"Kak, aku pergi dulu ya."
Aku mengalihkan pandangan dari televisi yang sedang menayangkan acara kartun kesukaanku. Hari masih pagi, Syifa sudah rapi dan wangi. "Mau ke mana?"
"Ke alun-alun."
"Sama siapa?"
"Sama Aluna."
"Aluna teman sekelasmu?"
"Iya, dia juga lagi di sini. Makanya nih aku mau jalan."
Huh, kebetulan yang menyenangkan untuk Syifa. "Ya udah, hati-hati ya. Kabarin Kakak kalau udah sampai."
"Siapp!"
Anak itu pun ngeloyor pergi. Meninggalkan aku yang masih bau bantal. Sebenarnya hari ini aku juga berencana mengajak Syifa pergi keluar. Yah, meski Syifa menyebalkan, tapi hanya di makhluk yang kukenal di sini selain Tante Ita. Tidak mungkin juga aku mengajak Tante Ita, pasti dia lelah sepulang kerja.
Tapi tak mengapa, aku akan tetap pergi. Dengan atau tanpa teman. Toh di Jakarta aku biasa ke mana-mana sendirian.
Acara kartun yang kutonton sejak tadi selesai. Aku pun bangkit dan bergegas mandi. Usai mandi, aku menyapu dan ke dapur mencari makanan untuk sarapan.
Aku membuka kulkas Tante Ita. Kulkas itu memang bersih, tidak penuh bertumpuk bahan makanan seperti kulkasku di rumah atau kulkas Eyang. Hanya ada beberapa bungkus sosis dan nugget, dua butir telur, dua bungkus keju slice, dan rumput laut nori yang hanya tinggal setengah bungkus.
Aku jadi terpikir ingin membuat telur gulung. Bukan telur gulung yang biasa di jual abang-abang di sekolah atau di stasiun, tapi telur gulung macam yang sering kulihat di sosial media.
Sambil mendengarkan musik dan menyanyi, aku mulai memasak. Menyenangkan sekali rasanya masak sendiri dengan bebas. Biasanya, aku tidak bisa sebebas ini menggunakan dapur rumah untuk berkreasi. Pasti selalu ada intervensi dari Mama. Entah mengkritik masakanku, mengatur-atur caraku memasak yang menurutnya tidak sesuai, atau menambahkan dan mengurangi bahan-bahan yang seharusnya ada di masakan itu. Dan berakhir dengan masakanku terasa kurang enak dan mood hancur berantakan. Ah, andai aku bisa sebebas ini setiap hari.
Ya, tentu saja aku akan sebebas ini. Menjadi ratu di dapurku sendiri. Nanti, ketika aku menikah dan menjadi seorang istri.
Akhirnya telur gulung buatanku matang. Pasti rasanya lezat dengan isian rumput laut, sosis, dan keju. Aku juga membuat mie instan karena aku malas makan nasi.
"HUAA!"
Aku sangat kaget hingga hampir menjatuhkan piring-piring di tanganku saat melihat sosok laki-laki di ambang pintu dapur. Siapa dia? Kenapa dia seenaknya saja masuk rumah orang tanpa permisi?
Cowok itu juga memekik kaget. "Sorry, sorry. Aku kira Mbak Ita."
Aku memperhatikan cowok itu. Ia tampak masih bocah berusia belasan. Mengenakan kaus hitam bergambar Slipknot dan celana selutut berwarna abu-abu. Wajahnya manis dan imut sekali. Berkulit putih, hidung mancung, rambut lurus kecokelatan, dan bibir merah muda. Tampak innocent.
"Kamu siapa?" tanyaku.
Cowok itu maju selangkah dan mengulurkan tangan. "Oh, kenalin, aku Farhan. Tetangga depan rumah Mbak Ita."
Aku pun menyambut uluran tangan dan ikut memperkenalkan diri. "Laras, keponakannya Mbak Ita." Ooh, jadi ini yang namanya Farhan, batinku.
"Mbak Ita belum pulang kerja ya?" tanya anak itu.
"Belum, kayaknya nanti agak siangan. Kamu ada perlu apa sama Mbak Ita?" aku bertanya balik.
"Nggak ada perlu banget sih, aku mau numpang sarapan hehehe." Anak itu nyengir tanpa dosa.
Aku tertawa kecil melihat kelakuannya dan menyuruhnya duduk. Sementara aku membuatkannya mie instan. "Emang ibu kamu nggak masak?"
"Masak sih sebenarnya, oseng kacang panjang. Aku nggak suka," katanya. "Aku baru lihat kamu. Kirain keponakan Tante Ita cuma Syifa. Kamu baru pertama ke sini ya?"
Wah, ini anak bener-bener. Sok asyik banget ngomong sama orang dewasa pake kamu-kamu aja. Nggak ada sungkan-sungkannya sama sekali. "Enggak sih sebenarnya. Kebetulan nggak pernah ketemu kali," jawabku cuek.
Setelahnya, Farhan asyik menyantap makannya. Sementara aku mencuci piring dan bekas memasakku. Sesekali aku melirik anak itu. Meski masih anak ingusan, tapi dia tampan. Pasti di sekolah banyak groupies-nya. Pasti dia fakboy. Ngomong-ngomong kalau adiknya saja tampan dan menggemaskan begitu, bagaimana kakaknya ya?
"Telur gulungnya enak," komentar Farhan setelah menandaskan sarapannya. "Nanti aku mau minta bikinin Ibu ah. Kamu ada resepnya?"
Aku tersenyum. "Aku cuma lihat video Instagram."
Farhan mengangguk-angguk.
Kata Tante Ita, Farhan sering main ke rumah ini. Jadi aku membiarkannya saja duduk di meja makan sambil main ponsel sementara aku bersiap-siap. Hari ini aku ingin jalan-jalan ke kawasan Kota Lama.
Farhan mengernyit saat melihatku sudah berpakaian rapi. "Kamu mau ke mana?" tanyanya.
"Mau jalan-jalan," jawabku singkat, sekaligus mengusirnya secara halus.
Namun justru jawaban tak kuharapkan yang kudapatkan. Dengan senyum innocet-nya yang manis, Farhan berkata, "aku ikut dong."
"Ikut?!" ujarku. Ah, yang benar saja aku jalan-jalan sambil momong anak orang!
"Iya, aku bosan. Ibu, Ayah, sama Mas Fandi kerja. Aku sendirian di rumah," katanya sok memelas. "Lagian masa kamu mau jalan sendirian?"