Hari berikutnya Lenor berkeliling area rumah sakit ditemani oleh Pak Robi dan Prof. Loya. Lenor sudah merasa sedikit nyaman walaupun semalam sesekali dia menangis teringat akan ayah ibunya. Kemudian juga teringat dengan kakaknya, Lita yang entah di mana saat ini.
Lenor sempat merasa heran ketika membuka lemari pakaian di samping tempat tidurnya, dia menemukan T-shirt kesukaannya berwarna biru muda dengan inisial LL menghiasi bagian kanan atasnya yang merupakan kependekan dari namanya, Lenor Lamela. Juga terdapat beberapa baju lainnya semuanya mirip dengan baju dan celana yang dia punya di rumahnya, walaupun semua baju itu tampak baru semua. Dengan penasaran dia pilih pakaian tersebut setelah mandi dan ternyata ukurannya pas dengan tubuhnya. Ah pasti ini kelakukan kakek pikir Lenor. Ternyata kakek selama ini perhatian sekali sama aku, sampai baju pun dia hapal mana yang aku suka, kembali Lenor terharu dan merasa sesak pada bagian dadanya, menitikkan air matanya teringat ibunya yang kadang merapihkan baju-bajunya di lemari karena seringkali Lenor pergi terburu-buru dan membuat isi lemarinya acak-acakan.
Bertiga mereka menyusuri lorong berdinding putih yang di kiri kananya terdapat kamar-kamar mirip dengan kamar yang ditempati oleh Lenor. Bedanya dari lorong sepanjang 30 meter itu, tidak tampak satu kamar pun berisi pasien. Semua kosong.
Berarti semalaman aku tidur sendirian di lantai 2 rumah sakit ini Lenor merasa bulu kuduknya berdiri. Walaupun Lenor jago bermain basket dan olah raga Taekwondo, namun urusan-urusan terkait hal-hal yang tidak terlihat mampu menghilangkan kesan bahwa dia memiliki keunggulannya tadi. Lenor bisa menutup telinganya kalau mendengar di antara temannya bercerita pengalaman hal-hal gaib, misalnya salah seorang temannya menceritakan mendengar suara anak kecil di lorong sekolah pada saat hari libur dan tidak ada seorangpun di lorong tersebut.
Sampai di pertengahan lorong, pak Robi menekan tombol lift dan mempersilahkan Prof. Loya masuk dan diikuti oleh Lenor. Mereka naik ke lantai atas, entah berapa lantai karena tidak terdapat angka atau tanda ke mana mereka akan tuju. Dari lantai atas tersebut mereka melewati beberapa ruang besar, keluar lagi melalui pintu yang lain, masuk lagi ke ruangan lainnya, begitu sampai beberapa kali sampai akhirnya kembali mereka menemukan lift yang mirip dengan lift tadi. Rupanya lift ini mengantarkan mereka ke lantai dasar yang merupakan pintu keluar gedung tersebut.
Sesampainya di luar terdapat area terbuka dengan hiasan kolam dan tanaman di sekeliling kolam tersebut. Mereka berjalan sampai mencapai gedung berikutnya yang terletak di depan gedung mereka keluar tadi.
"Kamu bisa lihat Lenor, gedung yang kamu tempati saat ini merupakan salah satu gedung dari 3 gedung yang ada di lahan seluas 4 hektar ini," Pak Robi akhirnya menjelaskan.
"Mirip rumah sakit ya Kek," Lenor melihat ke arah kakeknya yang berjalan disampingnya. Mereka berjalan melewati jalan di pinggir gedung-gedung tersebut sampai mencapai pintu gerbang.
"Ya kamu benar, ini adalah fasilitas rumah sakit, cukup luas untuk dapat menampung lebih dari 200 pasien," lanjut pak Robi menjelaskan.
"Di bagian depan terdapat gedung utama di mana di sebelah kanan kiri pintu masuk terdapat layanan klinik kecantikan kulit, klinik kecantikan gigi. Kemudian di sayap kiri terdapat layanan medical check up dan apotik."
