Denre memaki-maki anak buahnya ketika mendapat laporan bahwa mereka tidak berhasil menemukan apapun di rumah Prof. Loya. Dan juga atas kegagalan mereka menculik cucunya Prof. Loya.
“Kapan kalian bisa becus bekerja? Diminta menculik anak remaja saja kalian tidak berhasil!” kata Denre sambil mengelus-ngelus anjing jenis chihuahua kecil di pangkuannya. Yang di elus tampak menikmati bagaimana dimanjakan oleh majikannya terlihat dari matanya hampir terpejam sementara ekornya berkibas perlahan.
“Kalian ini bodoh apa bego!” Denre masih belum puas memarahi anak buahnya.
Tampak dua anak buahnya berdiri di depan tempat duduk Denre di sebuah rumah di daerah pinggiran kota. Sebuah rumah di dalam komplek perumahan besar, dengan luas tanah masing-masing kurang lebih 500 meter, sehingga jarak antar rumah cukup jauh dan tembok tinggi antar rumah cukup meredam suara percakapan mereka. Ruangan tersebut menghadap ke sebuah kolam renang dan sedikit taman.
“I-iya, entah kenapa kami sudah menunggu di rumah Prof. itu namun ketika anak itu datang saat hari mulai gelap, sepertinya ada yang mengincar juga dan menculiknya,” jawab Juki, anak buah Denre sambil menunduk dengan pakaian lusuh, bercelana jeans, usia sekitar 40 tahunan dengan rambut lurus kaku sehingga akan ikut bergoyang seandainya dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kencang. Badannya tegap dan bagian lengan baju kaosnya tidak dapat menyembunyikan otot-otot bisepnya. Di sampingnya berdiri rekan aksinya ketika memasuki rumah Prof. Loya bernama Nono dengan postur agak pendek, mata bulat, hidung yang tidak terlalu menonjol, berbeda dengan Juki yang agak ketakutan ketika berbicara dengan bosnya, tidak terlihat tanda-tanda rasa takut atau rasa salah telah mengecewakan bos mereka. Nono yang hanya bergantian memandang ke arah rekannya dan bosnya dengan lugu.
“Bodoh apa bego?,” sahut Nono lirih sambil memandang rekannya yang dijawab Juki dengan cubitan di pinggangnya mengisyaratkan agar dia diam.
“Lalu siapa yang berkepentingan menculik anak itu? Coba kalian pikirkan. Apakah ada komplotan lain yang berkepentingan sama dengan kita dan juga mengetahui bahwa kakeknya masih hidup?” lanjut Denre kesal sambil melirik ke anak buah lainnya di sampingnya. Ketika berbicara tampak otot-otot di rahang depannya ikut bergerak, menandakan bahwa kekesalannya memang serius.
Pria yang berdiri di sebelahnya menanggapi, “Kami sudah mencoba melacak anak itu melalui gawainya, namun tidak terdeteksi.” Rupanya pria ini lebih pintar dibanding kedua anak buah tadi. Jon namanya, dengan tampilan tegap dan rapi, berusia masih muda dan terlihat berpendidikan dibanding kedua anak buah Denre yang tadi.