-- Kirana --
Aku duduk di ruang tunggu kantor William. Berbagai pemikiran menyerangku. Dan saat ini aku tidak bisa berpikir dengan benar. Antara cintaku dan menghancurkan hubungan orang lain. Sekarang, aku berada di tengah - tengah hal itu.
Dulu, aku selalu cemburu pada Jessica. Wanita itu telah mendapatkan segala yang aku inginkan. Ia mendapatkan William, menjadi menantu kesayangan ibunya William, dan menghabiskan seumur hidup bersama William. Sesuatu yang tak akan pernah bisa aku dapatkan.
Hari ini, aku mengetahui bahwa semua itu tidak benar. William masih mencintaiku. Dan meski telah menikah dan bahkan memiliki seorang putri, ia masih saja mencintaiku.
Untuk sesaat, sungguh, rasanya sangat menyenangkan. Memiliki seseorang yang mencintaimu lebih dari apapun, bahkan lebih dari istrinya sendiri. Itu sangat menakjubkan. Rasanya seperti kau seorang yang paling spesial di muka bumi ini.
Tapi itu hanya pemikiran sesaat. Aku tidak mau menjadi egois. Masalah perasaanku dan William yang sama - sama saling mencintai, itu masih diluar kuasa kami untuk dikendalikan. Tapi masalah memutuskan untuk sepenuhnya berhenti atau mengulang kembali hubungan masa lalu kami, aku masih bisa mengendalikannya. Karena saat ini kami tidak lagi di masa itu, masa penuh cinta dan harapan. Kami telah melangkah terlalu jauh, dan jika kami kembali, kami hanya akan menyakiti semua orang.
Jessica sangat mencintai William. Aku tidak bisa merebut William dari wanita itu, sudah terlalu banyak yang Jessica korbankan untuk William, bagaimana mungkin aku tega merebutnya? Lalu ada Kayla, gadis itu masih kecil, sejahat apa aku hingga merebut ayahnya darinya? Belum lagi ada Rio, pemuda kecilku itu tak pernah mengenal ayahnya sendiri, kenapa aku harus memberinya sosok ayah baru? Dan terakhir, juga ada Mas Farhan.
Mantan suamiku itu adalah orang yang mencintaiku dengan ketulusan yang tak akan pernah bisa ku balas sepanjang hidupku. Jika bukan karena dia, hidupku tidak akan semudah sekarang. Jika bukan karena dia, aku tak akan bisa mengelola sebuah hotel dan menikmati seluruh uangnya untukku dan juga Rio. Jika bukan karena dia, saat ini aku mungkin masih gadis miskin yang bekerja di cafe untuk menyambung hidup. Aku tidak pernah mencintainya selama kami menikah, tapi dia tidak pernah mempermasalahkannya. Dia tidak pernah memintaku mencintainya, alih - alih ia selalu berterima kasih padaku karena telah menerimanya. Dengan segala kebaikannya itu, kebaikan yang hingga hari ini masih aku nikmati. Bagaimana mungkin aku kembali pada William dan melupakan jasanya begitu saja?
Aku tidak sanggup.
Aku memang mencintai William. Sangat. Sejak dulu dan hingga detik ini. Tapi, bersamanya akan membuatku menyakiti banyak orang. Dan aku tidak sanggup melakukan hal itu.
Maka hari ini aku harus melepaskannya. Dan aku harus membuatnya melepaskan ku. Kami harus kembali menjadi orang asing. Hanya dengan begitu, semua orang bisa bahagia. Seperti di masa lalu.
"Kirana?" Panggil William ketika ia melangkah ke ruang tunggu. "Ada apa?" Tanyanya tampak cemas
Seluruh pikiranku buyar, tapi aku tak membiarkan kemantapan hatiku goyah. Saat ini aku harus menguatkan diriku untuk bisa berpisah dengannya sekali lagi. Aku tersenyum menatapnya, "Mau makan siang denganku?" Tanyaku segera, "Ada sesuatu yang harus aku bicarakan sama kamu."
William mengernyit bingung, tapi pada akhirnya ia mengangguk, "Baik. Aku ambil kunci mobil dulu."
"Cafe Monet's deket sini. Aku tunggu kamu di sana, kita pakai mobil sendiri - sendiri."Kataku cepat, lalu aku segera berdiri menatapnya, "Kita akan berpisah di jalan pulang." Tambah ku
Aku segera melangkah pergi sebelum William bisa bertanya lebih jauh.
*
Aku duduk di ujung cafe, memandangi sticker - sticker bergambar ice cream, cupcake dan berbagai dessert di dindingnya. Sticker seperti itu pasti akan memikat anak muda untuk datang. Hanya untuk berfoto, bukan untuk menikmati makanan yang disajikan cafe itu.
Lalu, aku memperhatikan para pelayan yang tampak bosan di depan meja kasir. Saat ini seluruh cafe sedang sepi, mereka pasti bosan setengah mati karena hanya berdiri di sana tanpa melakukan apapun. Berharap bisa pulang atau paling tidak, bisa memainkan ponsel yang saat ini ada di loker penyimpanan mereka. Bertanya - tanya kapan shift mereka selesai. Rasa ingin segera kembali berbaring di ranjang, pasti sedang menguasai pikiran mereka sekarang. Saat dulu menjadi waitress, aku juga merasakannya.
Aku menghela napas. Jika sedang gugup, pikiranku selalu saja ku alihkan pada hal lain. Dulu, William pernah berkata bahwa kegugupan itu hanyalah salah satu bagian dari tombol yang ada di otak, jika kita mengalihkan pikiran kita dengan menekan tombol yang lain, maka kita tidak akan merasa gugup lagi. Dan itu memang benar, seperti kali ini.
Tapi ketika William datang menghampiriku, semua ketenangan itu buyar. Aku kesulitan untuk tak merasa kacau di dekatnya.
"Hai" Sapa William dengan senyum cerahnya, "Kamu udah mesan?"
"Udah, aku juga udah mesanin milkshake cokelat buat kamu." Sahutku