Teman Hidup

Nandita Aprilias
Chapter #1

S A T U

"Saya terima nikah dan kawinnya Freya Leta Kirania binti Renaldi Pratama dengan mas kawin yang tersebut di bayar tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?!"

"SAH!"

"Alhamdulillahirobbil'alamin.."

Nampak seorang penghulu mengangkat kedua tangannya dan melantukan do'a untuk sepasang suami istri dihadapaannya, yang baru mengikrarkan janji suci di hadapan Tuhannya. Semua hadirin nampak khidmat, memanjatkan do’a untuk kebahagiaan sepasang pengantin baru itu.

"Aaminnn ya robbal'alaminnn.."

Semua orang yang menengadahkan tangannya mengusapkan kedua telapak tangan masing-masing ke wajah mereka setelah penghulu merampungkan bacaan do’anya. Selanjutnya tatap mata mereka memandang kepada pengantin baru yang masih nampak kikuk.

Sang mempelai wanita atas nama Freya memandang ke arah pemuda disampingnya yang kini sudah sah menjadi suaminya, baik di mata hukum juga di hadapan Tuhan. Sang suami yang bernama Adam, menolehkan kepalanya ke arah samping demi menatap seorang wanita cantik yang sudah berhasil dinikahinya. Keduanya berpandangan dengan tatapan mata yang sulit diterka maknanya.

Apakah mereka bahagia dengan akad yang baru saja terjadi, atau sebaliknya?

Freya mengulurkan tangannya, demi meraih tangan Adam. Adam dengan agak canggung membiarkan tangannya digenggam oleh tangan lembut Freya dan dicium oleh bibir kecil Freya.

"Dicium kening istrinya dong mas.." ujar seorang fotografer yang sudah disewa oleh keluarga keduanya pada Adam, yang siap mengabadikan momen romantis antara Adam dan Freya.

Dengan ekspresi agak terkejut Adam melirik fotografer itu. Tak pernah dia duga bahwa dia harus melakukan adegan seperti itu dengan gadis di depannya. Ohhh haruskah dia melakukannya? Tidak bisakah hal itu di skip saja?

Sementara Freya hanya terdiam. Mau menolak pun susah. Ada banyak orang yang harus dia kelabuhi.

"Gak usah malu.. udah sah ini juga kok.." ujar fotografer itu lagi. Membuat Adam jadi tambah bete mendengarnya.

"Sapa yang malu njir?!" Batin Adam, mendumel sendiri. Mungkin kata 'ogah' lebih tepat dalam mendeskripsikan perasaannya saat ini dibanding kata 'malu'.

Ditatapnya Freya yang juga menatapnya. Tatapan mata Freya menunjukkan kesinisan luar biasa. Adam masih tidak percaya dia menikahi gadis seperti itu.

"Awas aja lo nyuri kesempatan dalam kesempitan." Bisik Freya dengan bibir yang dia usahakan tak bergerak. Meski nyatanya, sekuat apapun ia berusaha,tetap saja Adam melihat pergerakan bibirnya dan mendengar perkataannya, serta mengerti maksud dari ucapannya.

"Dih! Lu pikir gue suka nyium jidat lu yang lebar kayak lapangan terbang itu?" Balas Adam sengit. Tapi juga dengan berbisik. Keduanya paham betul bahwa mereka tidak boleh menunjukkan hubungan mereka yang sebenarnya didepan hadirin.

Freya yang kesal dengan ejekan Adam terhadap jidatnya, kontan mencubit lengan Adam hingga pemuda itu menjerit. Membuat semua tamu jadi memandang intens ke arahnya dan Adam tentu saja.

"Kenapa Dam?" Wibowo yang merupakan ayah biologis Adam bertanya panik. Sebenarnya semua nya panik. Bahkan pak penghulu.

"Ha? Eh?” Adam gelagapan. Tidak menyangka jeritannya akan mengundang reaksi seperti itu dari papanya. “Ini paha Adam, digigit semut pah..hehehe" ujar Adam ngaco sambil nyengir menampakkan deretan giginya yang putih bersih dan rapi.

"Astagaaa Tuhan. Papa kira kenapa. Baru digigit semut doang Dam.” Wibowo geleng-geleng kepala. Dia sudah berpikir yang tidak-tidak ketika anaknya berteriak tadi. Tetapi ternyata Adam hanya digigit semut. Dia pun beralih menatap Freya. Seketika merasa agak kasihan memikirkan gadis itu harus hidup dengan anaknya yang digigit semut saja lebaynya minta ampun. “Freya, nanti jangan capek-capek ngurusin Adam yaaa.. dia emang agak manja.."

"What-" Adam kontan melotot hendak protes atas predikat manja yang papanya baru saja sematkan pada dirinya. Namun protesnya segera dipotong sepihak oleh Freya.

"Tenang aja om, eh pah maksudnya.." Freya masih agak canggung menyebut Wibowo yang sudah menjadi papa mertuanya dengan sebutan papa. "Paling nanti kalau dia manja, Freya timpukin pake sendal."

Adam kembali dibuat melotot. Sementara Freya hanya menatapnya tak perduli.

"Gak pa pa kan pa? Kalau Freya timpuk dia pake sendal?" tanya Freya, yang semakin membuat Adam geregetan ingin mencakarnya.

