Menggelar tikar diteras sambil menghapal abjad menjadi kesukaan Mita ditemani tantenya yang bernama Diah di sore hari. Keduanya nampak akrab sesekali Diah mengkoreksi jika pelafalan Mita yang kurang tepat. Diah datang beberapa jam lalu karena ada keperluan dengan temannya namun melihat Mita ada di depan teras membuatnya melupakan dulu keperluan itu lagipula masih ada waktu.
"Kamu sudah bisa menyebutkan nama kamu menggunakan abjad ini belum?" tanya Diah memberi contoh supaya Mita bisa menggambar angsa. Katanya, Mita ingin menggambar tetapi bingung mau gambar apa jadi Diah pun mencontohkan yang paling mudah untuk ditiru.
"Bisa dong Tante dan aku juga mulai bisa susun huruf-huruf," jawab Mita kembali melakukan gambarnya dengan serius. Dia senang bisa melakukan hal baru meski belum bisa dipahami.
"Hebat, nanti kamu bakal belajar yang lain lagi seperti berhitung juga menggambar seperti ini." Diah bangga jika Mita mau belajar dan bersungguh-sungguh.
Gambar angsa yang diajarkan sangat sederhana, cukup menggoreskan angka tiga yang di belokan sedikit tapi bagi Mita yang pemula masih kesulitan mengikutinya. Dia mencoba lagi sampai akhirnya bosan juga karena bentuk si angsa jauh dari contoh. Meski begitu, Diah mengapresiasi kerja keras Mita.
"Tan, tadi banyak banget teman di kelas cuma aku lupa nama-namanya," cerita Mita ketika selesai menggambar. Dia pun duduk dengan benar.
Diah mengangguk. "Ya gak papa kamu bisa kenalan lagi sama mereka."
"Tapi malu nanti aku diketawain gimana?" Mita merasa khawatir jika temannya itu tidak sesuai yang diharapkan bukannya mendapat teman malah sebaliknya.
"Nggak mungkinlah masa kenalan sama teman diketawain biasanya dia bakalan senang tau."
"Oh ya?" Mita menegakan badan dengan penjelasan sang tante diluar prediksinya.
Diah mengangguk meyakinkan lagipula belum dicoba ada baiknya jangan dulu takut nanti malah tidak maju. Kasihan juga Mita kalau seandainya kesepian diantara banyak orang. Dia harus merasakan indahnya pertemanan meski beberapa.
Lita sudah pulang dari bekerja dan sang suami muncul setelahnya. Diah pun pamit pulang tak lupa mengajak sang keponakan namun ingat menemui temannya jadi dia pun berpamitan. Di sekolah barunya tadi ternyata suasananya sangat seru, ada Nila juga Lili yang mengajaknya. Di rumah tentu lebih seru karena ada ibu dan bapak senantiasa mendengarkan cerita Mita waktu pertama kali berangkat ke sekolah.
"Kamu pasti sudah punya teman baru kan?" tanya bapak sesekali membetulkan jarum jam dinding yang dibawanya semenit lalu.
Jam dinding itu sudah lama tetapi fisiknya masih bagus sehingga sayang kalau dibuang begitu saja. Lagipula jam dindingnya merupakan hasil kreasi dari keluarga jadi harus diabadikan hingga akhir.
"Iya benar, namanya Lili sama Nila," sahut Mita antusias bahkan sosis goreng di piringnya terus dilahap tanpa jeda.
"Nanti bisa nambah lagi tuh teman-temannya," timpal Lita menyajikan cemilan lain yang dibuatnya kemudian kembali ke dapur untuk melanjutkan masak.
"Pak, aku tadi lihat ada yang jualan bubur ayam di depan sekolah tapi harganya lima ribu."
"Bukannya uang jajan kamu cukup kenapa gak beli aja?" tanya Rido, nama bapak Mita keheranan.
Mita cengengesan. "Aku malu jadi gak jadi deh, hehe."