-- Kirana --
Aku duduk di hadapan mertuaku dengan jantung yang berdebar kencang. Rasanya seperti aku sekali lagi disidang saat skripsi dengan dosen paling killer. Atau seperti aku duduk dengan tatapan penuh intimidasi dari para investor yang setelah kuyakinkan dengan sepenuh hati, masih saja ragu untuk menanamkan saham. Sangat gugup. Dan rasanya seperti perasaan ini tak akan pernah berlalu.
"Ada apa mama sama ayah kesini?" Tanyaku, mencoba sebisa mungkin untuk tenang.
Kedua mertuaku itu tak pernah kerumahku. Biasanya akulah yang selalu kerumah mereka untuk bersilaturahmi atau mengantar Rio bermain disana. Sejak awal, kedua mertuaku itu memang agak keberatan jika aku meninggalkan rumah yang dulu kutempati bersama Mas Farhan dan pindah ke rumah kecil ini, tapi tentu saja mereka tak bisa melakukan apapun selain memprotes diam - diam, dengan cara tidak pernah kemari. Jadi, ini adalah pertama kalinya kedua mertuaku mengunjungi kediamanku.
"Mama kemarin mendengar kalau kamu nerima tamu laki - laki dan membiarkannya tidur semalaman disini." Kata mama sambil menatapku tajam
Mendadak saja aku merasa tak bisa bernapas. Sejak ibuku meninggal, kedua mertuaku ini adalah orang yang kuanggap seperti kedua orang tuaku sendiri. Mereka sangat menyayangiku seakan aku adalah putri mereka sendiri. Dan membuat mereka kecewa, rasanya sangat tak tertahankan bagiku.
"Iya ma" Balasku pelan
"Dia cinta masa lalu kamu itu?" Tanya mama dengan nada tidak suka.
"Iya ma" Balasku yang sekali lagi sepelan mungkin.
"Sejak dulu, mama gak pernah menganggap kamu sebagai menantu mama. Sejak Farhan membawa kamu untuk meminta restu, sejak itu mama menganggap kamu sebagai putri mama sendiri. Selama ini mama gak pernah menyusahkan kamu, bahkan saat Farhan meninggal pun, mama tetap nganggap kamu putri mama. Mama ngasih kamu kendali penuh menangani hotel keluarga, karena mama mau kamu nganggap kami semua sebagai keluarga kamu. Mama mau kamu menganggap Farhan sebagai suami kamu. Tapi, bahkan sampai sekarang kamu masih menganggap kami orang asing bukan?"
"Nggak ma"
"Farhan mencintai kamu sepenuhnya, Kirana. Kamu bukan siapa - siapa ketika kamu belum menikah dengannya. Dan setelah menikah dengan Farhan, apa yang tidak bisa kamu dapatkan? Kamu bisa memiliki barang mewah, makan di tempat mahal, bahkan biaya perawatan ibumu saja dibiayai oleh Farhan. Kenapa kamu gak bisa memberinya cinta yang dia inginkan? Kenapa kamu gak pernah bisa lepas dari masa lalu kamu itu? Apa ketulusan Farhan sama sekali gak ada harganya di mata kamu?"
"Ma... Aku selalu berusaha mencintai mas Farhan." Kataku
"Tapi kenapa? Kenapa bahkan sampai akhir hidupnya, kamu gak bisa memberinya cinta?" Seru mama dengan marah
Hatiku seakan hancur dengan kemarahannya. Selama ini, mereka selalu memperlakukanku dengan baik. Tapi, aku tak pernah bisa membalas mereka.
"Ma... Udahlah, kita kesini bukan untuk memarahi Kirana, kan?" Kata ayah menenangkan. Ayah lalu berbalik ke arahku, dan tersenyum lembut. "Nak ... Kamu sudah dewasa, Farhan juga sudah lama meninggalkan kamu. Jadi, sesuai dengan keinginan Farhan yang terakhir, jika kamu memilih untuk menikah lagi. Kami gak akan bisa menentangnya, nak."
Aku merasa sesak. Semua orang dalam keluarga suamiku memperlakukanku dengan baik. Dan aku belum sempat membalas mereka semua. Bagaimana bisa aku dengan egoisnya memilih untuk meninggalkan semua itu untuk kebahagiaanku sendiri?
"Hanya saja, nak. Jika kamu memilih untuk menikah lagi, maka kamu harus meninggalkan Rio."