Ketika penculikan adiknya terjadi, sore itu Lita masih dalam perjalanan menuju rumahnya. Lita pulang menggunakan transportasi on-line. Sebelum mencapai area perumahan di mana dia tinggal, Lita teringat dia harus membeli shampo yang sudah habis di rumah. Kebiasaan di rumah keluarga pak Tono, setiap penghuni rumah memiliki shampo favoritnya masing-masing. Usai belanja dia berniat pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki mengingat jaraknya kurang lebih hanya 700 meter.
Hari mulai gelap, beberapa rumah sudah mulai menyalakan lampu teras mereka. Tidak banyak orang yang berjalan kaki saat itu. Kadang hal ini membuat Lita heran mengapa orang suka malas untuk berjalan kaki, padahal hal tersebut bisa dihitung sebagai kegiatan olah raga yang menyehatkan. Kemudian dilihat dari banyaknya pohon besar di kiri kanan jalannya, tentunya membuat suasana jalan menjadi nyaman. Belum lagi dengan trotoar yang memadai. Kendaraan yang lewat hanya sesekali saja, karena rumah pak Tono bukan area perumahan yang menjadi akses lewat bagi kendaraan umum maupun pribadi.
Pada sebuah belokan sekitar 100 meter dari rumahnya. Tiba-tiba terdengar suara rem motor berbunyi. Sebuah motor cukup besar yang sedang trend saat ini berhenti persisi di depannya, bahkan hampir saja menyerempet tubuhnya kalau saja Lita tidak menhindar lebih cepat.
“Stt… kak Lita! Dengarkan aku!” Kinoy membuka helm.
“Aduh! Ternyata kamu Kinoy, dikira siapa. Bikin kaget aku saja,” Lita berkata semi berteriak.
“Ada apa?” Lita melihat wajah Kinoy yang panik.
“Gawat kak! Ngobrolnya jangan di sini, tidak aman,” sahut Kinoy terburu-buru.
“Ayo ikut motor saya kak! Nanti aku certain,” Kinoy sambil memutarkan arah motornya.
“Kenapa tidak di rumahku aja ceritanya?” Lita heran dengan kelakukan sahabat adiknya itu.
“Justru itu Kak masalahnya, ayo cepat naik!” sahut Kinoy sambil sesekali melihat ke belakang dan kondisi di jalanan. Masih sepi.
Dengan heran Lita akhirnya naik sepeda motor Kinoy yang dikemudikan lumayan ngebut sehingga Lita tidak bisa bertanya-tanya.
Kinoy membawa sepeda motornya ke jalan besar, kemudian masuk ke jalan yang lebih kecil bahkan sampai ke gang-gang kecil, keluar lagi dan masuk lagi ke gang kecil lainnya begitu seterusnya. Lita benar-benar heran dibuatnya. Dia ingin segera tahu apa yang terjadi. Apakah sesuatu terjadi dengan adiknya? Kalaupun iya, kenapa malah Kinoy melarikan diri?
Kinoy berhenti pada sebuah jalanan dengan jembatan di pinggirnya yang cukup kecil dan sepi. Tepatnya mereka sedang berada di atas sebuah sungai kecil yang melewati kota. Karena dari tadi mereka mengambil rute yang keluar masuk kampung, saat itu Lita sudah tidak lagi mengetahui berada di daerah mana.
Kinoy celingak celinguk mengawasi terutama ke arah belakang mereka. Rupanya dia takut ada yang membuntuti.
“Lita, boleh pinjam hpnya?” tanya Kinoy masih dengan mimik wajah serius