Teman Hidup

Novya
Chapter #9

MAURIN JANEETA

Ku rasakan sesak menyerang dadaku, beginikah rasanya ditolak? Ternyata menyakitkan. Ini kali pertama aku merasakannya, karena selama ini aku selalu dikejar dan tak pernah mengejar namun lain hal nya ketika aku bertemu Kenzie, lelaki bernuansa wajah arab itu telah menjatuhkan hatiku namun dialah orang pertama yang menolakku. Aku terlalu percaya diri selama ini berasumsi bahwa tidak akan ada yang berani menolakku namun nyatanya Kenzie susah di dapatkan. Aku masih penasaran siapa sih perempuan yang disebut Kenzie sebagai calon istrinya dan kenapa Prisa sampai tidak tahu menahu tentang ini? Pikiranku melayang kesana kemari memikirkan hal ini.

Kok bisa-bisanya Kenzie tak tertarik denganku? tunggu dulu, muncul hasrat kepo dalam diriku untuk mencari tahu perempuan beruntung yang bisa Kenzie anggap sebagai calon istrinya. Ku anggap selama janur kuning belum melengkung, aku masih punya kesempatan untuk merebut hati Kenzie.

Sumpah! Baru kali ini aku menggebu-gebu seperti ini dalam mengejar cowok. Aku bertekad dalam hati bahwa aku harus segera mengetahui siapa calon istri Kenzie. Aku berpikir keras namun pikiranku kacau ditengah-tengah konsentrasiku terdengar teriakan dari luar kamarku.

Suara pembantuku yang cempreng menggelegar memenuhi telingaku ketika dia membuka kamarku tanpa mengetuk pintu, memang dasar pembantu tidak sopan senang sekali melihat aku menggerutu.

"Mbak Mauriiiiiiin Yuhuuuuuuu!!" teriak Siti, pembantuku yang suka kepo dan sering membuatku kesal ini umurnya kira-kira 28 tahun.

"Aduuh Siti! Kamu tuh ya kebiasaan gak pernah ketuk pintu." Tegurku memasang tampang bete.

"Maaf ya Mbak Siti khilaf hehehe." Siti nyengir.

"Banyak alasan, ada apa?" ketusku karena Siti kuanggap sudah merusak konsentrasiku tadi.

"Nganu Mbak, itu lho di luar ada cogan." Katanya tersipu-sipu sendiri.

"Siapa?" Tanyaku pada Siti. "ciri-cirinya gimana?" Tambahku lagi.

"Ciri-cirinya ganteng Mbak." Sahutnya polos.

"Aaah kamu!" Aku mengibaskan tanganku. "Maksud gue dia tinggi? atau berisi?"

"Mendingan Mbak keluar aja sekarang, kalo Mbak Maurin gak mau sama cowok itu biar buat Siti aja." Katanya tertawa.

Aku menyeringai ke arahnya, sebenarnya Siti ini menyenangkan sekali selalu memberikan penghiburan dengan tingkahnya yang menyebalkan itu. Kerjaannya nonton sinetron dan bakalan nangis bombai kalo sinetronnya sedih, memang lebay pembantuku ini. Namun dia tak pernah tersinggung dengan sikapku karena aku tidak pernah keterlaluan biar begitu Siti berjasa dalam mengurus keperluan hidupku dan juga keluargaku.

Aku keluar untuk menemui lelaki yang dimaksud Siti itu dan alangkah tekejutnya aku ketika melihat yang disebut cogan oleh Siti adalah Evan, bosku yang bawelnya tingkat Kabupaten.

"Bos???" Jeritku kaget.

"Selamat malam Maurin, maaf saya bertamu kemalaman." Tutur Evan agak kikuk sembari menyerahkan bungkusan yang ada ditangannya yang langsung disambut hangat oleh Siti, bungkusan itu adalah Pizza yang sengaja dia bawa untuk orang rumah namun sayangnya hanya ada aku dan Siti dirumah yang lain sedang diluar kota ada urusan.

Dengan wajah sedikit keheranan ku suruh Evan masuk dan duduk diruang tamu.

"Ada apa ya bos?" Tanyaku to the point.

Lihat selengkapnya