Malam-malam yang menyusul adalah malam yang panjang dan penuh luka. Dimas menjadi bayangan dari dirinya sendiri.
Tidur di bangku taman, mengais sisa makanan dari warung yang tutup.
Botol demi botol mengisi malamnya, tapi tak satu pun bisa menghapus dosa.
Tangannya gemetar. Pikirannya koyak.
“Dewi… maafkan aku…
aku… aku cuma ingin memelukmu sekali.
Biar aku tahu kau masih hidup…”
Orang-orang menatapnya dengan jijik. Tapi Dimas sudah tak mengenal malu.
Ia sudah kehilangan arah, kehilangan suara, kehilangan segalanya—terutama dirinya sendiri.