Di hari Kamis sekitar jam 9 pagi, seorang anak dengan rambut pendek berponi bernama Mita sedang asyik melihat aneka ragam peralatan tulis disebuah toko. Dia sesekali bertanya pada sang ibu–Lita untuk membeli semuanya agar nanti di hari Senin bisa ke sekolah dengan perasaan tenang. Reaksi Lita sendiri hanya geleng-geleng kepala menanggapinya karena hapal betul jika ingin sekolah adalah kemauan Mita sejak melihat beberapa anak menggunakan seragam ketika dia diajak ke taman beberapa Minggu lalu. Mita yang penasaran akhirnya menanyakan pada sang ibu berbagai hal mengenai anak berseragam serupa itu dengan membawa tas di punggungnya.
"Nanti aku nulisnya pakai ini ya, bu?" tanya Mita memperlihatkan satu kotak pensil pada Lita. Dia begitu senang akhirnya bisa datang ke toko penuh alat tulis tanpa bingung mencari.
"Iya tapi yang ini sudah kamu pilih masa mau beli dua-duanya." Lita mengingatkan ada pensil yang Mita inginkan sejak datang namun melihat pensil lain dia juga ingin memilikinya. Mita terkekeh dan menyimpan lagi sekotak pensil itu ke tempatnya.
Sehabis memborong peralatan yang dibutuhkan keduanya lanjut membeli bahan makanan sehari-hari. Pandangan Mita berhenti pada pedagang buah lalu ia menoleh pada sang ibu.
"Kamu mau buah-buahan?" tanya Lita begitu Mita tak mau beranjak dari tempatnya berdiri.
"Aku mau semangka sama apel, boleh kan, Bu?" pintanya memohon agar dibelikan lagipula buah-buahan itu jarang ada di rumah kecuali pergi ke pasar. Pedagang buah di tempatnya lumayan jauh sehingga menghabiskan ongkos daripada harga asli dari si buah itu sendiri.
"Boleh, tapi ibu mau beli beberapa barang dulu nanti kita kesini lagi."
Mita mengangguk setuju lanjut berjalan sambil menggandeng tangan sang ibu erat-erat. Dia begitu menikmati menjelajahi pasar yang isinya beragam bahan pokok ditambah orang-orang hilir mudik membeli sampai menawarkan dagangannya dengan keras agar menarik. Pemandangan seperti ini hanya ada di pasar tradisional yang Mita kunjungi sekaligus disebelahnya ada toko aneka baju.
Penggaris, penghapus hingga buku tulis dan gambar sudah lengkap tersedia di depan mata. Mita mulai menggoreskan pensil pada buku tulisnya lalu membentuk abjad yang beberapa kali dipelajari tanpa ragu sedikitpun. Tulisan ibu, ayah, kakek, nenek, paman dan bibi menjadi tulisan pertamanya. Dia terus menulis secara berulang sampai buku itu penuh oleh tulisan tangannya. Mita senang menulis dan makin tak sabar bertemu teman-teman barunya nanti. Dengan teliti beberapa kali mengecek lagi peralatan sekolah yang akan dibawa, pokoknya tidak boleh ada satu barang pun tertinggal.
Hari Senin yang ditunggu pun tiba juga, sosok Mita sudah bersiap membawa bekal makanan yang sudah disiapkan oleh Lita sejak pagi. Awalnya dia sempat menolak karena sudah sarapan namun Lita berpesan jika lapar bisa langsung makan tanpa harus ke kantin yang belum tahu dimana letaknya. Akhirnya, Mita pun mengiyakan dan hebatnya tanpa ditemani sampai ke dalam kelas sementara anak-anak lainnya tidak mau jauh dari orangtuanya bahkan merengek ingin pulang lagi saking takutnya datang ke sekolah.
Ditempatnya berdiri, Mita tak berhenti kagum melihat keindahan sekolah dasar yang diimpikan. SDN Cendikia adalah nama sekolah Mita saat ini yang letaknya tidak terlalu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki dengan melewati beberapa blok rumah. Suasananya juga cukup asri karena ada pepohonan serta tanaman hias mendominasi. Sesekali Mita melirik teman-teman barunya tetapi belum satupun yang mau diajak kenalan. Ingin berkenalan lebih dahulu dia terlalu malu melakukannya jadi memilih menunggu saja entah sampai kapan.