Pertengahan Oktober ada ujian tengah semester, karena itu aku jadi rajin mengikuti perkuliahan. Aku tidak pernah membolos, duduk di barisan tengah, dan selalu mencatat dengan teliti. Sialnya, di hari pertama ujian aku malah jatuh sakit. Tubuhku demam tinggi dan harus beristirahat selama beberapa hari.
Saat aku sakit Tuan Kucing malah lebih aktif dari biasanya. Dia tidak bisa diam. Berjalan kesana kemari, melompat ke atas ranjang, pergi menghilang keluar kamar, lalu kembali lagi sambil bicara dengan bahasa kucing. Tuan kucing tampak gelisah. Selama enam bulan tinggal bersama baru pertama kali aku melihatnya seperti ini. Kupikir dia pasti sedang jatuh cinta.
“Bodoh sekali,” kata Panca.
Mendengar kabar aku sakit Panca dan Arini menjengukku sambil membawa vitamin dan buah-buahan segar.
“Benar-benar bodoh!” Arini menimpali. “Tubuhmu itu tidak cocok belajar, jadi tidak usah sok dan memaksakan diri menjadi anak rajin.”
“Ya,” kataku. “Tapi seharusnya kalian tidak usah repot, aku cuma butuh istirahat, bukan sakit sampai harus dirawat di rumah sakit.”
“Makanya carilah teman perempuan biar ada yang merawatmu, jangan terlalu asik merawat kucing!” timpal Arini ketus.
"Teman perempuanmu apa kabar?"
"Yang mana?" tanyaku.
"Kamu bertanya seolah-olah punya banyak teman saja," cibir Arini.
"Yang sering kau ajak minum teh," imbuh Panca sambil menahan tawa.