Rido agak kaget tentang Mita yang tau mengenai lokasi rumah yang bakal dibangun padahal Rido belum mengatakan lebih jelasnya dan tadinya akan lebih baik Mita tahu jika rumah itu sudah beres ketimbang tahu dari nol. Takutnya, Mita tidak setuju sehingga Rido bingung dengan pembangunan rumah itu antara lanjut atau mempertimbangkan kembali namun sang istri mendukungnya jadi dia memilih untuk melanjutkan dan berharap Mita juga mendukungnya.
Rido mulai mencicil beberapa bahan bangunan dimulai dari pasir, semen lalu batu-batuan yang nantinya akan menjadi pondasi rumah impiannya. Meski penghasilannya tak banyak harus tetap disyukuri ketimbang mengeluh, yang ada hidupnya makin pusing jika itu terus meratapi.
"Bapak sudah beli apa aja?" Lita datang membawa gorengan panas untuk disajikan. Hari ini Rido sedang sibuk merencanakan apa saja yang harus dibeli ketimbang mendahulukan yang tak penting untuk menyelesaikan apa yang dimulainya.
"Pasir, semen dan batu kalau yang lainnya belum," sahut Rido menulis beberapa komponen untuk dicek lagi.
Lita mengangguk kemudian memberikan sejumlah uang. "Kalau begitu ini buat tambahannya pak."
Sontak Rido tercengang dan Lita tersenyum menanggapinya.
"Kan pembuat bangunan juga butuh makan pak masa mereka bakal makan batu," canda Lita kemudian melenggang ke dapur.
Uang tambahan dari sang istri cukup meringankan sebagian pengerjaan. Hal ini belum seberapa membuat Rido bertekad agar lebih giat lagi dalam bekerja lalu dibelikan beberapa bahan sampai bisa menjadi sebuah rumah impian tanpa halangan apapun. Rido pun segera menulis lagi dan menambahkan apa yang harus dibelinya setelah ini.
Sementara di SDN Cendikia ada kegiatan baru setiap pagi. Bukan berbaris di depan kelas atau upacara melainkan senam SKJ atau senam kesehatan jasmani yang dipimpin langsung oleh murid kelas 6 yang sudah hapal seluk beluk gerakannya. Banyak murid sebagian yang tak mengerti gerakannya termasuk Mita meski dicontohkan lalu ketika dijelaskan lebih detail lagi dan diberi arahan akhirnya sedikit-sedikit bisa melakukannya walau kaku.
Riuh tawa serta suara instruksi dari musik membuat semua murid mengikuti dengan ceria. Nila saja bersemangat hingga tak menyadari Mita disebelahnya tersenggol oleh gerakannya.
"Tepuk tangan lagi kan?" tanya Nila menoleh pada Mita yang santai padahal gerakan ini cukup menguras tenaga walaupun disebut senam pagi.
Mita mengangguk.
Senam pun telah berakhir begitu pula seluruh murid membubarkan diri. Nila langsung menarik Mita ke kantin lalu duduk di bangku kosong untuk mengatur napas.
"Capek, aku harusnya makan dulu sebelumnya," keluh Nila mengipasi wajahnya dan keringat memenuhi dahinya.
"Senam kan bagus buat kesehatan. "Siapa tau kamu bisa jadi di depan mimpin senam."
Nila tertawa kemudian menggeleng. "Nggak lah, aku lebih suka baris di belakang nanti kalau gerakannya salah gak buat malu-malu banget."
"Kamu lapar nggak?" lanjutnya.
"Ya... sedikit."