Wibowo terbahak. Sementara papanya sendiri, Renaldi, mendelik menatapnya, "Freya-"

Freya cuma membuang muka.

"Gak pa pa, Renaldi. Adam memang perlu digituin, biar gak manja.."

"Pahhhhh! Sapa yang manja sih?" Gerutu Adam. Dia menyesal mengatakan digigit semut tadi. Seharusnya dia bilang saja kalau istrinya itu sudah mencubitnya dengan keras. Dengan begitu dia tidak akan mendapatkan predikat menyebalkan itu hari ini.

"Sudah sudah! Ayo dicium keningnya Freya Dam. Itu mas-mas tukang fotonya capek nungguin kamu gak kunjung nyium kening Freya." Wibowo mengembalikan topik yang menjadi tenggelam karena mereka malah membahas hal yang lain.

Adam menghela napas. Dia kembali diminta melakukan hal yang paling tak sudi dia lakukan di dunia. Ditatapnya Freya yang sekarang menghujaninya dengan tatapan membunuh. Sejenak Adam menghela napas pendek sambil bergumam dalam hati. “Lakuin aja dam! Anggap aja lo lagi nyium ondel-ondel.” Dengan pasang hati dan muka bodoh amatnya, Adam pun memajukan tubuhnya, mendekatkan bibirnya ke kening Freya dan cup!

Kecupan itu terjadi begitu cepat. Dari saking cepatnya Bahkan sang fotografer belum sempat mengabadikannya.

"Kok cepet amat mas? Belum ke foto nih?" keluh sang fotografer.

"WHATTTT?!" Freya dan Adam berteriak bersamaan.

"Lu gimana sih bang?" Freya mencak-mencak. Hilang sudah kesabarannya.

"Taukkk. Masa gak difoto sih ah?" Timpal Adam. Sama menggerutunya.

"Ya maap, mas nya main nyosor aja sih.. tunggu arahan dari saya.."

"Elo sih ah!" Freya menggeprak lengan Adam. Kesal sekali sebab momen itu sepertinya harus diulang.

"Lah kok gue? Ya gue mana tahu kalau gitu doang pake arahan?!"

"Sudah, sudah jangan berantem.." Renaldi menengahi. Agaknya malu dengan para hadirin yang mulai riuh dengan berbisik-bisik setelah melihat sikap sepasang pengantin yang baru saja dinikahkan itu. "Tinggal diulang lagi kannn.." lanjutnya kemudian memberikan saran untuk masalah sepele itu.

Adam dan Freya kompak melengoskan wajah. Keduanya benar benar gedeg harus mengulang reka adegan yang ogah mereka lakukan meski hanya dalam mimpi itu.

Tapi mau tak mau keduanya pun harus tetap melakukannya. Alhasil Adam pun kembali mendekatkan bibirnya ke kening Freya lalu mengecupnya. Sang Fotografer buru buru membidikkan kamerenya seraya berkata,

"Tahannn tahannn.."

Sedetik, dua detik, tiga detik..

Namun sang foto grafer terus berkata tahan dan tahan. Dia tidak tau saja, Adam dan Freya benar-benar sudah tidak tahan harus melakukan adegan itu lebih lama lagi.

"Yakkk yakkk..! Sudah!"

Mendengar seruan itu dengan segera Adam melepaskan bibirnya yang menempel di kening Freya sepuluh detik lamanya. Sementara Freya buru-buru mengalihkan pandangan dan kemudian dengan tangannya yang memegang tissu, dia mengusap-ngusap keningnya yang tadi habis di cium oleh si Adam. "Mimpi apaaan gue semalem?! Anjir anjir!" Gerutunya dalam hati, kesal sekali.

Acara pernikahan yang terlihat sederhana namun terkesan mewah itu pun berlanjut. Adam dan Freya menjadi raja dan ratu seharian itu. Meski keduanya tidak merasa seperti itu. Ya, memangnya apa yang bisa diharapkan dari pernikahan yang terjadi karena perjodohan?

Freya dan Adam memang dojodohkan oleh papa mereka yang telah bersahabat sejak kecil. Perjodohan itu bermula ketika Ambar, istri Wibowo, dan Renata, istri Renaldi, melahirkan bayi mereka di hari yang sama, dan waktu yang juga nyaris bersamaan. Dan mendapati bahwa Wibowo dianugerahi anak lelaki, sementara Renaldi, dianugerahi anak perempuan,mereka berpikir mengapa tak menjodohkan saja anak-anak mereka? Dan pikiran konyol itu keduanya sepakati hingga terjadilah pernikahan itu hari ini.

Namun sebagai orang tua yang juga memikirkan kebahagiaan anak-anak mereka, baik Renaldi dan Wibowo tetap membiarkan Adam dan Freya yang memutuskan perkara perjodohan tersebut. Apakah keduanya akan mewujudkan perjodohan itu atau malah membatalkannya. Renaldi dan Wibowo tak ingin menjadi orangtua yang egois. Mereka tahu, pernikahan bukanlah suatu hubungan main-main yang bisa sembarangan diputuskan. Lagipula yang akan menjalani pernikahan tersebut adalah Freya dan Adam. Jika keduanya tak mau melakukannya, mana mungkin Wibowo dan Renaldi memaksa?

Lihat selengkapnya