalu membuatku merasa nyaman ketika sedang bersamanya. Sebenarnya terasa sangat berat ketika aku memutuskan untuk kuliah di New York dan meninggalkan Prisa selama 3 Tahun, walaupun setahun sekali aku pasti mengunjunginya. Aku selalu mencemaskan anak itu, karena bagiku Prisa sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupku bahkan sangat berharga. Jujur saja selama di New York aku selalu merindukannya, aku rindu senyumnya yang tulus dan menenangkan, aku rindu wajahnya yang polos, aku rindu semua tingkahnya, dia selalu menjadi dirinya sendiri dimanapun dia berada. Ku rasa tak ada satupun lelaki normal yang tidak menyukainya, dia cerdas, bijaksana juga dewasa dalam berpikir dan bertindak, pantas saja dia menjadi konsultan percintaan lebih tepatnya adalah konsultan masalah kehidupan, itu menurutku. Si cantik bermata coklat, berkulit putih merona dengan rambut hitam panjang bergelombang yang selalu menjadi kesayangan Ibuku, anaknya sopan dan selalu ceria.
Prisa adalah sosok yang mengagumkan, terkhusus bagiku. Menjadi seorang anak yang Broken Home bukanlah merupakan hal yang diinginkan oleh setiap anak di dalam suatu keluarga. Perceraian, bagi kedua pasangan yang telah menikah namun memiliki konflik dalam keluarganya, terkadang adalah sebuah solusi yang mereka pikir akan mengakhiri permasalahan mereka, namun tak jarang mereka secara tak sadar menganggap itu hal yang terbaik, dan secara tak sengaja pula menjadikan anak-anak sebagai 'korban' dari keputusan mereka. 'Anak Broken Home' tiga kata yang menakutkan bagi anak-anak yang memiliki keluarga yang telah berpisah. Terkadang, penyematan nama itu, membuat hidup mereka hancur. Mereka butuh dari sekedar motivasi untuk membuat mereka dapat bangkit kembali dari keterpurukan mereka.
Banyak orang yang berspekulasi bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga tidak utuh akan menjadi pribadi nakal, suka menyendiri, tidak bisa berekspresi dengan baik, dan tidak bisa sukses seperti yang lainnya. Semua itu salah karna justru anak-anak broken home memiliki kelebihan yang tidak dimiliki anak-anak normal lainnya. Contohnya Prisa, karena semua kejadian yang dialaminya semenjak kecil membuatnya menjadi dewasa sebelum waktunya. Ketidakhadiran salah satu orang tua, atau bahkan kedua orang tuanya membuatnya sangat mandiri. Sehingga dia sangat menyadari, jika dia tidak mampu melakukannya sendiri siapa lagi yang akan membantunya. Dia juga memiliki mental yang tangguh dan memiliki motivasi sendiri untuk hidup lebih baik dan menunjukan diri kepada orang - orang bahwa mereka bisa sukses seperti yang lainnya.
Walaupun begitu, Prisa sangat menyayangi kedua orang tuanya terutama Ayahnya. Cita-citanya selalu ingin membuat sang Ayah bangga. Dia berhasil, sang Ayah selalu bangga atas prestasi sekolahnya, kuliahnya dan sekarang dia punya penghasilan sendiri. Akupun bangga bisa jadi sahabat dari seorang Prisa Andara. Maaf, aku terlalu bersemangat jika menceritakan tentang gadis itu mungkin kamu berpikir bahwa aku menaruh hati padanya. Celakanya pikiranmu benar, aku memang sudah lama jatuh cinta padanya, itulah alasan kenapa aku tidak pernah menanggapi para cewek yang berusaha menarik perhatianku.
Aku ingin menjadi bagian dari cita-cita Prisa yang ingin menikah muda, aku ingin mewujudkannya bahkan aku dan Prisa sudah nonton filmnya Ayu dan Dito yang judulnya ‘Teman Tapi Menikah’ dan tak ada yang tak mungkin jika kami akan berjodoh. Tapi sampai sekarang pun aku belum berani mengungkapkan perasaanku ini padanya, aku takut jika nanti persahabatan kami menjadi canggung, jadi nanti saja tepat diumurnya yang ke 22 tahun aku akan langsung melamarnya. Eh tapi jangan bilang sama Prisa dulu ya tentang rencanaku ini, masih rahasia.
“Kok lo tadi gak jawab pertanyaannya Maurin tentang tipe cewek idaman lo sih Ken?” Tanya Prisa ketika kami sudah ada di mobil menuju jalan pulang. “Trus lo malah alihkan pembicaraan, malah ngebahas gue.” Tambahnya lagi.
“Lo kenal gue udah berapa lama sih, kayak kenal sehari aja, lo kan tau gue paling malas kalo ditanyain masalah tipe cewek.” Sungutku dengan pandangan lurus kedepan.