"Kalau dilihat-lihat semua fasilitas ini memang merupakan suatu rumah sakit terpadu. Namun di bagian belakang terdapat laboratorium terpisah yang lebih besar daripada laboratorium di depannya."
"Nanti aku akan tunjukkan fasilitas rumah sakit ini." Tepatnya setelah melewati taman terbuka, masuklah mereka ke gedung perawatan pasien-pasien dengan jumlah lantai 8. Sedangkan untuk parkir disediakan lahan parkir cukup luas di area setelah melewati pintu masuk. Berbeda dengan gedung yang ditempati oleh Lenor, gedung depan rumah sakit itu cenderung ramai orang lalu lalang, petugasnya banyak dan tampak banyak juga pasien yang menunggu untuk dipanggil menuju ruang dokter spesialis sesuai yang dituju.
Setelah hampir 2 jam mengeksplor rumah sakit tersebut, pak Robi kembali mengajak kembali ke gedung tempat Lenor tinggal. Ternyata dari arah luar gedung yang ditempati Lenor tersebut dindingnya menempel ke area bukit di belakang. Kontur tanah rumah sakit ini memang terdapat kemiringan yang menaik ke arah belakang. Mereka kembali masuk ke gedung tersebut dan pak Robi mengajak menggunakan lift yang berbeda dengan yang mereka gunakan untuk turun tadi. Lokasinya pun tidak berdekatan. Rupanya jalan untuk masuk dan keluar gedung tersebut memang sengaja dibuat berbeda.
Sampai di ujung lorong terdapat tangga eskalator ke atas seperti umumnya gedung-gedung tinggi dengan lebar kurang lebih 1,2 meter. Namun yang berbeda adalah tidak terlihat adanya tangga eskalator turun. Lenor ingin menanyakan hal ini kepada kakeknya, namun melihat Pak Robi tidak terlihat bersemangat, Lenor mengurungkan niatnya. Pak Robi berjalan di depan naik ke lantai berikutnya. Di lantai berikutnya terdapat lorong yang bercabang, mereka mengikuti lorong tersebut sampai kurang lebih 20 meter. Pada titik itu pak Robi membuka pintu ruangan di sebelah kanan yang cukup besar kira-kira 10m x10m dan membawa mereka kepada sekumpulan rak dengan berbagai buku-buku bertemakan kesehatan. Pada ujung dinding ruangan tersebut, terdapat sebuah pintu yang mirip dengan lift. Pak Robi menempelkan ibu jarinya pada sebuah alat pembaca sidik jari yang menempel di samping lift. Pintu lift terbuka kemudian pak Robi memijit kode lift AN. Tidak ada kode angka pada lift tersebut, sehingga siapapun tidak dapat menebak secara cepat ada berapa lantai di gedung tersebut. Dan satu hal lainnya, lift ini tidak ada hubungannya dengan lift yang Lenor lihat tadi di lorong lantai bawah. Akan cukup membingungkan bagi yang baru pertama kali ke gedung ini.
Keluar dari lift tampak beberapa ruangan berdindingkan setengah kaca ke atas, sehingga siapa pun bisa melihat aktivitas di dalam. Berbeda dengan di tempat Lenor tinggal yang cenderung sepi bahkan kosong di gedung ke tiga ini, di ruangan yang mereka lihat saat ini terdapat banyak pekerja yang tampak sibuk dengan berbagai percobaan layaknya di sebuah laboratorium. Semua yang tampak di ruangan itu menggunakan jas laboratorium.
Lenor penasaran ketika melihat pemandangan di depannya dari balik kaca, sebuah layar komputer dan tampak seseorang berbaring di tempat tidur, sementara itu dia dikeliling oleh 4 orang berbaju seperti tenaga medis. Mereka tampak asyik mengerjakan sesuatu.
“Stt…, Kakek itu pasien sedang operasi apa?” tanya Lenor penasaran. Pandangan Prof. Lenor mengikuti arah yang ditunjuk oleh Lenor lalu menjawab,”Itu orang yang sedang operasi plastik.”