Banyak yang bilang kalau hati senang akan mempengaruhi raut wajah orang itu seperti cerah paripurna. Wajah dan karekteristik seseorang itu unik dan beragam sehingga tak bisa disamakan atau dianggap aneh. Sesama manusia harus saling menghargai itu semua dan walaupun tadi Mita di sekolah barunya tak terlalu menyenangkan sehingga wajahnya jadi bersinar namun pelajaran yang dijelaskan membuatnya mendapatkan pengetahuan. Saat ini, dia sedang mengumpulkan aqua bekas minuman yang kebetulan ada di belakang rumah. Mita juga mengambil beberapa peralatan seperti gunting juga lidi setelah itu mencuci aqua gelas yang dibutuhkan satu persatu. Kali ini akan membuat sesuatu dari aqua gelas bekas minuman karena bisa tercipta sebuah mahakarya yang orang lain mungkin menganggapnya aneh.
Selanjutnya, menyiapkan sedotan berwarna hijau juga sudah disiapkan lalu Mita mulai mengerjakan proyeknya. Dia sangat fokus menggunting aqua mineral sesuai alur yang dibayangkan lalu jadilah bunga. Tak lupa membuat lubang kecil diujung aqua untuk tangkai dari lidi. Memang menyenangkan saat melakukan sesuatu yang diinginkan tanpa paksaan tetapi saat sedotan disatukan dengan sedotan setelah dibentuk daun kecil tak juga terhubung bahkan dicoba beberapa kali tetap saja lepas dari tangkainya.
"Ini apa yang salah?" tanyanya memperhatikan si bunga yang hampir jadi dengan bingung.
Jujur, Mita sudah ingin menyerah tapi kerajinan bunganya hampir selesai. Mencoba cara lain dengan menempelkan lem tetap saja tak berpengaruh apa-apa.
"Ini gimana sih?" Mita menggerutu dengan masalah bentuk bunganya. Tidak juga berhasil akhirnya Mita berhenti lebih memilih membereskan untuk dilanjutkan besok. Siapa tahu akan jadi lebih bagus sehingga kesalahan ini tak akan terulang lagi. Membuat prakarya seperti ini sangat menyenangkan untuk Mita pelajari meski tak sempurna setidaknya ada kemauan dihati. Mita juga berharap suatu hari bisa membuat karya yang bagus dan rapi sehingga karyanya nanti terpampang indah dan semua orang menikmati. Walau keinginannya besar tapi jika tidak ada aksi mana mungkin terlaksana bukan, jadinya malah angan-angan saja. Mita tentu tidak mau jika itu terjadi, dia akan terus berusaha meski ada saja cobaannya entah apapun itu.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, waktunya Mita pergi mengaji di sebuah mushola yang tidak jauh dari rumah. Mushola bernama Al Musthofa namanya, bangunan itu cukup sederhana dan cukup digandrungi anak-anak sekitar yang datang ingin belajar mengaji bahkan beberapa ada yang jauh-jauh hanya untuk mengaji disana. Namanya juga anak-anak, selagi itu keinginannya harus diikuti apalagi menjurus ke arah positif tidak usah dilarang-larang apalagi disalahkan.
Setelah beres mandi, sosok Mita sedang sedang membenarkan kerudung di depan cermin kamarnya. Terkadang butuh waktu lama hanya untuk membenahi padahal terlihat baik-baik saja jika diperhatikan. Dia belum percaya diri sebelum seseorang memberitahunya lebih dulu.
Di tempat penjemuran ada Lita sedang mengangkat baju lalu Mita datang sebentar untuk membantunya. Biasanya dia ikut andil melipat pakaian setelah Lita menyetrika namun kali ini tidak bisa karena harus segera berangkat ke mushola sebelum jam enam sore.
"Bu, ini kerudungnya sudah benar kan aku rasa ini agak miring terus?" keluhnya membenarkan kerudung instan dengan asal. Dia tak lupa menyimpan pakaian yang dibawanya ke tempat biasa.
Lita mendekat ikut membenarkan. "Jangan yang itu kalau kamu gak nyaman, kan masih ada lagi di lemari biasa."