“Kayaknya Maurin tertarik deh sama lo Ken.” Tutur Prisa yang langsung berbalik kearahku, melihat air mukanya yang polos aku jadi tertawa.
Wajahnya langsung berubah bete. “Kok lo malah ketawa sih.” Protesnya seraya mencubit lenganku hingga aku menjerit.
“Sakit Sa! Sadis amat sih lo jadi cewek, nanti gak ada cowok yang mau sama lo terus lo gak bisa nikah muda dong.” Ledekku mencubit gemas pipinya, membuatnya meringis dan memukul lenganku. Anyway sakit juga lho pukulan dia.
“Ya udah kalo gak ada yang mau nanti gue nikah sama lo, lo pasti mau kan. Ha ha ha!” katanya tertawa geli.
Aku langsung refleks berhenti mendadak yang membuat Prisa sedikit ngamuk karena aksiku itu.
“Kenzie!!! Lo apa - apaan sih, kenapa? lo nabrak orang?” Tanyanya histeris sambil menengok ke arah kaca depan mobil.
“Enggak.” Jawabku santai kemudian aku menatap Prisa yang memasang tampang kesal.
“Lah terus kenapa berhenti mendadak?” Matanya melotot dan sumpah lucu banget mukanya.
“Tadi katanya lo mau nikah sama gue?” Tanyaku membuat suasana jadi hening dan agak serius.
Mendadak tawa Prisa pecah. “Iya.. kenapa? Lo gak mau nikah sama gue? Biar kita nikah muda Ken nanti punya anak lucu - lucu dan kita masih kayak anak muda, kan gemas tuh!” Tuturnya sembari masih tertawa dan berandai - andai.
“Serius nih Prisa mau nikah sama gue? Apa mungkin sekarang aja ya gue bilang ke Prisa kalo gue punya perasaan yang lebih?” Ucapku dalam hati. Aku menghentikan aktifitas lamunanku ketika Prisa menepuk pundakku.
“Kenapa sih Ken? Mukanya serius gitu, gue cuma bercanda kali. Gak mungkin juga kan Lo suka sama Gue.” Prisa masih dalam keadaan tertawa sambil menggenggam tanganku kemudian dia tersenyum. “Ken, Gue tuh sayang banget sama Lo dari kecil kita udah barengan, tau kejelekan satu sama lain, gak ada yang ditutup - tutupin dan lo udah ngejagain gue, lo care sama gue, gue gak Cuma punya sahabat tapi gue berasa kayak punya abang yang sayang banget sama adeknya. I’m so lucky to have you Kenzie!” Kemudian dia memelukku, aku mengelus lembut rambutnya.
Sebenarnya aku kurang setuju ketika Prisa mengatakan bahwa tidak ada yang ditutup - tutupi antara kami berdua, nyatanya perasaan cintaku pada Prisa sangat rapat tertutup. Aku janji akan menjadi orang yang akan selalu dia butuhkan.
“Oh iya!” Prisa mengangkat kepalanya kemudian menatapku. Aku berusaha menghilangkan perasaan yang agak canggung dengan mulai menjalankan lagi mobilku menuju arah pulang. “Kayaknya Maurin suka deh sama Lo Ken.” Katanya kemudian.
“Terus?” Tanyaku cuek.
"Dia cantik lho Ken, Lo gak tertarik?" Tanya Prisa meyakinkanku.
"Gue biasa aja sih." Jawabku jujur.
"Lo sebenarnya normal gak sih Ken, selama bertahun-tahun Gue jadi sahabat Lo sekalipun Gue gak pernah dengar curhatan Lo tentang cewek yang Lo suka." Tuding Prisa menghujamku dengan tatapan penuh selidik.
Jelas saja aku tertawa lepas mendengar Prisa yang meragukan bahwa Aku ini normal atau tidak. Setelah ku pikir - pikir, Prisa pantas kok bertanya begitu karena memang selama ini aku tidak pernah menceritakan apapun kepadanya mengenai cewek kecuali Ibuku. Bagaimana bisa Aku menceritakan kepadanya tentang perasaan yang tumbuh secara diam - diam ini, sejak lama tumbuh dan mulai berkembang, mungkin sudah bermekaran karena setiap hari disiram dan diberi pupuk. Aku takut semakin lama Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan dan degup jantung yang tak beraturan ini di depan Prisa.
"Waaah parah Lo curiga sama sahabat sendiri, Gue normal tau." Aku mengacak rambutnya, bagi Prisa, rambutnya adalah bagian tubuh yang paling dia suka. Sontak saja dia langsung memukul tanganku hingga Aku meringis.
"Gue kan takut kalo sahabat Gue ada kelainan gitu lho." Tuturnya polos.
"Lo pikir Gue homo?"